Tuan Saribu Raja, Siraja Lontung dan Siboru Pareme

Tuan Saribu Raja, Siraja Lontung dan Siboru Pareme

Pada masa itu di Sianjur Mulana di gunung pusuk bukit dekat pulau samosir sekarang masih sedikit sekali penduduknya, bahkan kalau sekedar menurut silsilah Siraja Batak baru ada pada taraf bilangan puluhan belaka.
Pada suatu ketika disaat Tuan Saribu Raja kembali kerumah orang tuanya setelah dari pertapaan, maka di rumah dijumpainya hanya adiknya Siboru Pareme yang sedang bertenun. Waktu itu Tuan Saribu Raja membuat sesuatu di dalam tabung bambu dan diletakkannya di sudut rumah agak tersembunyi. Tingkah laku Tuan Saribu Raja ini terus diawasi dan diperhatikan Siboru Pareme lantas bertanya : “Apakah isi tabung bamboo itu gerangan, abang Tuan Saribu Raja ?” dijawab oleh Tuan Saribu Raja, “Itu adalah mantera (dorma) pemikat hati perempuan, Raja saya ingin memantrai anak perempuan Dewata yang selalu mandi di tepian sungai Danau Toba ini, harap adik jangan melihat dan mencium isi tabung itu, sebab siapa yang melihat dan menciumnya, maka ketika itu juga akan terjadi perobahan pada dirinya, yaitu akan mencintai saya”.
Selesai Tuan Saribu Raja menjawab pertanyaan adiknya itu, lantas diapun pergi dari rumah itu. Adiknya Siboru Pareme merasa tertarik akan perkataan abangnya Tuan Saribu Raja dan sama sekali tidak percaya akan kekutan mantera itu. Siboru Pareme dengan cara main-main mengambil tabung dan melihat serta mencium isinya. Memang benar terjadi perubahan pada jiwa nuraninya.  Apabila Siboru Pareme tadinya menganggap Tuan Saribu Raja adalah abang kandungnya, kini di lubuk hatinya telah bersemi suatu cinta sejati terhadap Tuan Saribu Raja.
Setelah Tuan Saribu Raja kembali ke rumah lagi, lantas dia disambut Sibru Pareme dengan penuh gairah. Tuan Saribu Raja terus maklum dengan kejadian itu. Diapun tidak dapat mengelakkan takdir, terjadilah main-main jadi sungguhan.
Akibat dari perbuatan main-main jadi sungguhan ini, terjadilah perubahan pada badan Siboru Pareme, dia telah mengandung. Para Tuan Saribu Raja, yakni Tuan Limbong Mulana, Tuan Sagala Raja dan Tuan Malau Raja segera memanggil Siboru Pareme. Terjadilah pemeriksaan lisan, siapa gerangan yang membuat Siboru Pareme menjadi berbadan dua, Siboru Pareme menjelaskan semua kejadian dan menyatakan bahwa Tuan Saribu Rajalah yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu.
Mendengar berita kejadian itu, putus mufakat bagi Tuan Limbong Mulana, Tuan Sagala Raja, Tuan Malau Raja, dan keluarga lainnya, bahwa Tuan Saribu Raja harus dihukum buang, tak boleh kembali ke Sianjur Mulana dan sekitarnya, dan tidak boleh meneruskan perkawinannya dengan Siboru Pareme, juga Siboru Pareme dihukum Pareme dihukum buang.
Karena Tuan Saribu Raja menyadari perbuatannya yang sumbang dan terlarang itu, diapun menuruti putusan para adik dan keluarganya. Sebelum Tuan Saribu Raja berpisah dengan keluarga, maka Tuan Saribu Raja mengubur barang-barang pusakanya, terdiri dari gendang (ogung) bertuliskan huruf Batak dan lainnya di dalam satu lobang batu yang kemudian ditutup dengan batu pula. Lobang batu dan penutupnya ini, itulah yang disebut batu hobon.
Selain dari barang-barang pusaka yang dikuburnya di lobang batu itu, maka kepada Siboru Pareme diserahkan Tuan Saribu Raja barang-barang pusaka berupa :
1.Sada tintin tumbuk
2.Sabungan ni obuk
3.Bulu marsurat
4.Pangir sora malos didadang mata ni ari
5.Gala-gala sirondang ni bulan
Dengan maksud untuk diserahkan kelak kepada Siboru Pareme, bila telah lahir. Entah siapa sekarang dari keturunannya Tuan Saribu Raja yang berasal dari ibunda Siboru Pareme yang memegang barang pusaka tersebut tidak diketahui.
Terjadilah perpisahan akibat putusan musyawarah. Berangkatlah Tuan Saribu Raja menuju Barus dengan maksud mencari dan menjumpai abangnya R. Uti. Menurut cerita Tuan Saribu Raja kawin lagi dalam perjalanannya, yang dari perkawinannya dalam pengembaraannya ini, lahirlah seorang anak yang bernama Raja Borbor.
Siboru Pareme berangkat pula dari Sianjur Mulana mengikuti gerak kaki dan hatinya. Sampailah Siboru Pareme kesuatu hutan yang baginya asing sekali. Karena letihnya diapun beristirahatlah di tempat itu. Dia dalam keputus asaan melepaskan lelahnya, sambil menyerah diri kepada takdir.
Sebulan lamanya Siboru Pareme tinggal di Hutan itu dengan sekedar memakan buah-buahan yang ada disekitarnya. Dengan pertolongan Dewata lahirlah seorang anal laki-laki bernama Siraja Lontung. Lama-kelamaan tempat tinggal Siboru Pareme disebut Sibulan, nama tersebut ada sangkut pautnya dengan kehidupan Siboru Pareme pada masa itu, yaitu :
1.Bahwa setelah sebulan tinggal dihutan ini, maka lahirlah anaknya
2.Bahwa dia berjanji tidak akan kembali ke kampong halamannya lagi
Setelah Siraja Lontung besar dan menjadi seorang pemuda ganteng, dibarengi pintar berpencak karena diajar oleh seekor Harimau timpang yang pernah ditolong Siboru Pareme, maka pada suatu waktu Siraja Lontung disuruh ibunya Siboru Pareme agar kawin
Siraja Lontung berkata kepada ibunya, “Dengan siapakah aku kawin ?, karena hanya aku dan ibulah yang tinggal disini, aku tak pernah melihat orang lain, apalagi perempuan selain dari ibu sendiri. Dimanakah gerangan ayahanda, dan dimanakah kampong halaman paman (tulang) ?
Siboru pareme menjawab, “ayahmu bernama Tuan Saribu raja dan telah mengembara, entah kemana saya tidak tahu. Tentang pamanmu, tinggal disebelah selatan sana, sambil menunjuk kearah pegunungan jurusan dataran tinggi Sabulan. Siboru Pareme memberikan gambaran jalan yang berliku-liku arah ke tempat yang ditunjukkannya. Diberikan petunjuk seperlunya bahwa dalam perjalanan nanti ia akan berjumpa dengan seorang perempuan yang sedang mengambil kayu (soban). Itulah anak perempuan pamanmu itu. Pertanda bahwa ia anak pamanmu, engkau dapat mencocokkan “tintin tombuk” ini keseluruh jari tangannya. Kalau cocok, itulah dia anak pamanmu itu, diberikan Siboru Paremelah tintin tombuk itu kepada Siraja Lontung.
Seterusnya Siboru Pareme berkata lagi, “Bila telah bertemu dengan anak pamanmu yang cirri-cirinya seperti yang telah saya sebutkan tadi, maka jadikanlah dia menjadi istrimu, denga perjanjian kamu dan istrimu itu tidak boleh kembali lagi kesini, dan tidak boleh kembali ke rumah pamanmu itu, karena kalau kamu berjumpa dengan saya atau istrimu dengan pamanmu, maka akan terjadilah malapetaka besar. Kuatkan hatimu, pergilah anakku. Semoga engkau berbahagia, dan lupakanlah saya sebagai ibu kandungmu.
Dengan sangat berat hati, Siraja Lontung menuruti pesan dan petuah ibunya. Berangkatlah Siraja Lontung melalui jalan yang digambarkan ibunya. Pada saat Siraja Lontung sudah jauh dan tak tampak dilihat mata lagi, Siboru Paremepun berdoa kepada Dewata, memohon agar dia dapat berubah rupa, berganti tubuh (pauba rupa pagansi tompa). Doa Siboru Pareme dikabulkan.
Berangkatlah Siboru Pareme yang telah berubah rupa berganti bentuk badan itu ke tempat yang dituju Siraja Lontung melalui jalan terpendek. Singakt cerita, berjumpalah Siraja Lontung dengan seorang perempuan, terjadilah basa-basi, dicobakan Siraja Lontung cincin tombuk keseluruh jari tangan perempuan itu. Cock. Merekapun kawin dan tinggal di tempat itu sampai anak beranak. Sejak Siraja Lontung kawin dengan perempuan pilihan ibunya, dia tidak pernah mengetahui, bahwa yang dikawininya adalah ibu kandungnya sendiri, karena waktu kawin Siboru Pareme telah berubah rupa berganti bentuk badan. Dari hasil perkawinannya dengan istrinya ini, lahirlah anak mereka Sembilan orang, yakni tujuh orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.
Bahwa benar tujuh anak Siraja Lontung adan dua anaknya perempuan, ini jelas dituliskan dalam suatu buku risalah kecil halaman lima, tulisan Sutan Habiaran Siregar, yang jika diterjemahkan sebagai berikut :
“Nama nenek moyang kita itu adalah Siraja Lontung anak dari Tuan Saribu Raja yang memperistrikan Siboru Pareme. Nama golongan ini adalah Toga Lontung atau Lontung Sisia Marina, karena anaknya laki-laki tujuh orang dan dua orang ananya perempuan”.
Begitu pula buku, “Het Rechtsleven der Toba Bataks” Tulisan Tuan J.C. Vergoumen antara lain menerangkan :
“Siraja Lontung, de stamvader van de Lontungstam, is naar het algemen verhaal bekend de Vrucht van de bloed schande (marsumbang) gepleegd door Saribu Raja met zijne zuster Boru Pareme, een der dochteren van guru Tatea Bulan. Wegens dit feit uit Sianjur Mulana verjaagd, heft het paar zich naar Sabulan aan de oever van het Tobameer begeven, alwaar Siraja Lontung geboren werd enverbleef. Ok huij pleegde, hoevel aanvankelijk onwetend bloedschande met zidje moeder, en verwekte bij haar 7 zoneen die de stamvaderen der uit hem gesproten zeven marga`s moeten zijn geworden, zomede twee dochteren. Dan seterusnya.

0 Response to "Tuan Saribu Raja, Siraja Lontung dan Siboru Pareme"

Post a Comment