Tepung Tawar dan Prosesinya Dalam Adat Melayu

Upacara Tepung Tawar, Bolehkah?

  1. Apa hukum dari upacara Tepung Tawar ? Apakah Nabi Muhammad SAW pernah melakukan hal yang demikian?
  2. Dan bagaimana kalau kita menganggap itu hukumnya sunat karena dalam adat istiadat seolah-olah merupakan keharusan yang tidak boleh ditinggalkan?
  3. Apa saja hal yang dibolehkan dalam hal tepung tawar dan yang tidak dibolehkan?
Latar Belakang
Upacara Tepung Tawar sebagaimana dikenal masyarakat Indonesia dan Malaysia diadopsi dari ritual agama Hindu yang sudah lebih dulu dianut masyarakatnya. Ketika para pedagang dari Gujarat dan Hadramaut membawa ajaran Islam ke kawasan ini sejak abad ke-7 Masehi, mereka berhadapan dengan kebiasaan animisme (kepercayaan pada kehidupan roh) dan dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib benda-benda) yang direstui agama Hindu yang sangat kuat di setiap lapisan masyarakat. Salah satunya adalah upacara Tepung Tawar (disebut juga Tepuk Tepung Tawar). Upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat, seperti kelahiran, perkawinan, pindah rumah, pembukaan lahan baru, jemput semangat bagi orang yang baru luput dari mara bahaya, dan sebagainya. Dalam perkawinan, misalnya, Tepung Tawar adalah simbol pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, di samping sebagai penolakan terhadap bala dan gangguan.
Tepung tawar yakni sejenis ramuan yang sebagian terdiri dari bedak selo, beras basuh, beras kunyit, inai, bunga rampai dan daun setawar dan sedingin. Dengan menyiramkan tepung ini, diharapkan keadaan orang yang kena tepung ini menjadi tawar, tidak terjadi apa-apa yang dapat mendatangkan malapetaka. Begitu juga ramuan yang bernama sedingin telah tersisip harapan, agar sesuatu yang panas menjadi dingin, sedangkan setawar diharapkan kembali seperti sediakala.
Hampir seluruh kegiatan dalam upacara perkawinan secara adat di daerah ini mempergunakan tepung tawar. Unsurnya adalah sama, hanya cara dalam melakukannya berbeda, begitu juga sebutannya beraneka ragam antara lain : tepuk tepung tawar, tepung tawar, menepung tawari.
Alat dan kelengkapan disebut :
  1. Bedak dingin, tepung beras dilarutkan ke dalam air mawar atau air pacung atau air rebusan dan daun-daunan yang wangi serta limau purut. Melambangkan kesejukan hati, peneduh kalbu, memberikan kesabaran, kesucian hati bagi yang ditepung tawari.
  2. Beras basuh maknanya mensucikan lahir dan bathin, membasuh segala yang kotor, dan membuang segala yang busuk
  3. Beras kunyit, beras yang direndam dengan air kunyit, sehingga kuning lalu dikeringkan. Melambangkan kemurahan rezeki, subur bermarwah, rezeki takkan putus, keturunan tak habis serta bermarwah tak punah
  4. Daun inai, kerukunan, kesetiaan hidup berumah tangga, jauh dari bencana
  5. Bunga rampai, kesucian lahir dan bathin, keharuman tuah dan marwah, nama baik keluarga dan dirinya
  6. Daun perenjis terdiri dari :
    1. daun setawar, menawar segala berbisa, buang yang jahat
    2. daun sedinginan, mendinginkan hati dan pikiran, nafsu yang menyalah
    3. daun gandarusa, menjauhkan penyakit dari dalam dan luar
    4. daun kalinjuang, penolak bala, hantu, setan serta iblis
    5. daun sembau dengan akrnya sekalian, mengokohkan iman, menguatkan hati, mengeraskan semangat, serta percaya dengan agamanya
    6. daun bunga cina/daun kaca piring dengan kuntumnya, menjemput kebahagiaan hidup berumah tangga
    7. daun si pulih, memulihkan yang sakit, mengembalikan yang hilang, membaikkan yang buruk, dan memagar diri
    8. daun ati-ati, supaya hidup berhati-hati, pikiran panjang, pandangan luas, buang sakit hati, penyakit dengki dan iri, loba serta tamak, dendam kesumat
  7. Air pecung, membawa harum dunia akhirat, mengharumkan nama dan mewangikan marwah
  8. benang tujuh warna, daun pengikat daun perenjis, hidup dalam tujuh petala bumi dan tujuh petala langit, penolak bala dan sial, pengikat kasih sayang berumah tangga sampai ke tujuh turunan.

Cara melakukann tepung tawar :
  1. Usapkan daun perenjis pada tangan, bahu kiri dan kanan, kepala dan pangkuan dengan niat dan doa
  2. ambil serba sedikit beras basuh, beras kunyit, bersih serta bunga rampai lalu taburkan pada yang ditepung tawari. Menaburnya sama pula dengan merenjis, ini tergantung pada status sosialnya. Juga pada waktu menabur membaca doa dalam hati supaya Allah melimpahkan kurnia dan rahmat bagi yang ditepung tawari dan sekalian yang hadir
  3. Ambil sedikit inai kemudian oleskan ke telelapak tangan seraya berdoa agar dijauhkan dari bencana semoga dapat dikabulkan, lalu merenjiskan dengan air pecung, terakhir yang di tepung tawari mengangkat tangan memberi salam sembah kepada yang menepung tawari.
Secara umum urutannya adalah :Keluarga terdekat yang dituakan
  1. Ulama
  2. pejabat pemerintahan setempat
  3. orang patut, patut dan layak oleh keluarga belah pihak
  4. pemangku adat
Tepung Tepung Tawar dalam adat Melayu
Dalam upacara ini, penepung tawar menggunakan seikat dedaunan tertentu untuk memercikkan air terhadap orang yang ditepungtawari. Air tersebut terlebih dahulu diberikan wewangian seperti jeruk purut, dicelupkan emas ke dalamnya, dan sebagainya. Selanjutnya, mereka menaburkan beras dan padi yang sudah dicampuri garam dan kunyit ke atas orang yang ditepungtawari. Akhirnya, mereka menyuapkan santapan pulut (atau lainnya) ke mulutnya. Ada anggapan bahwa setiap jenis daun dan benda-benda yang digunakan mempunyai atau merepresentasi kekuatan gaib tertentu yang berfungsi menyelamatkan, menyejukkan, menjaga, dan sebagainya. Terdapat beberapa varian upacara ini untuk daerah yang berbeda (seperti Aceh, Melayu, Sambas dan lain-lain), tetapi sumber dan tujuannya sama.
Demikianlah yang dilakukan masyarakat sebelum Islam datang di nusantara dan demikian pulalah ritual yang sampai sekarang masih berlangsung dalam agama Hindu. Lihat saja baik secara langsung atau lewat televisi ritual orang-orang Hindu India atau Hindu Indonesia saat upacara keagamaan mereka.
Distorsi Pesan Agama
Karena tidak mampu menghapuskan kebiasaan tersebut, para pembawa Islam yang terdahulu berusaha memasukkan nilai-nilai Islami ke dalamnya. Misalnya, acara Tepung Tawar diisi dengan pembacaan doa kepada Allah SWT. Mereka menggiring masyarakat untuk menganggap bahwa Tepung Tawar itu hanya sebatas adat istiadat, penyedap setiap acara, bukan lagi ritual. Tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Upacara Tepung Tawar terus berlanjut dalam masyarakat yang takut untuk meninggalkannya. Berhubung para ulama kalah oleh tradisi (tidak berhasil menghilangkan kebiasaan tersebut), akhirnya masyarakat menganggap bahwa para ulama pun telah membenarkan mereka.
Sebagian kalangan bahkan beranggapan bahwa praktik Tepung Tawar memiliki sandaran agama. Beredar anggapan di tengah masyarakat bahwa praktik semacam ini dijalankan juga oleh para nabi dan keluarganya, termasuk istri Nabi Imran a.s. yang menggunakan atau melemparkan suatu benda saat menazarkan kelahiran anaknya Maryam dan Nabi Muhammad SAW yang “menepungtawari” perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Sebagian orang (termasuk oknum guru agama di kampung-kampung) mengatakan upacara Tepung Tawar adalah sunat berdasarkan riwayat di atas. Tetapi setahu saya, tidak ada ayat atau Hadis yang shahih tentang riwayat-riwayat semacam itu. Bahkan, cerita-cerita tersebut kalau kurang hati-hati cenderung kepada dosa besar karena mendustakan para nabi yang mulia. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadis shahih bahwa barangsiapa sengaja meriwayatkan darinya sesuatu yang tidak pernah beliau lakukan atau katakan maka orang itu tempatnya di dalam neraka.

Adat versus Ritualisme
Selanjutnya, di antara pemuka adat atau masyarakat awam ada yang mengatakan bahwa Tepung Tawar hanya adat istiadat, dan sejalan dengan kemajuan peradaban masyarakat, tidak memiliki nilai ritualisme lagi. Namun harapan memperoleh berkah dan keselamatan lewat Tepung Tawar tetap saja banyak ditemukan dalam masyarakat, terutama di kalangan tradisional dan generasi tua. Mitos masih mendominasi upacara-upacara tersebut sampai saat ini. Di daerah tertentu, ada anggapan Tepung Tawar itu seolah-olah merupakan keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Masyarakat cemas akan datangnya mara bahaya bila adat ini ditiadakan. Paling kurang, mereka menganggap ada keberkahan dari perbuatan tersebut.

Kesimpulan
Sejujurnya dan dengan rasa takut kepada Allah, saya menghimbau umat Islam untuk tidak mengamalkan upacara Tepung Tawar. Sebaliknya, biasakan diri untuk mengamalkan yang sudah pasti dibolehkan dalam agama. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis shahih, ”Tinggalkan yang ragu, ambil yang pasti.” Sebagai penutup, apakah tetap haram hukumnya kalau mengadakannya tapi tidak meyakini sama sekali pada kekuatan atau keberkahannya? Hukumnya tetap haram menurut kaedah Ushul Fiqh yang sering disebut dengan sad adz-dzari’ah. Ini sebagai pencegahan timbulnya penyimpangan akidah di tengah masyarakat yang cenderung belum bisa memisahkan antara adat istiadat dan kepercayaan-kepercayaan lama. Wallahu Ta’ala a’lam. 

0 Response to "Tepung Tawar dan Prosesinya Dalam Adat Melayu"

Post a Comment