Di daerah Pasirpengaraian meminang (khitbah) lazim juga disebut mengantar kata. Pernikahan tanpa melalui perundingan meminang dapat juga dilaksanakan dan syah menurut islam karena persyaratan yang mutlak ijab qobul, mahar dengan segala ketentuannya. Tetapi apabila dilangsungkan tanpa meminang berarti suatu tentangan terhadap kaum keluarga, melanggar adat dan melanggar kesopanan atau tegasnya boelh juga dikatakan “emoh berkaum kerabat”. Bukan saja maksudnya menghormati keluarga timbale balik, bahkan akan lebih mengesankan dalam arti mempererat hubungan kekeluargaan dan menjadi adat dalam hidup bermasyarakat.
Masyarakat yang tinggal di kampong mengutamakan acara meminang, sebab jalinan perkauman, hubungan turunan (pertalian darah), memelihara kerukunan, ketertiban dan keamanan negeri itu. Seandainya terjadi hal-hal yang tidak dinginkan seperti kawin lari, dilarikan, maka pihak yang berwenang (tuan qadhi) akan betindak dengan penuh bijaksanan memelihara dan menghindarkan akses-akses yang tidak baik. Inilah sebabnya dikatakan adat dibawa, agama dipatuhi, sehingga urusan meminang orang sangat berhati-hati untuk menjaga dan menghindarkan perpecahan antara sesame saudara, sedapat mungkin jangan ada yang tersinggung, tercecer apalagi tertinggal.
Dari pengalaman-pengalaman inilah kata-kata adat memperingatkan, kokok katanya ayam, kicau katnya murai,bongkok dipenganyaman, kacau dipemulai. Artinya salah pada awal, salahlah pada akhirnya.
Meminang tetap datangnya dari pihak laki-laki, dalam hal ini dikatakan “kuda yang mencari rumput, bukan rumput yang mencari kuda”. Meminang dilakukan apabila sulu-sulu air serta melalui beberapa perundingan kecil telah mendapat persesuaian, hingga sampailah pada suatu keputusan menentukan saat meminang. Inilah yang dimaksud “padan sudah sama-sama setuju, janji sudah disepakati, waktu dan harinya sudah ditentukan.
Utusan hanya beberapa orang ninik mamak, induk suku adat, orang semondo serta keluarga terdekat dan tentunya sudah ada diantara keluarga yang mahir dalam seluk beluk dan tutur kata meminang. Orang semondo adalah suami dan wanita, yaitu laki-laki dari suatu persukuan yang kawin dengan wanita dari persukuan lainnya.
Pada saat-saat seperti ini orang semondo ikut pegang peranan dan lazimnya lngsung jadi utusan untuk berunding dengan orang semondo dari pihak si wanita. Sebelum perundingan dimulai atau boleh juga selesai perundingan diadakan sedikit jamuan minum atau bagi yang mampu mengadakan jamuan makanan.
Peranan tepak Sirih
Perundingan dimulai oleh pihak yang dating ninik mamak didampingi (orang semondo) dengan menyugukan tapak sirih. Selesai berjabat salam, tapak sirih dibuka sambil mempersilahkan mencicipinya dengan ucapan “ pinang yang sekacip, sirih yang sehelai atau sekapur sirih minta digotok”. Ada juga yang mahir mempermainkan kata-kata indah beribarat, malah sampai-sampai isi tepak sirih dikatakan : siputih dari bagan (kapur sirih), sihitam dari pangkalan (gambir), sihijau dari pecan (sirih), sibulat dari tanjung (buah pinang).
Pada saat-saat beginilah terjadi saling pertukaran tepak sirih, menyorongkan tepak sirih tidak boleh sembarangan, apabila tutupnya dibuka akan jelas dapat dilihat mana kepala dan mana sebelah ekor dari tapak sirih. Kepala tapak sirih adalah pada arah susunan sirih sebelah tampuknya, dari itu hendaklah diketahui terlebih dahulu dengan pasti, sebab yang mesti dihadapkan atau didahulukan adalah sebelah kepala tapak sirih. Salah sorong berarti salah adat. Sebagai contoh seseorang yang sopan dan mengerti tatkala mengulurkan pisau pada orang lain tentu akan mengulurkan hulunya dan bukan ujung mata pisau. Manusiapun dilahirkan ke dunia mendahulukan kepalanya dan jika kaki didahulukan itu dinamakan sonsang.
Meminang mengantar kata atau melamar tetap datamg dari pihak laki-laki para utusan dari keluarga terdekat yaitu ninik mamak atau induk suku, orang semondo dan keluarga yang tertentu, kakak atau adik yang telah dewasa. Perlengkapan yang dibawa utusan laki-laki adalah 1. tepak sirih yang telah lengkap dengan isinya berpalut dengan kain, 2. tepak sirih biasa dinamakan tepak layang dari tembaga. Didalam tepak sirih ada cepuk atau cembul untuk tempat pinang yang telah dikacip, gambir dan kapur sirih.
Cara duduk diatur bersila berhadap-hadapan antara yang dating dan menanti, masing-masing kelompok laki-laki sesama laki-laki sebaliknya perempuan sesama perempuan. Oleh tuan rumah menyampaikan sambutan atas kedatangan rombongan yang dipimpin oleh induk suku pihak laki-laki dan menjelaskan acara permusyawaratan antara masing-masing ninik mamak yanag akan dibawakan oleh masing-masing orang semondo dari suku yang dating dan yang menanti.
Pada saat-saat beginilah kita mendengar panggilan gelaran kebesaran nama suku atau marga, kjarena penduduk daerah tersebut tidak membawakan nama suku sehari-hari sebagaimana pembawaan marga di daerah Tapanuli. Selsesai penjelasan dari tuan rumah acara perundingan dimulai :
Orang ssemondo atau utusan duduk berhadapan diantarai oleh tepak sirih orang semondo atau yang menanti. Pada setiap permulaan pembicaraan atau sewaktu memberikan sambutan, mereka terlebih dahulu saling bersalaman. Orang semondo atau utusan mengucapkan kata menurut dialek daerah antara lain : “Manolah maksud kami nan datangko, ilolah sebagai penyambung apo nanlah lazim dikito “sulu-sulu air” atau menghubungkan tali nan dari asal mulo bual di air dibaok kedarek ikopun kini alah dibaok kedarek. Sampai kedarek jikok seumpmo putik supayo jadi bango dan dari bungo kironyo supayo manjadi buah. Olah menjadi buah mako elok pulo dimakan. Itulah hajat dan maksud kedatangan kami ko”. Sebagai kato berjawab, gayung bersambut artinya tidak bertepuk sebelah kanan. “sungguhpun gitu kitolah samo-samo maklum apo kato-kato adat yang bahasonyo serai itu berumpun, ayam berinduk, banjar berketua, negeri berajo. Lagi pulo basikek-sikek bak pisang, baruang-ruang bak durian, mako tentang anak betul anak kamilah yang punyo, kamilah yang memeliharo dan dikatokan urang juo nanmagurung mangandangkan. Tapi dalam hal iko iyolah pihak mamak nan bakuaso, mamaknyolah nan ka ma hitam memutihkan menurut kato-kato adat juo kuasonyo mamak “mamak membayar hutang langsai, menerima piutang penuh”.
Jika yang menerima jawaban tersebut salah seorang keluarga atau bukan urang semondo, maka belum sampai pada pihak mamak dipersilahkan pula pada urang semondo untuk menyampaikan pada mamak. Ulasan urang semondo sebagai berikut : “adapun kami yang dinamokan orang semondo pada saat seperti iko adolah serupo kudo pelajang bukit. Bilo disuruh kami akan pergi, bilo dipanggil kami akan dating. Disuruh pergi dan dan bila pulang membaok kaba barito. Pulang maklum kepada ninik mamak kami”.
Segera orang semondo mengambil dan menyorongkan tepak sirih dan berjabat tangan dengan mamak adat menyembah kata : “kami iko ketua urang semondo menyampikan kepada mamak, manolah nan kami sampaikan. Bak kato tadi, jika disuruh pergi, jika pulang mambaok barito. Adopun koba barito itu iolah tentang anak kemenakan nan dari cakap-cakap di airlah dibaok kedarek dan cakap didarek lah dibaok ke rumah sampailah dalam kerapatan kiti kini ko.
Mamak juolah nan kan manimbang sama berat bak kato-kato rang tuo-tuo”beruji samo merah, bertimbang sama berat, berukur sama panjang”. Mamakpun maklum :
Siramo-ramo kumbang denti
Sutan Mansyur patah tongkatnya
Patah tumbuh hilang berganti
Hak pulang kepada yang empunya
Mamaklah yang berhak, berkuasa menghitam memutihkan persoalan ini. Setelah mamak mengambil kata sepakat dengan orang tua si wanita iapun memberikan jawaban : “adapun yang dimaksud rang semondo kami telah maklum, bak kato kami tadi ninik mamak diumpamakan kayu nan tercolik diatas nan bersayap lebar lagi berumbaipanjang yang akan memutus mematahkan. Tapi sungguhpun begitu bertangguhlah kami sebentar, untuk kami paiyo dan kami patidokan :.
Sebelum mengambil kata keputusan antara mamak dengan utusan yang dating berlangsung ucapan yang berbalas-balasan, karena mamak masih mengemukakan kedaan mereka tidaklah seperti apa yang diduga pihak yang dating. Pancingan-pancingan ini berhasil dengan sambutan pihak semondo laki-laki “lula tidak akan menyirup, jika mati tidak akan menyesal”.
Detik-detik yang beginilah diperlukan kemahiran kedua belah pihak memperminkan kata-kata hngga perundingan berjalan lancer. Terakhir barulah ninik mamak dari pihak wanita memberikan kata jawaban : “ adapun maksud nan dating itu marilah kita terima, terima ini adalah terima kita bersama juga hendaknya”.
Dengan ketentuan ini barulah orang semondo dan kedua belah pihak saling berhadapan, menyatakan atas makud tersebut telah didapat keputusan, yaitu pinangan diterima.
0 Response to "Prosesi Meminang di Rokan Hulu"
Post a Comment