Setiap
suku mempunyai adat istiadat tersendiri yang berbeda satu dengan lainnya. Walaupun berbeda namun adat-istiadat
tersebut mempuyai tujuan yang sama yaitu mendidik masyarakatnya berbudi luhur,
bersopan santun, kasih sayang dan berbuat baik terhadap sesama anggota
masyarakatnya.
Masyarakat Mandailing adalah
salah satu sub etnik Batak yang ada di Rokan Hulu. Masyarakat Mandailing
memiliki marga-marga yang menunjukkan keturunannya menurut garis ayah (patrilinial).
Masyarakat Mandailing mempunyai bahasa Mandailing sebagai lambang identitas dan
manifestasi eksistensi. Eksistesi yang dimaksud adalah sebagai makhluk yang
bermasyarakat atau makhluk sosial dimana kemasyarakatan itu sendiri terbentuk
dengan adaya bahasa. Falsafah hidup masyarakat Mandailing selalu ditemukan
dalam perumpamaan yang didapati dalam upacara adat. Perumpamaan-perumpamaan itu
tidak hanya mengemukakan peran, hukum, maupun keinginan tetapi juga
melambangkan ekspresi pikiran dalam mencari tahu arti hidup dan kehidupan
manusia. Dengan kata lain, perumpamaan merupakan ungkapan kebahasaan yang menuntun
manusia pada pemahaman realitas kehidupan melalui pelambangan atau kiasan.
Salah satu bentuk perumpamaan itu adalah metafora. Dengan demikian makna yang
terkandung dalam metafora dapat ditelusuri melalui pemahaman terhadap bagaimana
sesuatu itu dibandingkan atau dianalogikan. Metafora tersebut biasanya terdapat
pada upacara adat perkawinan, upacara kematian, syukuran karena baru saja
melahirkan dan memasuki rumah baru. Namun pada tulisan ini pembahasan metafora
dalam upacara adat dibatasi pada upacara adat perkawinan dan memasuki rumah
baru yang disebut dengan upacara mangupa.
Bermula dari seorang ibu hamil
yang ditinggal oleh suaminya beberapa hari, suaminya berpesan supaya nangka
yang didepan rumahnya jangan diambil. Tapi sang ibu ini tak menghiraukan pesan
tersebut, keinginannya (pengidaman) untuk memakan nangka itu tak tertahankan
lagi, hingga iapun mengambil nangka tersebut dengan cara memotong sedikit
bagian nangka tadi, kembali sang ibu ini menutup bagian yang ia potong tadi
sehingga kelihatan seperti semula.
Keesokan harinya suamipun
datang, sang istripun menyambutnya dengan suka cita, belum ada tanda-tanda di
wajah istrinya perasaan bersalah. Ketika sang suami memeriksa nangkanya
tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras menghardik istrinya. Tanpa
berfikir panjang dibelah perut istrinya tadi dan alangkah terkejutnya sang
suami ketika melihat anak yang dalam perut ibunya tadi sedang memegang nangka
tersebut. Akhirnya sang ayahpun menangis menyesali perbuatannya.
Di tempat yang sama ada
seorang anak yang sudah berumur 3 tahun, tapi ia belum mampu berbicara seperti
anak-anak yang lainnya, orang tuanya merasa
khawatir dengan keadaan tersebut, berbagai usaha telah dilakukan orang
tua sehingga sampailah berita ini kepada neneknya (orang pintar), sang nenekpun
menyarankan kalau anak ini minta diupa-upa
dengan itak (sejenis dodol yang
dibalut dengan daun pisang). Pesan dari nenek tadi akhirnya dipenuhi oleh orang
tua, maka dimasaklah itak tadi dan disengaja
diletakkan di dapur agar anak tadi memakannya. Maka keesokan harinya sang anak
memanggil kedua orang tuanya, alangkah gembiranya orang tua tadi.
Mangupa adalah upacara adat dalam kehidupan masyarakat
Mandailing yang lahir dari penghayatan leluhur masyarakat Mandailing terhadap
keberadaan zat gaib, yang berkuasa, yang mengatur alam semesta termasuk
perjalanan hidup manusia agar keselamatan dan kesuksesan manusia tercapai. Orang dahulu menamainya “paulak tondi
tu bagas” dimana mereka mempunyai anggapan bahwa pada saat terjadinya
peristiwa, tondi atau rohnya tengah terpisah dari tubuhnya sehingga perlu
ditarik kembali. Tondi adalah kekuatan batin yang apabila itu terganggu
maka manusia itu akan mengalami penyakit mental yang mengakibatkan ia tertekan
dan goncangan jiwa.
Pada hakekatnya acara ini
adalah memberi dorongan moral kepada sang korban agar tak usah takut dan patut
bersyukur kehadirat Allah yang ajaib telah menyelamatkan. Menurut kisah orang
dahulu, tatkala seorang lepas dari maut misalnya kapalnya tenggelam namun
orangnya selamat, atau seekor Harimau tak jadi menerkam seseorang, maka korban
tersebut wajib diupa-upa. Untuk korban seperti itu, orang tua akan merebus
sebutir telur ayam untuk disuapkan pada korban yang dikasihinya dan diakhiri dengan
memberi minum air putih.
Paimin, (2008 : 47) mengatakan bahwa acara
adat mangupa adalah salah satu adat Mandailing yang bertujuan
mengembalikan semangat (spirit) kepada seseorang atau satu keluarga yang
baru saja lepas dari maut atau sebuah musibah. Prosesinya dimana korban bersama
keluarganya disuapi dengan nasi kunyit, ayam panggang dan telur ayam. Selain
itu ada juga acara mangupa dengan cara memotong hewan bebek, ayam, dan kambing.
Belakangan ini bahkan sudah ada acara mengupa dengan skala besar melibatkan
banyak anggota keluarga. Dalam pepatah Mandailing dikatakan :
i jolo muyu
sada pangupa anak ni manuk pangupa ni tondi dohot badan
di depan kamu upa-upa
berupa ayam sebagai pembangkit semangat di dalam badan
Metafora
pada pangupa ini dilambangkan dengan manuk (ayam) karena sifat ayam
sangat bagus di dalam merawat anak-anaknya. Kalau ia mengais-ngais dan
mendapatkan makanan makanan itu pertama-tama akan diberikan kepada
anak-anaknya. Dalam budaya Mandailing metafora ini bermakna anak perempuan harus
tinggal di rumah karena anak perempuan dapat merawat keluarga dengan baik.
Dalam pepatah Mandailing lain juga dikatakan :
Horas tondi madingin pir tondi matogu
Selamat, semoga semangatya sejuk dan keras
semangat
Manusia dalam pandangan
masyarakat Mandailing terdiri dari tiga bagian yaitu, badan, jiwa (roh), dan
tondi. Badan adalah jasad yang kasar dan nyata, jiwa atau roh adalah benda
abstrak yang menggerakkan badan kasar dan tondi benda abstrak yang mengisi dan
menuntun badan kasar dan jiwa dengan tuah sehingga seseorang kelihatan
berwibawa dan bermarwah. Tondi adalah kekuatan, tenaga, semangat jiwa yang
memelihara ketegaran rohani dan jasmani agar tetap seimbang dan kukuh dan
menjaga harmoni kehidupan setiap individu. Tondi merupakan zat yang berdiri sendiri.
Dalam keadaan tidak sadar tondi seseorang berada di luar badan dan jiwanya.
Dalam budaya Mandailing
metafora ini bermakna seseorang akan sanggup menghadapi setiap ancaman dari
luar. Orang yang tidak mempunyai tondi mukanya akan pucat dan tidak bergairah.
Walaupu kadar tondi berbeda untuk setiap orang, tetapi setiap orang memiliki
tondi tersebut. Tondi itu dapat berpisah dari badan seeorang karena sesuatu
hal, Namun tondi yang telah hilang dari badan dapat dipanggil kembali melalui
acara adat yang disebut mengupa. Apabila kita cermati, situasi tuturan terjadi
pada saat pengetua adat atau raja memberi nasehat kepada yang diupa-upa dan
ilokusinya adalah agar yang diupa-upa dapat melaksanakan nasehat tersebut
nantinya.
Adapun prosesi upa-upa yaitu
pembawa acara mempersilahkan salah seorang mora laksana inspektur
upacara menyampaikan amanat. Tugas ini juga diserahkan kepada yang ahli atau
mahir menyampaikan maksud dan tujuan upa-upa.
Mula-mula ditaburkan beras
kunyit pada anak dan nasi kunyit diangkat-angkatnya kira-kira jarak sejengkal
di atas kepala, mukaddimahnya tetap terbilang nama anakpun dipanggilkan dan
barulah memberikan kata nasehat. Dikatakan selagi kerbau tujuh sekandang lagi
terkandangkan, apatah lagi semangat anak kemenakan, kalau ada tercecer di laut,
di darat, di hutan atau dimanapun, kembalilah semangat ke badan. Maksudnya
kalau dahulu pernah terkejut dan patah semangat, maka sekarang mulailah hidup
dengan penuk keterampilan, penuh semangat baru.
Detik-detik pembicaraan inilah
yang mengharukan, lebih-lebih kalau mengupa-upa ini mahir dan pandai bertutur
kata dapat menyentuh hati anak. Sangkin terharunya adakalanya hadirin yang
mendengar meneteskan air mata. Pembicaraan menyampaikan betapa gembiranya kaum
keluarga jauh dan dekat berdatangan, penuh harapan-harapan.
Adapun nasi kunyit dan
panggang ayam, walaupun harganya tak seberapa, tetapi lain tidak adalah lambang
belaka semoga anak kembali sehat badan dan dijauhkan dari ketakutan yang pernah
menimpa.
Berikut adalah amanah yang
disampaikan oleh ompung atau mora yang ahli menyampaikan maksud
dan tujuan upa-upa.
Ananda yang kami kasihi dan
kami cintai.
Hari ini, kami orang tua dan hula-hulamu
akan memberikan makanan “upa-upa” seiring dengan kasih Allah yang telah
melepaskan dirimu dari marabahaya pada masa-masa lalu.
Yang namanya orang hidup itu
pasti ada suka dan ada duka yang datangnya bisa terjadi setiap waktu.
Kalau pada beberapa saat yang
lalu, engkau telah mengalami musibah, kami percaya bahwa semua itu pasti ada
hikmahnya. Dan yang sangat kami syukuri bahwa Allah telah turun tangan
menyelamatkan dirimu meskipun terpaksa mengalami rasa syok atau rasa takut atau
mungkin sedikit luka-luka.
Dalam kaitan itulah kini kami
datang untuk berdoa dan membawa makanan upa-upa dengan harapan
kesehatanmu semakin baik dan bekerja semakin hati-hati. Makanan “upa-upa”
adala tradisi leluhur kita, yang bertujuan menyegarkan kembali kesehatan yang
sakit dan lebih dari itu tentu saja ingin memilihkan keyakinan seseorang akan
kuasa Allah agar tidak dibayang-bayangi ketakutan dalam mengerjakan
tugas-tugasnya.
Kami yakin kedatangan kami
hari ini akan memulihkan imanmu, memulihkan kesehatanmu dan memulihkan
kepercayaanmu kepada Allah yang maha esa. Demikianpun makanan ini kami
sampaikan terimalah menjadi pemberian yang bermakna doa bagi dirimu dan bagi
kita semua, Horas.
Makna yang terkandung Dalam
simbol-simbol upa-upa :
1. Ayam (manuk) adalah jenis hewan
yang selalu mengingatkan kepada manusia tentang waktu. Maknanya sifat atau
contoh kehidupan akhlak, budi pekerti manusia yang mengetahui waktu
2. Telur ayam (piramanuk) adalah satu
jenis yang mempunyai dua warna yang menyimpan rahasia dalam satu benda, warna
putih maknanya kesucian agama, warna kuning maknanya lambang ketinggian adat
mandailing.
3. Ujung daun (bulung) pisang adalah
puncaknya upacara mangupa maknannya hendaknya kalau niat si penyelenggara
adalah nazar maka hendaknya mengembalikan semangat sang anak kembali (paulak
ni tondi).
Sebagian lagi berpendapat
bahwa mangupa merupakan perbuatan jahiliyah dan bidah yang berasal dari
agama Hindu, orang Hindulah yang pertama sekali melaksanakan tradisi ini
yaitu mengembalikan ruh itu pulang kebatang-batang kayu.
Adakalanya acara tersebut
hanya dilakukan oleh orang tua kandung atau ompunya (kakek), namun
adakalnya juga dilakukan oleh mertua kepada seseorang yang sudah berkeluarga.
Pangupa menurut adat istiadat
tidak bertentangan dengan agama Islam karena tidak ada hal-hal haram di
dalamnya, sedangkan cara pangupa ini pun hanya memanggil tondi (semangat) bukan
roh-roh yang mati. Adapun yang diupa dapat percaya diri dimana tondi itu sudah
kembali melihat dengan badan dan mendapat ridho dari Allah SWT. Memanggil tondi
sudah sudah dilakukan oleh nenek moyang kita di Tapanuli Selatan sampai
masuknya agama Islam.
Adapun alat-alat pangupa pada
masyarakat Tapanuli Selatan adalah :
- Induri
(panampi)
- Diolari
dengan daun pisang yang diambil dari ujung daunnya
- Kain
ulos adat
Dan pengisiannya adalah :
a. Nasi putih
b. Kepala Kerbu atau kepala Kambing menurut
besarnya adat yang akan diupah
c. Dapat juga dibuat telur, bagi pangupa yang
baru sembuh dari sakit
d. Daging Ayam
e. Garam
f. Ikn sale
g. Udang dan ikan kecil-kecil yang terdpat di
sungai
h. Daging
Yang hadir dalam pangupa terkecuali mora adalah :
- Orang
tua, ompu, amang tua, dan uda, disebut suhut siha bolouan
- Hombar
suhut
- Pisang
raut
- Anak
boru
- Hatobangan
ni huta
- Harajaon
ni huta
- Raja
torbing balok
- Raja
panusunan bulung
Raja torbing balok dan raja
panusunan bulung horja akan diikut sertakan apabila acara pangupa itu memotong
kerbau. Acara pangupa seperti tertulis di atas biasanya diadakan pada
saat-saat upacara perkawinan. Adany
hubungan permintaan dalam acara pangupa kepada Tuhan, antara lain : ”Maranak
sapulu, marboru sapulu onom, maksudnya agar pengantin dapat mengebangbiakkan
turunannya dengan harapan mendapat turunan yang baik dan soleh.”
Dalam surat An-nisa` ayat 1
berbunyi :
يآاَيهُّاَ النَّاسُ التَّقُوْا رَبَّكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَالتَّقُواْالله َالَّذِيْنَ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامِ اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْباً
Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Pada zaman
nenek moyang bangsa Mandailing sebelum masuknya Islam, mereka menyembah sang pencipta
langit dan bumi dan belum mengenal Allah sebagaimana sang pencipta. Sebagai
penghormatan kepada sang pencipta, mereka membuat beberapa aturan yang harus
dipatuhi dan tercantum dalam adat istiadat. Dengan masuknya agama Islam, maka
aturan adat yang bertentangan dengan agama dibuang, sedangkan aturan adat yang
tidak bertentangan dengan agama Islam dikukuhkan dan digandeng penggunaannya
dengan tetap mengacu kepada ajaran agama Islam.
Beberapa
contoh hubungan adat dan agama Islam pada acara pangupa antara lain : ”Ita
pangidohon tu namar tua, auso salamat panjang umur.” kemudian dalam adat
uhum-ugari - haiason ni roha - haiason pamatang - haiason ni panganon sanga
parabiton, haiason ni bagas dohot pangisina (poda na lima). Disamping
itu dalam adat perkawinan yang sesuai dengan ajaran Islam seperti : ”ajaran
Islam mengharamkan untuk mengawini adik kandung dan satu wali, pada adat
Mandailing ditentukan siapa-siapa yang bisa dikawini seperti boru tulang, boru
namboru, sedangkan pihak kahanggi tidak dibenarkan mengawininya. Adat juga
melarang kawin semarga walaupun sebenarnya teman semarganya itu sudah jauh dari
turunannya dan tidak satu wali.
Contoh lain
bahwa yang dilarang oleh agama Islam juga merupakan larangan (tabu) bagi adat
istiadat masyarakat Mandailing adalah hubungan seorang laki-laki dan perempuan
yang berbuat zina. Dahulu kala, kalu di sebuah desa terjadi perbuatan zina, aka
dipastikan desa tersebut akan muncul Harimau untuk emberi pertanda bahwa telah
terjadi perbuatan salah yang sangat besar. Kalau hal ini dibiarkan oleh Raja,
maka Harimau tersebut akan mengganas, dengan memangsa ternak-ternak penduduk,
dantidak jarang pula memangsa manusia. Untuk itu yang berbuat salah segera di
hukum menurut aturan adat dan dikawinkan keduanya barulah Harimau ini berhenti
mengamuk di desa tersebut. Contoh ini merupakan larangan agama Islam.
Dengan demikian
dapatlah dibuktikan bahwa antara adat dan agama Islam banyak persamaan dan kebaikan yang menjadi panutan
masyarakat Mandailing.
HAMA NAFSU
Ulang
ihutkon
Hagiot
ni rohamu
Harana
hangoluan
Inda
tontu
Ulang
paturut hama nafsumu
Paihut
nafsumu ngolumu inda tontu
Nafsu
buas marsidao gogo
Na
marsarang di badan pangusayang
Disada
hatiha tarsuo cilako
Malarat
badan cilako pamatang
Inda
naborat angalo musu
Monang
mangalo mus
Talu
mangalo dongan
Tai
na umborat mangalo nafsu
Namarraja
di roha
Malarat
jabadan
Firman Allah dalam surat Ali imram ayat 14 yang berbunyi
:
زُيِّنَ لِلناَّسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَآءِ وَاْلبَنِيْنَ
وَاْلقَنَاطِيْرِ اْلمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَاْلفِضَّةِ وَاْلخَيْلِ اْلمُسَوَّمَةِ
وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَالِكَ مَتَاعُ اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ
حُسْنُ اْلمَئَابِ
Artinya
: Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga).
HIS Graha Elnusa Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
ReplyDeleteMenikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography. Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.