Abu dzar Al-Ghifari adalah seorang sahabat yang terkenal. Ia termasauk dalam golongan orang-orang ahli zuhud. Ia tidak pernah mengumpulkan atau menumpuk harta benda. Ia juga menginginkan agar orang lain juga tidak mengumpulkan harta benda. Ia selalu mengecam orang kaya yang tidak mau menafkn sebagian hartanya, maka kholifah Usman menyarankan agar ia pergi menyendiri ke suatu tempat yang bernama Rabdzah, yang terletak di suatu kampong dekat hutan, yang memiliki penduduk sedikit.
Abu Dzar mempunyai beberapa ekor unta yang unta-unta itu digembalakan oleh seorang lelaki yang sudah tua dan sangat lemah. Pada suatu ketika, seorang pemuda dar Banu Salim datang kepadanya dan berkata bahwa dirinya ingin sedikit berkhidmad kepadanya sehingga dapat mengambil manfaat dan pelajaran dari dirinya.
Pemuda itu berkata, “Saya akan mengembalakan unta-untamu, dan saya akan sellau siap membantumu sehingga dapat mengambil berkah darimu. Abu Dzar menjawab, “Wahai kawanku, itu terserah kepada ketaatanmu kepadaku. Apabila engkau siap untuk mentaatiku, maka tinggallah bersamaku dengan penuh semangat. Apabila engkau tidak mendengar perkataanku, maka sungguh aku tidak memerlukanmu.”
Orang dari Banu Salim tersebut bertanya, “Ketaatan seperti apakah yang engkau maksudkan” maka ia berkata, “Maksudnya jika aku menyuruhmu menyumbangkan sebagian dari hartaku, hendaknya engkau langsung menyedekahkan hartaku yang paling baik.” Maka ia menjawab, “Saya menerima persyaratan itu.” Mak tinggallah lelaki itu bersamaAbu Dzar.
Pada suatu hari, seseorang datang dan member kabar kepada Abu Dzar bahwa ada orang membutuhkan air, juga makanan. Tanpa banyak Tanya ia langsung menemui pelayannya sambil berkata, “Ambillah seekor onta.”
Selanjutny pelayan tersebut bercerita, “Maka saya pergi mengamati unta yang paling baik. Ternyata, ada seekor onta menurut saya peling baik, yang jika dijual harganya sudah pasti laku tinggi. Disamping kerjanya juga kuat unta itu memang jinak atau penurut sekali.”
Sesuai dengan janji saya kepada Abu Dzar, untuk memilihkan pemberian yang terbaik, maka saya membawa unta tersebut kepadanya. Tetapi saya bertanya dalam hati, unta inikah yang akan diberikn kepada orang-orang miskin itu? Padahal unta ini unta terbaik kalau diberikan kepada orang-orang iti, maka saya segera mengembalikan unta itu dan mengambil seekor onta yang hanya agak baik saja. Kemudian saya menghadap beliau sambil membawa unta tersebut.
Abu Dzar berkata, “Engkau telah berkhianat kepadaku.”Saya segera mengerti maksudnya, karena telah mengingkari kesepakatan dalam perjanjian yang lalu. Saya segera kembali mengambil unta yang paling baik tadi.
Kemudian ia berkata kepada orang-orang yang duduk disampingnya, :Adakah dua orang diantara kalian yang siap bekerja untuk Allah? Maka dua orang dari mereka segera berdiri. Abu Dzar berkata kepada keduanya, “Sembelihlah unta itu dan potong-potonglah. Kemudian bagikan kepada rumah siapa saja yang memerlukannya, berikanlah nanti ke rumahku, bagian sama dengan lainnya!” lanjutnya. Padahal, sebenarnya rumah Abu Dzar termasuk hitungan yang memerlukannya.
Selesai membagikan daging tersebut, ia memanggil saya lagi, dan berkata, “Aku memerintahkanmu agar mengembil barang yang paling baik untuk disedekahkan. Tetapi engkau dengan sengaja atau lalai telah mengingkarinya. Kalau engkau lupa tak mengapalah.” Saya pun menjawab, “Sebenarnya saya tidak lupa, karena pada mulanya telah mengambil unta yang paling baik. Saya piker unta ini paling baik kerjanya dan sangat diperlukan. Lalu saya tinggalkan.”
“Engkau tidak memenuhi keperluanku,” katanya lanjutnya, “Inginkah kau mengetahui apakah keperluanku? Keperluanku adalah pada hari akhir ketika diriku dalam kubur sendirian. Ingatlah, harta benda terdapat tiga bagian, pertama adalah sudah ditakdirkan pasti akan dibawa baik maupun buruk pasti diambilnya, kedua harta warisan yang dibagikan dan ketiga adalah amalmu.
Oleh karena itu harta yang saya sukai adalah harta yang terbaik yang secepatnya bisa saya berikan kepada Allah sehingga menjadi tabungan di khirat kelak. Inilah sebenarnya harta yang sedang saya kumpulkan.
Dari riwayat ini tercermin perilaku yang dapat dipetik mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk hari akhirat nanti. Seperti hadits Nabi, “Hartanya adalah yang telah disumbangkan, dan ditinggalkan adalah warisan!”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Abu Dzar menegur hamba sahanya"
Post a Comment