Upacara Tepung Tawar, Bolehkah?
- Apa hukum dari upacara
Tepung Tawar ? Apakah Nabi Muhammad SAW pernah melakukan
hal yang demikian?
- Dan bagaimana kalau kita
menganggap itu hukumnya sunat karena dalam adat istiadat seolah-olah merupakan keharusan yang
tidak boleh ditinggalkan?
- Apa saja hal yang
dibolehkan dalam hal tepung tawar dan yang tidak dibolehkan?
Latar
Belakang
Upacara Tepung Tawar sebagaimana
dikenal masyarakat Indonesia dan Malaysia diadopsi dari ritual agama Hindu yang
sudah lebih dulu dianut masyarakatnya. Ketika para pedagang dari Gujarat dan
Hadramaut membawa ajaran Islam ke kawasan ini sejak abad ke-7 Masehi, mereka
berhadapan dengan kebiasaan animisme (kepercayaan pada kehidupan roh) dan
dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib benda-benda) yang direstui agama
Hindu yang sangat kuat di setiap lapisan masyarakat. Salah satunya adalah
upacara Tepung Tawar (disebut juga Tepuk Tepung Tawar). Upacara ini menyertai
berbagai peristiwa penting dalam masyarakat, seperti kelahiran, perkawinan,
pindah rumah, pembukaan lahan baru, jemput semangat bagi orang yang baru luput
dari mara bahaya, dan sebagainya. Dalam perkawinan, misalnya, Tepung Tawar
adalah simbol pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, di
samping sebagai penolakan terhadap bala dan gangguan.
Tepung tawar yakni sejenis ramuan yang sebagian
terdiri dari bedak selo, beras basuh, beras kunyit, inai, bunga rampai dan daun
setawar dan sedingin. Dengan menyiramkan tepung ini, diharapkan keadaan orang
yang kena tepung ini menjadi tawar, tidak terjadi apa-apa yang dapat
mendatangkan malapetaka. Begitu juga ramuan yang bernama sedingin telah
tersisip harapan, agar sesuatu yang panas menjadi dingin, sedangkan setawar
diharapkan kembali seperti sediakala.
Hampir seluruh kegiatan dalam upacara perkawinan
secara adat di daerah ini mempergunakan tepung tawar. Unsurnya adalah sama,
hanya cara dalam melakukannya berbeda, begitu juga sebutannya beraneka ragam
antara lain : tepuk tepung tawar, tepung tawar, menepung tawari.
Alat dan kelengkapan disebut :
- Bedak
dingin, tepung beras dilarutkan ke dalam air mawar atau air pacung atau
air rebusan dan daun-daunan yang wangi serta limau purut. Melambangkan
kesejukan hati, peneduh kalbu, memberikan kesabaran, kesucian hati bagi
yang ditepung tawari.
- Beras
basuh maknanya mensucikan lahir dan bathin, membasuh segala yang kotor,
dan membuang segala yang busuk
- Beras
kunyit, beras yang direndam dengan air kunyit, sehingga kuning lalu
dikeringkan. Melambangkan kemurahan rezeki, subur bermarwah, rezeki takkan
putus, keturunan tak habis serta bermarwah tak punah
- Daun
inai, kerukunan, kesetiaan hidup berumah tangga, jauh dari bencana
- Bunga
rampai, kesucian lahir dan bathin, keharuman tuah dan marwah, nama baik
keluarga dan dirinya
- Daun
perenjis terdiri dari :
- daun
setawar, menawar segala berbisa, buang yang jahat
- daun
sedinginan, mendinginkan hati dan pikiran, nafsu yang menyalah
- daun
gandarusa, menjauhkan penyakit dari dalam dan luar
- daun
kalinjuang, penolak bala, hantu, setan serta iblis
- daun
sembau dengan akrnya sekalian, mengokohkan iman, menguatkan hati,
mengeraskan semangat, serta percaya dengan agamanya
- daun
bunga cina/daun kaca piring dengan kuntumnya, menjemput kebahagiaan hidup
berumah tangga
- daun si
pulih, memulihkan yang sakit, mengembalikan yang hilang, membaikkan yang
buruk, dan memagar diri
- daun
ati-ati, supaya hidup berhati-hati, pikiran panjang, pandangan luas,
buang sakit hati, penyakit dengki dan iri, loba serta tamak, dendam
kesumat
- Air
pecung, membawa harum dunia akhirat, mengharumkan nama dan mewangikan
marwah
- benang
tujuh warna, daun pengikat daun perenjis, hidup dalam tujuh petala bumi
dan tujuh petala langit, penolak bala dan sial, pengikat kasih sayang
berumah tangga sampai ke tujuh turunan.
Cara melakukann tepung tawar :
- Usapkan
daun perenjis pada tangan, bahu kiri dan kanan, kepala dan pangkuan dengan
niat dan doa
- ambil
serba sedikit beras basuh, beras kunyit, bersih serta bunga rampai lalu
taburkan pada yang ditepung tawari. Menaburnya sama pula dengan merenjis,
ini tergantung pada status sosialnya. Juga pada waktu menabur membaca doa
dalam hati supaya Allah melimpahkan kurnia dan rahmat bagi yang ditepung
tawari dan sekalian yang hadir
- Ambil
sedikit inai kemudian oleskan ke telelapak tangan seraya berdoa agar
dijauhkan dari bencana semoga dapat dikabulkan, lalu merenjiskan dengan air
pecung, terakhir yang di tepung tawari mengangkat tangan memberi salam
sembah kepada yang menepung tawari.
Secara umum urutannya adalah :Keluarga
terdekat yang dituakan
- Ulama
- pejabat
pemerintahan setempat
- orang
patut, patut dan layak oleh keluarga belah pihak
- pemangku
adat
Demikianlah yang
dilakukan masyarakat sebelum Islam datang di nusantara dan demikian
pulalah ritual yang sampai sekarang masih berlangsung dalam agama Hindu. Lihat
saja baik secara langsung atau lewat televisi ritual orang-orang Hindu India
atau Hindu Indonesia saat upacara keagamaan mereka.
Distorsi Pesan Agama
Karena
tidak mampu menghapuskan kebiasaan tersebut, para pembawa Islam yang terdahulu
berusaha memasukkan nilai-nilai Islami ke dalamnya. Misalnya, acara Tepung
Tawar diisi dengan pembacaan doa kepada Allah SWT. Mereka menggiring masyarakat
untuk menganggap bahwa Tepung Tawar itu hanya sebatas adat istiadat, penyedap
setiap acara, bukan lagi ritual. Tetapi yang terjadi jauh panggang dari api.
Upacara Tepung Tawar terus berlanjut dalam masyarakat yang takut untuk
meninggalkannya. Berhubung para ulama kalah oleh tradisi (tidak berhasil
menghilangkan kebiasaan tersebut), akhirnya masyarakat menganggap bahwa para
ulama pun telah membenarkan mereka.
Sebagian
kalangan bahkan beranggapan bahwa praktik Tepung Tawar memiliki sandaran agama.
Beredar anggapan di tengah masyarakat bahwa praktik semacam ini dijalankan juga
oleh para nabi dan keluarganya, termasuk istri Nabi Imran a.s. yang menggunakan
atau melemparkan suatu benda saat menazarkan kelahiran anaknya Maryam dan Nabi
Muhammad SAW yang “menepungtawari” perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi
Thalib. Sebagian orang (termasuk oknum guru agama di kampung-kampung)
mengatakan upacara Tepung Tawar adalah sunat berdasarkan riwayat di atas.
Tetapi setahu saya, tidak ada ayat atau Hadis yang shahih tentang
riwayat-riwayat semacam itu. Bahkan, cerita-cerita tersebut kalau kurang
hati-hati cenderung kepada dosa besar karena mendustakan para nabi yang mulia.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadis shahih bahwa barangsiapa sengaja
meriwayatkan darinya sesuatu yang tidak pernah beliau lakukan atau katakan maka
orang itu tempatnya di dalam neraka.
Adat versus Ritualisme
Selanjutnya,
di antara pemuka adat atau masyarakat awam ada yang mengatakan bahwa Tepung
Tawar hanya adat istiadat, dan sejalan dengan kemajuan peradaban masyarakat,
tidak memiliki nilai ritualisme lagi. Namun harapan memperoleh berkah dan
keselamatan lewat Tepung Tawar tetap saja banyak ditemukan dalam masyarakat,
terutama di kalangan tradisional dan generasi tua. Mitos masih mendominasi
upacara-upacara tersebut sampai saat ini. Di daerah tertentu, ada anggapan
Tepung Tawar itu seolah-olah merupakan keharusan yang tidak boleh ditinggalkan.
Masyarakat cemas akan datangnya mara bahaya bila adat ini ditiadakan.
Paling kurang, mereka menganggap ada keberkahan dari perbuatan tersebut.
Kesimpulan
Sejujurnya
dan dengan rasa takut kepada Allah, saya menghimbau umat Islam untuk tidak
mengamalkan upacara Tepung Tawar. Sebaliknya, biasakan diri untuk mengamalkan
yang sudah pasti dibolehkan dalam agama. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis
shahih, ”Tinggalkan yang ragu, ambil yang pasti.” Sebagai penutup, apakah tetap
haram hukumnya kalau mengadakannya tapi tidak meyakini sama sekali pada
kekuatan atau keberkahannya? Hukumnya tetap haram menurut kaedah Ushul Fiqh
yang sering disebut dengan sad adz-dzari’ah. Ini sebagai pencegahan
timbulnya penyimpangan akidah di tengah masyarakat yang cenderung belum bisa
memisahkan antara adat istiadat dan kepercayaan-kepercayaan lama. Wallahu
Ta’ala a’lam.
0 Response to "Tepung Tawar dan Prosesinya Dalam Adat Melayu"
Post a Comment