Model Pembelajaran Bergema

Hampir semua Negara mempunyai organisasi guru, baik pada Negara-negara maju ataupun Negara-negara berkembang. Ini menggambarkan bahwa semua bangsa melihat jenis organisasi profesi guru mempunyaiurgensi, degan argument masing-masing bagsa bersangkutan.
Perbedaan pada tiap-tiap Negara hanya terletak pada pada sebagian negara menjadikan organisasi serikat pekerjaan yang dalam skala nasional berinduk pada organisasi buruh dengan konsentrasi aktivitas menekankan pada perbaikan nasib kaum (buruh) guru. Sedangkan sebagian Negara lainnya menjadikan organisasi guru sebagai organisasi profesi yang diberi otonomi relative luas guna pengembangan profesi keguruan.
Kebudayaan organisasi guru dimulai dari Negara Ingrish, bermula ketika terjadi revolusi industry pada abad XVII, dimana untuk menjamin hak-hak kaum buruh (guru) dari kemungkinan tindak kesewenang-wenangan kaum majikanatau bahkan rezim yang berkuasa ketika itu.
Melihat efektifitas dan efesiensi organisasi guru inilah negera-negara lain kemudian mengikutinya sehingga kini hamper semua negera memiliki sedikitnya satu organisasi guru di seluruh dunia dari berbagai Negara mengusahakan adanya kerjasama masing-masing organisasi yang  pada tahun 1952 berhasil dibentuk sebah organisasi guru seluruh dunia dengan nama Word Confederation of  Organizasition of the Teaching Profession (WCOTP) , yang didirikan di kota Kopenhagen, Denmark.
Tujuan dari lahirnya organisasi ini seara resmi di rumuskan untuk menghimpun guru dari semua tingkatan pendidikan, di dalam tingkatan pendidikan, di dalam satu organisasi yang kuat, dengan maksud agar mereka dapat menjalankan pengaruh yang sejalan dengan pentingnya fungsi social mereka yang meliputi penggalakan konsepsipendidikan, menyempurnakan metode mengajar, membela hak-hak dan kepentingan materil dan moral profesi guru, serta meningkatkan hubungan yang lebih erat di antara kaum guru di berbagai Negara.
Indonesia juga mempunyai organisasi guru yang kelahirannya tidak berapa lama setelah Indonesia merdeka, yakni pada tanggal 25 November 1945, tujuh tahun setelah WCOTP lahir. Namun begitu, sejak kelahirannya organisasi guru Indonesia yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sudah membawa asas yang bersifat nasionalisme, profesionalisme, dan unitaris.
Ini bisa dilihat bahwa asas-asas PGRI dicantumkan sebagai berikut ; Pertama, mempertahankan dan dan menyempurnakan Negara Republik Indonesia, Kedua, mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan. Ketiga, membela hak-hak nasib buruh umumnya dan guru pada khususnya.
Pada perkembangan selanjutnya organisasi ini menegaskan diri bahwa keberadaannya membawa lima misi yakni misi ideology, misi profesional, misi organisasi, misi kesatuan dan solidaritas korp, dan misi pengabdian masyarakat. Adapun sifatnya ditegaskan ada dua, yakni independen dan unitaris.
Betapa strategisnya keberadaan organisasi guru ini Nampak ketika organisasi ini pada awal tahun 1960-an menjadi ajang perebutan pengaruh partai-partai politik. Klimaksnya, ketika kemudian PGRI pecah menjadi dua, yakni PGRI (asli) dan PGRI Nonvackkoentral yang dikuasai oleh orang-orang PKI. Bisa dipahami jika banyak pihak ingin bermain dalam organisasi ini, karena kaum guru adalah kalangan intelektual lapangan yang mampu melakukan sosialisasi ideology dan penebar beragam gagasan kepada anak didik menjadi amat efektif buat menebarkan aspirasi, maka dengan menguasai organisasi ini diharapkan akan bisa mempengaruhi para anggotanya dalam menjalani profesi sebagai pendidik.
Berhasilnya pemerintah Orde Baru dalam menumpas PKI menyebabkan PGRI melakukan pembersihan, bukan saja menolak dominasi ideology komunis, tetapi juga menolak ketergantungan atau campur tangannya partai-partai politik pada tubuh organisasi yang lahir di kota Solo ini. Tetapi realita menunjukkan, setelah berhasil melepas diri dari bayang-bayang pembubaran PKI bukan berarti PGRI telah lepas benar dari urusan politik.
Sebagaiamana organisasi lain yang hidup di Negara-negara berkembang dan pemerintah tersebut tengah mengutamakan aspek stabilitas guna mendukung pembangunan ekonomi, organisasi-organisasi masyarakat dimanfaatkan sebagai modal penggalangan kekuatan masa guna mendukung pemerintah yang berkuasa. Demikian pula PGRI, sera terbuka, dengan mengacu pada alasan historis, menyatakan menjadi barisan pendukung Orde Baru dan menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golongan Karya.
Resikonya, PGRI berarti harus mengamankan bukan saja kebijakan-kebijakan organisasinya, tetapi juga mengamankan dan menyebarluaskan kepentingan pemerintah dan Golongan Karya. Disinilah dilemanya, sementara di satu sisi PGRI lahir sebagai organisasi pembela hak nasib kaum guru yang berarti penyalur aspirasi para anggota terhadap pemerintah, tetapi pada sisi yang lain ia justru menjadi perpanjangan tangan struktur birokrasi pemerintah guna disampaikan kepada para anggotanya.
Jika kita membandingkan dengan organisasi profesi yang lain seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), persatuan Sarjana Hukum Indonesia (PERSAHI), dan sebagainya, akan sangat mencolok perbedaannya. Mereka kerap kali terdegar betapa gigih membela para anggotanya dalam hubungannya dengan tugas keprofesian. Agaknya PGRI lebih bangga dengan jumlah anggota yang mencapai 1,5 juta orang, tanpa perlu tahu bagaimana mereka secara resmi dinyatakan sebagai anggota, dan adalah sesuatu yang berarti selama menjadi anggota PGRI.
Tetapi upaya perbaikan mesti dilakukan jika tidak ingin organisasi ini hanya besar wadah tanpa berisi kedalaman maknanya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan perbaikan PGRI di masa yang akan datang.
Pertama, kembalikan fungsi PGRI sebagai organisasi profesi sebagaimana keputusan kongres PGRI XIII tahun 1973. Kedua, jika PGRI sebagai organisasi ang benar-benar bersifay independen dan unitasris, sehingga memiliki kekuatan bargaining position yang tinggi di depan pemerintah maupun pihak-pihak lain. Ketika, untuk mendukung usulan di atas, kiranya akan lebih tepat jika pengurus PGRI adalah benar-benar guru aktif, sehingga aspirasi yang diperjuangkan sesuai dengan kondisi dirinya ketika itu.
Jika kepengurusan dijabat oleh orang yang bukan guru, maka kebanyakan justru dijadikan ajang mempermudah, memperalat kaum guru. Berikan kepercayaan kepada para guru, karena mereka bukan makhluk yang bodoh dan tolol, melainkan mempunyai segudang pengalaman lapangan yang amat berarti bagi organisasi.
Apa artinya kita memasuki era modern jika kita tidak mempunyai organisai kader yang bercirikan terbuka, mengembangkan demokrasi di kalangan anggotanya, dan berfungsi efektif sesuai tujuan. Jika keadaan PGRI hari ini dibiarkan, jangan heran bila kelak organisasi ini aan menjadi organisasi yang pikun dan tak layak jalan di tengah gegap gumpitanya masyarakat modern yang tengah kita tuju. Inilah PR para pengurus dan aktivitas PGRI yang tidak ringan, namun menjadi mudah jika ada kemauan untu melaksanakannya. Dirgahayu PGRI.


Model Pembelajaran Bergema (Bergerak Maju Mundur)

adalah permainan Tanya jawab dengan cara bergerak satu langkah ke depan, jika menjawab pertanyaan dengan benar. Dan bergerak satu langkah ke belakang, jika menjawab dengan salah

Langkah-langkah
  1. Sebelum guru memanggil siswa terlebih dahulu susunan kursi membentuk letter U
  2.  Penggilan berdasarkan angka yang diperoleh melalui isi gulungan kertas yang ia terima sebelumnya
  3.  Apabila siswa mendapatkan panggilan, segera ia maju membentuk pula lingkaran kecil
  4.  Masing-masing siswa yang terpilih bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan guru, jika benar maka ia maju satu langkah dan jika salah, ia mundur satu langkah ke belakang
  5.  Apabila tiga jawaban dijawab dengan benar, maka sudah dipastikan siswa itulah pemenangnya, begitu pula siswa yang salah menjawab tiga kali juga dipastikan kalah
  6.  Pemenang pertama dalam group akan melawan  pemenang kedua dalam group yang lain
  7.  Akhirnya ditetapkanlah pemenang yang sesungguhnya

0 Response to "Model Pembelajaran Bergema "

Post a Comment