Onang-onang (nyanyian rindu untuk Ibu)

Onang-onang tidak dapat diartikan secara harfiah, namun beberapa sumber mengatakan bahwa asal kata onang adalah inang yang artinya “ibu”. Menurut informasi yang diperoleh dari Pangeran Ritonga, kisah terjadinya onang-onang adalah sebagai berikut: Pada suatu ketika ada seorang yang sedang merantau dan sedang mendapatkan suatu kesusahan. Ia ingin pulang tetapi biaya tidak ada, sedangkan kerinduan hatinya tidak tertahan lagi. Pada saat kerinduan itu muncul, yang diingatnya adalah orang yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya. Untuk melepaskan kerinduannya itu ia cetuskan lewat suatu nyanyian dengan kata “onang¡konang”. Dengan demikian mulanya onang-onang adalah “suatu pencetusan perasaan kerinduan hati terhadap yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya”.
Menurut analisa maka lama kelamaan onang-onang ini berkembang pengertiannya, ia tidak hanya merupakan pencetusan kerinduan hati kepada ibu dan kekasihnya, akan tetapi ia dipergunakan juga dalam suasana gembira. Misalnya: upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan anak lahir. Kalau dahulu onang-onang dinyanyikan oleh seseorang untuk dirinya sendiri, saat sekarang ada juga (bahkan pada umumnya) onang-onang dinyanyikan untuk orang banyak (dalam suasana gembira). Sehingga pada saat sekarang ini ada dua pembagian nyanyian onang-onang : (1) onang-onang yang dilaksanakan oleh seseorang untuk dirinya sendiri dalam mengungkapkan perasaan hatinya dan (2) onang-onang yang ditampilkan dalam upacara adat, yakni upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan anak lahir.
Untuk orang yang menyanyikan onang-onang dalam upacara adat disebut dengan paronang-onang, yang artinya penyanyi. Setiap paronang-onang terlebih dahulu harus mengetahui maksud dan tujuan pelaksanaan upacara tersebut. Selain itu ia juga harus tahu kepada siapa nyanyian itu ditujukan, agar paronang-onang dapat menyesuaikan isi dan syair lagu yang dinyanyikannya. Misalnya, dalam upacara perkawinan, gondang yang pertama adalah Gondang Suhut Sihabolonan, maka paronang-onang harus menyesuaikan isi onang-onang tersebut sesuai dengan upacara perkawinan tersebut dan latar belakang kehidupan suhut sihabolonan. Oleh sebab itu syair onang-onang tidak mempunyai teks yang pasti, melainkan diciptakan oleh paronang-onang secara spontan. Semua syair-syairnya hampir semua diciptakan dalam bentuk pantun.
Setiap paronang-onang tentu berbeda dalam menciptakan versi pantunnya, semakin kaya perbendaharaan pantun yang di kuasai paronang-onang akan semakin baik pula pantun yang dipergunakan dalam nyanyiannya. Panjang lagu onang-onang tidak ditentukan waktunya, ini tergantung kepada paronang-onang itu sendiri, juga melihat situasi waktu yang disediakan dalam upacara ini. Isi nyanyian onang-onang yang dipergunankan dalam ansambel gondang ada enam macam, yakni : (1) pembukaan, (2) penjelasan maksud upacara, (3) cerita latar belakang panortor, (4) pujian, (5) nasehat, dan (6) doa.
Pada nyanyian onang-onang terdapat bait-bait kata pembukaan, sebagai pemberitahuan kepada kerabat yang hadir bahwa acara penampilan onang-onang (gondang) mulai dibuka atau ditampilkan. Oleh karena itu bagian pembukaan ini hanya ditampilkan satu kali saja yakni pada onang-onang yang mengiringi Gondang Suhut Sihabolonan, yang merupakan gondang pertama dari setiap penampilan gondang. Paronang-onang menyampaikan kata pembukaan ini kepada seluruh kerabat yang hadir dan juga kepada orang yang menortor. Dalam isi pembukaan tersebut paronang-onang biasanya menyampaikan suatu pesan yang ditujukan kepada masyarakat Angkola umumnya, dan khusunya pada kerabat yang hadir pada saat upacara itu, agar tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam musik gondang, baik dari aturan penampilannya maupun dari maknanya. selanjutnya melalui paronang-onang pihak tersebut akan menyampaikan kata-kata maaf dan sembah hormat kepada pihak mora, harajaon, hatobangon, raja adat, penusunan bulung, dan kepada seluruh kerabat yang hadir, apabila nanti ada kekeliruan atau kesilapan di dalam penampilan gondang dan pelaksanaan upacara tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat pada syair onang-onang di bawah ini, yakni sebuah transkripsi bagian I dari Gondang Suhut Sihabolonan.
Gondang Suhut Sihabolonan
Ile onang baya onang
tapuka ma le tajolo mulai on
nda asok ma jolo le fikiri ada
ulang nda maruba nian ale luai on
sian najolo indu nda sannari on
Santabi nda jolo sappulu on
sappulu noli marsatabi on
tu jolo na dua le tolu on
lobi nda tarpasangapi on
ois nda taronang ale baya onang
—————————-
Ile onang baya onang
mulailah kita buka dulu ini
pelan-pelanlah kita pikiri
janganlah hendaknya ada berubah
dari dahulu sampai sekarang
Maaf terlebih dahulu sepuluh kali maaf
Sepuluh kali mohon maaf
Ke hadapan dua tiga (seluruh kerabat yang hadir)
Terlebih-lebih kehadapan yang dihormati
Ois nda taronang ale baya onang
Onang-onang juga berisikan syair-syair yang merupakan penjelasan maksud upacara, yang ditujukan kepada kerabat yang hadir. Apabila ditinjau dari kata yang terdapat pada bagian ini, maka paronang-onang berperan sebagai penyambung lidah panortor (suhut sihabolonan) guna menjelaskan maksud dari upacara tersebut, sehingga dari isi bagian ini orang dapat lebih banyak mengetahui tentang maksud upacara yang sedang dilaksanakan. Paronang-onang dalam menyampaikan penjelasan tersebut, sudah tentu akan menyesuaikan syairnya dengan upacara yang sedang dilaksanakan. Misalnya, dalam upacara perkawinan paronang-onang akan menjelaskan bahwa pelaksanaan upacara itu adalah untuk menyambut menantu perempuan mereka. Dalam penjelasan tersebut paronang-onang akan menceritakan pula identitas dari masing-masing pengantin, seperti pengantin itu berasal dari marga apa, anak nomor berapa, dan tempat tinggalnya dimana. Isi bagian syair ini selalu ditampilkan pada setiap onang-onang. Contoh di bawah ini adalah transkripsi bagian II dari Gondang Suhut Sihabolonan, dan bagian III dan IV dari Godang Suhut Inanta Sori Pada.

0 Response to "Onang-onang (nyanyian rindu untuk Ibu)"

Post a Comment