Nama wanita ini pendek saja, Asma`, lengkapnya Asma` binti Abu Bakar. Tapi, perjalanan hidupnya tak sependek namanya. Allah memberinya umur panjang dan kecerdasan berpikir, sehingga ia bisa mewarnai nuansa hidup para generasi tabi'in dengan nuansa kehidupan di zaman Rasulullah.
Asma` termasuk kelompok wanita yang pertama masuk Islam. Sosok Asma tak bisa dipisahkan dengan peristiwa hijrah Rasulullah Saw. dan ayahnya Abu Bakar. Dialah yang mengirim bekal makanan dan minuman kepada kedua kekasih Allah itu. Dan lantaran peristiwa inilah, Asma digelari "dzatin nithaqain" (wanita yang memiliki dua ikat pinggang). Gelar ini diberikan ketika Asma hendak mengikat karung makanan dan tempat minuman yang akan dikirim kepada Rasulullah dan Abu Bakar. Waktu itu Asma tidak memiliki tali untuk mengikatkanya, maka ia pun memotong ikat pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat karung makanan, dan satunya lagi untuk mengikat tempat air minum. Ketika Rasulullah Saw. mengetahui hal ini, beliau berdoa semoga Allah mengganti ikat pinggang Asma dengan dua ikat pinggang yang lebih baik dan indah di surga.
Asma` menikah dengan Zubeir bin Awwam, seorang pemuda dari kalangan biasa yang tak memiliki harta, kecuali seekor kuda. Meski demikian, Asma` tidak kecewa. Ia tetap setia melayani suaminya. Jika suaminya sedang sibuk mengemban tugas dari Rasulullah, Asam` tak segan-segan merawat dan menumbuk biji kurma untuk makanan kuda suaminya. Buah perkawinannya dengan Zubeir, Allah mengamanahi mereka seorang anak yang cerdas bernama Abdullah bin Zubeir.
Asma` memiliki beberapa sifat istimewa. Selain cantik, hampir sama dengan saudaranya 'Aisyah, ia juga cerdas, cekatan, dan lincah. Sifat pemurahnya menjadi teladan banyak orang.
Waktu terus berjalan. Abdullah bin Zubeir, anaknya, diangkat menjadi Khalifah menggantikan Yazid bin Mu'awwiyah yang wafat. Bani Umayyah tidak rela dengan kepemimpinan Abdullah bin Zubeir. Mereka menyiapkan tentara yang besar di bawah pimpinan Panglima Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi untuk menggulingkan Khalifah Abdullah bin Zubeir. Perang antara dua kekuataan itu tak dapat dihindari. Abdullah bin Zubeir turun ke medan tempur memimpin langsung pasukannya.
Tapi, para perwira bawahan dan prajuritnya banyaknya yang melakukan desersi ke pihak Bani Umayyah. Akhirnya dengan jumlah yang tinggal sedikit, pasukan Abdullah bin Zubeir mundur ke Baitul Haram, berlindung di bawah Ka'bah. Beberapa saat sebelum kekalahannya, Abdullah bin Zubeir menemui ibunya.
Asma' binti Abu Bakar, ibunya, bertanya, "Mengapa engkau datang ke sini padahal batu-batu besar yang dilontarkan pasukan Hajjaj kepada pasukanmu menggetarkan seluruh kota Mekkah?"
Aku datang hendak berkonsultasi dengan ibu," jawab Abdullah dengan penuh rasa hormat.
"Tentang apa," tanya Asma' lagi.
"Tentaraku banyak yang desersi. Mungkin karena takut kepada Hajjaj, atau mungkin juga mereka menginginkan sesuatu yang dijanjikan. Tentara yang tersisa pun tampaknya tak akan sabar bertahan lebih lama bersamaku. Sementara itu, para utusan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa saja yang kuminta berupa kemewahan dunia, asal aku bersedia meletakkan senjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah. Bagaimana pendapat ibu?" tanya Abdullah.
Asma' menjawab dengan suara tinggi, "Terserah engkau, ya Abdullah! Bukankah engkau sendiri yang lebih tahu tentang dirimu. Bila engkau yakin dalam kebenaran, maka teguhkan hatimu seperti para prajuritmu yang telah gugur. Tapi bila engkau menginginkan kemewahan dunia, sudah tentu engkau seorang laki-laki yang pengecut. Berarti engkau mencelakakan diri sendiri, dan menjual murah harga sebuah kepahlawanan."
Abdullah bin Zubeir menundukkan kepala di hadapan ibunya yang tampak kecewa. Meski ibunya sudah tua dan buta, Abdullah sang Khalifah dan panglima perang yang gagah berani tak sanggup melihat wajah ibunya karena rasa hormat dan kasihnya.
"Tapi aku akan terbunuh hari ini, bu!" tutur Abdullah lembut.
"Itu lebih baik bagimu, daripada engkau menyerahkan diri kepada Hajjaj. Pada akhirnya kepalamu akan diinjak-injak juga oleh budak-budak Bani Umayyah dengan mempermainkan janji-janji mereka yang sulit untuk dipercaya," jawab ibunya tegas.
"Aku tidak takut mati, bu! Tapi aku khawatir mereka akan mencincang dan merobek-robek jenazahku dengan kejam," ujar Abdullah lagi.
"Tak ada yang perlu ditakuti perbuatan orang hidup terhadap orang yang telah mati. Bukankah kambing yang sudah disembelih tidak merasa sakit lagi ketika dikuliti?" jawab Asma'.
"Yang ibu khawatirkan justru kalau engkau mati di jalan yang sesat," tambah Asma'.
"Percayalah bu, aku tak memiliki pikiran sesat untuk berbuat keji. Aku tak akan melanggar hukum Allah. Aku tidak pengecut, dan aku tetap lebih mengutamakan keridhaan Allah dan keridhaan ibu," ucap Abdullah mantap.
Nasihat Asma' binti Abu Bakar makin memantapkan Abdullah bin Zubeir untuk mempertahankan dan membela kebenaran. Sebelum matahari terbenam, Abdullah bin Zubeir syahid menemui Rabbnya.
Sumber: eramuslim.com
Asma` termasuk kelompok wanita yang pertama masuk Islam. Sosok Asma tak bisa dipisahkan dengan peristiwa hijrah Rasulullah Saw. dan ayahnya Abu Bakar. Dialah yang mengirim bekal makanan dan minuman kepada kedua kekasih Allah itu. Dan lantaran peristiwa inilah, Asma digelari "dzatin nithaqain" (wanita yang memiliki dua ikat pinggang). Gelar ini diberikan ketika Asma hendak mengikat karung makanan dan tempat minuman yang akan dikirim kepada Rasulullah dan Abu Bakar. Waktu itu Asma tidak memiliki tali untuk mengikatkanya, maka ia pun memotong ikat pinggangnya menjadi dua, satu untuk mengikat karung makanan, dan satunya lagi untuk mengikat tempat air minum. Ketika Rasulullah Saw. mengetahui hal ini, beliau berdoa semoga Allah mengganti ikat pinggang Asma dengan dua ikat pinggang yang lebih baik dan indah di surga.
Asma` menikah dengan Zubeir bin Awwam, seorang pemuda dari kalangan biasa yang tak memiliki harta, kecuali seekor kuda. Meski demikian, Asma` tidak kecewa. Ia tetap setia melayani suaminya. Jika suaminya sedang sibuk mengemban tugas dari Rasulullah, Asam` tak segan-segan merawat dan menumbuk biji kurma untuk makanan kuda suaminya. Buah perkawinannya dengan Zubeir, Allah mengamanahi mereka seorang anak yang cerdas bernama Abdullah bin Zubeir.
Asma` memiliki beberapa sifat istimewa. Selain cantik, hampir sama dengan saudaranya 'Aisyah, ia juga cerdas, cekatan, dan lincah. Sifat pemurahnya menjadi teladan banyak orang.
Waktu terus berjalan. Abdullah bin Zubeir, anaknya, diangkat menjadi Khalifah menggantikan Yazid bin Mu'awwiyah yang wafat. Bani Umayyah tidak rela dengan kepemimpinan Abdullah bin Zubeir. Mereka menyiapkan tentara yang besar di bawah pimpinan Panglima Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi untuk menggulingkan Khalifah Abdullah bin Zubeir. Perang antara dua kekuataan itu tak dapat dihindari. Abdullah bin Zubeir turun ke medan tempur memimpin langsung pasukannya.
Tapi, para perwira bawahan dan prajuritnya banyaknya yang melakukan desersi ke pihak Bani Umayyah. Akhirnya dengan jumlah yang tinggal sedikit, pasukan Abdullah bin Zubeir mundur ke Baitul Haram, berlindung di bawah Ka'bah. Beberapa saat sebelum kekalahannya, Abdullah bin Zubeir menemui ibunya.
Asma' binti Abu Bakar, ibunya, bertanya, "Mengapa engkau datang ke sini padahal batu-batu besar yang dilontarkan pasukan Hajjaj kepada pasukanmu menggetarkan seluruh kota Mekkah?"
Aku datang hendak berkonsultasi dengan ibu," jawab Abdullah dengan penuh rasa hormat.
"Tentang apa," tanya Asma' lagi.
"Tentaraku banyak yang desersi. Mungkin karena takut kepada Hajjaj, atau mungkin juga mereka menginginkan sesuatu yang dijanjikan. Tentara yang tersisa pun tampaknya tak akan sabar bertahan lebih lama bersamaku. Sementara itu, para utusan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa saja yang kuminta berupa kemewahan dunia, asal aku bersedia meletakkan senjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah. Bagaimana pendapat ibu?" tanya Abdullah.
Asma' menjawab dengan suara tinggi, "Terserah engkau, ya Abdullah! Bukankah engkau sendiri yang lebih tahu tentang dirimu. Bila engkau yakin dalam kebenaran, maka teguhkan hatimu seperti para prajuritmu yang telah gugur. Tapi bila engkau menginginkan kemewahan dunia, sudah tentu engkau seorang laki-laki yang pengecut. Berarti engkau mencelakakan diri sendiri, dan menjual murah harga sebuah kepahlawanan."
Abdullah bin Zubeir menundukkan kepala di hadapan ibunya yang tampak kecewa. Meski ibunya sudah tua dan buta, Abdullah sang Khalifah dan panglima perang yang gagah berani tak sanggup melihat wajah ibunya karena rasa hormat dan kasihnya.
"Tapi aku akan terbunuh hari ini, bu!" tutur Abdullah lembut.
"Itu lebih baik bagimu, daripada engkau menyerahkan diri kepada Hajjaj. Pada akhirnya kepalamu akan diinjak-injak juga oleh budak-budak Bani Umayyah dengan mempermainkan janji-janji mereka yang sulit untuk dipercaya," jawab ibunya tegas.
"Aku tidak takut mati, bu! Tapi aku khawatir mereka akan mencincang dan merobek-robek jenazahku dengan kejam," ujar Abdullah lagi.
"Tak ada yang perlu ditakuti perbuatan orang hidup terhadap orang yang telah mati. Bukankah kambing yang sudah disembelih tidak merasa sakit lagi ketika dikuliti?" jawab Asma'.
"Yang ibu khawatirkan justru kalau engkau mati di jalan yang sesat," tambah Asma'.
"Percayalah bu, aku tak memiliki pikiran sesat untuk berbuat keji. Aku tak akan melanggar hukum Allah. Aku tidak pengecut, dan aku tetap lebih mengutamakan keridhaan Allah dan keridhaan ibu," ucap Abdullah mantap.
Nasihat Asma' binti Abu Bakar makin memantapkan Abdullah bin Zubeir untuk mempertahankan dan membela kebenaran. Sebelum matahari terbenam, Abdullah bin Zubeir syahid menemui Rabbnya.
Sumber: eramuslim.com
0 Response to "Asma' binti Abu Bakar: "Wanita Besi" yang Berumur Panjang"
Post a Comment