Sunday, January 21, 2018

Model Pembelajaran Ayam


31. Model Pembelajaran Ayam (Ayo Ambil)

Adalah menemukan benda yang ada dalam suatu wadah, lalu meletakkannya ke dalam wadah yang lain sehingga wadah berisi penuh

Langkah-langkah
  1. Seluruh siswa diadakan simulasi, sebelum memulai model pembelajaran
  2.  Siswa dibagikan nomor antrian1-20
  3. Bagi siswa yang nomornya sama, itulah pasangan bermainnya
  4. Bagi ssiwa yang banyak memasukkan benda ke dalam wadah, dinyatakan pemenangnya, dan berhak mengikuti tahap selanjutnya
  5. Dan bagi siswa yang belum beruntung, member semangat kepada peserta yang masih bertahan
  6. Akhirnya ditemukan pemenang tunggalnya

Sunday, January 14, 2018

Biografi Ibnu Taymiyyah

Taman rindang itu dipenuhi beraneka tanaman. Bunga-bunga mewangi, sementara buah ranum menyembul disela-sela dahannya yang rimbun. Disatu pojok, sebatang tunas tumbuh dan berkembang dengan segarnya. Batangnya kokoh, rantingnya dihiasi pucuk-pucuk daun lebat dengan akar terhujam kebumi. Tunas itu khas. Ia berada ditempat yang khas. Jika fajar menyingsing sinar mentari menerpa pucuk-pucuknya. Ketika siang menjelang ia dipayungi rimbunan dahan di sekitarnya. Dan saat petang beranjak, sang raja siangpun sempat menyapa selamat tinggal melalui sinarnya yang lembut. Sang tunas tumbuh dalam suasana hangat. Maka tak heran jika ia tumbuh dalam, berbuah lebat, berbatang kokoh dan berdahan rindang. Tunas itu adalah Taqiyyudin Ahmad bin Abdilhalim bin Taymiyyah.
Ia berasal dari keluarga taqwa. Ayahnya Syihabuddin bin Taymiyyah. Seorang Syaikh, hakim, khatib, 'alim dan wara'. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taymiyyah Al-Harrani. Syaikhul Islam, Ulama fiqih, ahli hadits, tafsir, Ilmu Ushul dan hafidz.
Lahir di harran, 10 Rabiul Awwal 661 H di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam. Ketika berusia enam tahun, Taymiyyah kecil dibawa ayahnya ke Damaskus.
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru. Ilmu hitung, khat, Nahwu, Ushul fiqih merupakan bagian dari ilmu yang diperolehnya. Di usia belia ia telah mereguk limpahan ilmu utama dari manusia utama. Dan satu hal ia dikaruniai Allah Ta'ala kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda , ia telah hafal Al-qur'an.
Tak hanya itu, iapun mengimbangi ketamakannya menuntut ilmu dengan kebersihan hatinya. Ia amat suka menghadiri majelis-majelis mudzakarah (dzikir). Pada usia tujuh belas tahun kepekaannya terhadap dunia ilmu mulai kentara. Dan umur 19, ia telah memberi fatwa.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai rijalul Hadits (perawi hadits) dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Beliau memahami semua hadits yang  termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah, ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filosof . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikul Ibnul Warid bahwa karangan beliau mencapai lima ratus judul.
Al-Washiti mengemukakan: "Demi Allah, syaikh kalian (Ibnu Taymiyyah) memiliki keagungan khuluqiyah, amaliyah, ilmiyah dan mampu menghadapi tantangan orang-orang yang menginjak-injak hak Allah dan kehormatanNya."
MUJAHID DAN MUJADDID
Dalam perjalanan hidupnya, beliau juga terjun ke masyarakat menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar. Ia tak mengambil sikap uzlah melihat merajalelanya kema'syiyatan dan kemungkaran. Suatu saat, dalam perjalanannya ke Damaskus, disebuah warung yang biasa jadi tempat berkumpulnya para pandai besi, ia melihat orang bermain catur. Ia langsung mendatangi tempat itu untuk mengambil papan catur dan membalikkannya. Mereka yang tengah bermain catur hanya termangu dan diam.
Beliau juga pernah mengobrak-abrik tempat pemabukkan dan pendukungnya. Bahkan, pernah pada suatu jum'at, Ibnu Taymiyyah dan pengikutnya memerangi penduduk yang tinggal digunung jurdu dan Kasrawan karena mereka sesat dan rusak aqidahnya akibat perlakuan tentara tar-tar yang pernah menghancurkan kota itu. Beliau kemudian menerangkan hakikat Islam pada mereka.
Tak hanya itu, beliau juga seorang mujahid yang menjadikan jihad sebagai jalan hidupnya. Katanya: "Jihad kami dalam hal ini adalah seperti jihad Qazan, jabaliah, Jahmiyah, Ittihadiyah dan lain-lain. Perang ini adalah sebagian nikmat besar yang dikaruniakan Allah Ta'ala pada kita dan manusia. Namun kebanyakan manusia tak banyak mengetahuinya."
Tahun 700 H, Syam dikepung tentara tar-tar. Ia segera mendatangi walikota Syam guna memecahkan segala kemungkinan yang terjadi. Dengan mengemukakan ayat Alqur'an ia bangkitkan keberanian membela tanah air menghalau musuh. Kegigihannya itu membuat ia dipercaya untuk meminta bantusan sultan di Kairo. Dengan argumentasi yang matang dan tepat, ia mampu menggugah hati sultan. Ia kerahkan seluruh tentaranya menuju Syam sehingga akhirnya diperoleh kemenangan yang gemilang.
Pada Ramadhan 702 H, beliau terjun sendiri kemedan perang Syuquq yang menjadi pusat komando pasukan tar-tar. Bersama tentara Mesir, mereka semua maju bersama dibawah komando Sultan. Dengan semangat Allahu Akbar yang menggema mereka berhasil mengusir tentara tar-tar. Syuquq dapat dikuasai.
PANDANGAN DAN JALAN PIKIRAN
Pemikiran Ibnu Taymiyyah tak hanya merambah bidang syar'I, tapi juga mengupas masalah politik dan pemerintahan. Pemikiran beliau dalam bidang politik dapat dikaji dari bukunya Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah fi naqdh Kalam as-Syi'ah wal Qadariyah (Jalan Sunnah Nabi dalam pemyangkalan terhadap keyakinan kalangan Syi'ah dan Qadariyah), As-Siyasah as-Syar'iyah (Sistem Politik Syari'ah), Kitab al-Ikhriyaratul 'Ilmiyah (Kitab aturan-aturan yuridis yang berdiri sendiri) dan Al-Hisbah fil Islam (Pengamat terhadap kesusilaan masyarakat dalam Islam)
Sebagai penganut aliran salaf, beliau hanya percaya pada syari'at dan aqidah serta dalil-dalilnya yang ditunjukkan oleh nash-nash. Karena nash tersebut merupakan wahyu yang berasal dari Allah Ta'ala. Aliran ini tak percaya pada metode logika rasional yang asing bagi Islam, karena metode semacam ini tidak terdapat pada masa sahabat maupun tabi'in. Baik dalam masalah Ushuludin, fiqih, Akhlaq dan lain-lain, selalu ia kembalikan pada Qur'an dan Hadits yang mutawatir. Bila hal itu tidak dijumpai maka ia bersandar pada pendapat para sahabat, meskipun ia seringkali memberikan dalil-dalilnya berdasarkan perkataan tabi'in dan atsar-atsar yang mereka riwayatkan.
Menurut Ibnu Taymiyyah, akal pikiran amatlah terbatas. Apalagi dalam menafsirkan Al-Qur'an maupun hadits. Ia meletakkan akal fikiran dibelakang nash-nash agama yang tak boleh berdiri sendiri. Akal tak berhak menafsirkan, menguraikan dan mentakwilkan qur'an, kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadits. Akal fikiran hanyalah saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Al-Qur'an.
Bagi beliau tak ada pertentangan antara cara memakai dalil naqli yang shahih dengan cara aqli yang sharih. Akal tidak berhak mengemukakan dalil sebelum didatangkan dalil naqli. Bila ada pertentangan antara aqal dan pendengaran (sam'i) maka harus didahulukan dalil qath'i, baik ia merupakan dalil qath'i maupun sam'i.
POLEMIK IBNU TAYMIYYAH
Pribadi Ibnu Taymiyyah memiliki banyak sisi. Sebuah peran yang sering terlihat adalah kegiatannya menentang segala bid'ah, khurafat dan pandangan-pandangan yang menurutnya sesat. Tak heran jika ia banyak mendapat tantangan dari para ulama.
"Sesungguhnya saya lihat ahli-ahli bid'ah, orang-orang yang besar diombang-ambingkan hawa nafsu seperti kaum mufalsafah (ahli filsafat), Bathiniyah (pengikut kebathinan), Mulahadah (mereka yang keras menentang Allah) dan orang-orang yang menyatakan diri dengan wihdatul wujud (bersatunya hamba dengan khaliq), Dahriyah (mereka yang menyatakan segalanya waktu yang menentukan), Qadhariyah (manusia berkehendak dan berkuasa atas segala kemauannya), Nashiriyah, Jamhiyah, Hulliyah, mu'thilah, Mujassamah, Musyibihah, Rawandiyah, Kilabiyah, Salimiyah dan lain-lain yang terdiri atas orang-orang yang tenggelam dalam kesesatan, dan mereka yang telah tertarik masuk kedalamnya penuh sesat.
Sebagian besar mereka bermaksud melenyapkan syari'at Muhammad yang suci, yang berada diatas segala agama. Para pemuka aliran sesat tersebut menyebabkan manusia berada dalam keraguan tentang dasar-dasar agama mereka. Sedikit sekali saya mendengan mereka menggunakan Al-qur'an dan hadits dengan sebenarnya. Mereka adalah orang-orang zindiq yang tak yakin dengan agama. Setelah saya melihat semua itu, jelaslah bagi saya bahwa wajib bagi setiap orang yang mampu untuk menentang kebathilan serta melemahkan hujjah-hujjah mereka, untuk mengerahkan tenaganya dalam menyingkap keburukkan-keburukkannya dan membatalkan dalil-dalilnya." Demikian diantara beberapa pendapatnya yang mendapat tantangan dari mereka yang merasa dipojokkan dan disalahkan.
Tahun 705 H, kemampuan dan keampuhan Ibnu Taymiyyah diuji. Para Qadhi berkumpul bersama sultan di istana. Setelah melalui perdebatan yang sengit antara mereka, akhirnya jelah bahwa Ibnu Taymiyyah memegang aqidah sunniyah salafiyah. Banyak diantara mereka menyadari akan kebenaran Ibnu Taymiyyah.
Namun, upaya pendeskriditan terhadap pribadi Ibnu Taymiyyah terus berlangsung. Dalam sebuah pertemuan di Kairo beliau dituduh meresahkan masyarakat melalui pendapat-pendapatnya yang kontroversial. Sang qadhi yang telah terkena hasutan memutuskan Ibnu Taymiyyah bersalah. Beliau diputuskan tinggal dalam penjara selama satu tahun beberapa bulan.
Dalam perjalanan hidupnya, ia tak hanya sekali merasakan kehidupan penjara. Tahun 726 H, berdasarkan fakta yang diputar balikkan, Sultan megeluarkan perintah penangkapannya. Mendengar ini ia berujar, "Saya menunggu hal itu. Disana ada masalah dan kebaikkan banyak sekali."
Kehidupan dalam penjara ia manfaatkan untuk membaca dan menulis. Tulisan-tulisannya tetap mengesankan kekuatan hujjah dan semangat serta pendapat beliau. Sikap itu malah mempersempit ruang gerak Ibnu Taymiyyah. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, semua buku, kertas, tinta dan pena-nya dirampas. Perampasan itu merupakan hantaman berat bagi Ibnu Taymiyyah. Setelah itu ia lebih banyak membaca ayat suci dan beribadah. Memperbanyak tahajjud hingga keyakinanya makin mantap.
Setelah menderita sakit selama dua puluh hari, beliau menghadap Rabbnya sesuai dengan cita-citanya: mati membela kebenaran dalam penjara.
Hari itu, tanggal 20 Dzulqaidah 728 H pasar-pasar di Damaskus sepi-sepi. Kehidupan berhenti sejenak. Para Emir, pemimpin, ulama dan fuqaha, tentara, laki-laki dan perempuan, anak-anak kecil semuanya keluar rumah. Semua manusia turun kejalan mengantar jenazahnya.

Biografi Hasan Al-Bashri

Lahir dan pertumbuhannya: 
Nama Hasan bin Yasar, maula (hamba yang dimerdekakan untuk laki-laki, untuk perempuan maulat) milik sahabat yang mulia Zaid bin Tsabit dan ibunya, Khairah maulat milik Ummu Salamah, istri Nabi saw.
Hasan lahir di Madinah, kira-kira tahun 30 H, dia tumbuh di rumah istri-istri Nabi, terutama rumah Umu Salamah. Dia terdidik di pangkuan Umu Salamah yang merupakan salah satu wanita Arab yang paling sempurna akal pikirannya, paling bijaksana, istri Nabi yang paling luas ilmuanya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari beliau. Juga termasuk hitungan wanita Arab yang tahu tulis baca di zaman Jahiliah. Hasan juga mendapatkan kehormatan dapat menyusu dari Umu Salamah pada saat ibunya pergi untuk suatu keperluan. Maksud Umu Salamah hanya untuk menghibur Hasan kecil yang sedang menangis karena lapar tetapi dengan kehendak Allah tetek beliau mengeluarkan susu. Demikianlah Hasan terus berpindah-pindah dari rumah Ibu kaum Mukminin yang satu ke rumah Ibu kaum Mukminin yang lain. Dari iklim yang bersih itu Hasan menghirup akhlak, agama dan ilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu:
Hasan berguru kepada sahabat-sahabat terkemuka di Mesjid Rasul saw. seperti; Usman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy‘ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Umar.
Lalu dia pindah ke Basrah bersama kedua orang tuanya. Basrah pada saat itu adalah salah satu pusat keilmuan terbesar. Mesjidnya selalu ramai dengan para sahabat yang datang silih berganti, terutama Abdullah bin Abbas yang selalu disertai oleh Hasan Al-Bashri. Dari sahabat inilah dia belajar tafsir, hadis dan ilmu membaca Alquran. Dari sahabat lain Hasan belajar fikih, sastra dan bahasa, hingga menjadi orang yang ilmunya paling banyak pada zamannya.
Akhirnya banyak orang yang mendatangi majlis pengajian Hasan yang menjadi banyak dicintai orang dan namanya terkenal ke mana-mana.
Pujian ulama kepada dirinya:
Salah seorang sahabat dekatnya, Khalid bin Shafwan mengatakan, “Dia adalah orang yang batinnya sama dengan lahirnya dan perkataannya sama dengan perbuatannya. Apabila berpesan untuk melakukan kebaikan dia adalah orang yang paling banyak melakukannya dan apabila melarang dari keburukan dia adalah orang yang paling banyak meninggalkannya. Saya benar-benar telah mendapatkannya sebagai orang yang tidak membutuhkan orang lain di saat orang lain sangat membutuhkan dirinya.”
Maslamah bin Abdul Malik juga mengatakan tentang dirinya, “Bagaimana bisa tersesat suatu kaum padahal di dalamnya ada Hasan Al-Bashri?”
Nasehatnya kepada para penguasa:
Dia tidak pernah meninggalkan memberikan nasehat kepada para penguasa apabila hal itu dia anggap benar, meskipun keras. Sampai pada saat dimintai pendapat oleh Umar bin Hubairah tentang perintah yang diberikan oleh khalifah Yazid bin Abdul Malik yang menurtnya tidak tepat, “Ibn Hubairah! Takutlah kepada Allah dalam melaksanakan perintah Yazid dan jangan takut kepada Yazid dalam melaksanakan perintah Allah. Ketahuilah bahwa Allah swt. pasti melindungimu dari Yazid, sedang Yazid tidak mampu melindungimu dari Allah. Ibn Hubairah, sebentar lagi akan datang kepadamu seorang malaikat yang kejam dan tidak pernah melanggar perintah Allah, untuk memindahkanmu dari dipan dan istana yang luas ini ke kuburan sempit yang tidak engkau temukan Yazid di sana. Sebaliknya engkau akan menemukan amal perbuatanmu yang melanggar perintah Tuhan Yazid. Ibn Hubairah! Jika engkau bersama Allah dan taat kepada-Nya, akan selamat dari musibah Ibn Abdul Malik di dunia dan akhirat. Tetapi jika bersama Yazid dalam melakukan maksiat kepada Allah, Allah akan menyerahkan dirimu kepada Yazid. Ketahuilah wahai Ibn Hubairah! Bahwa seorang makhluk siapapun orangnya tidak boleh ditaati jika dia melanggar perintah Allah.” Ibn Hubairah lalu menangis hingga air matanya membasahi janggutnya.
Pesan-pesannya:
Pesan-pesan Hasan Al-Bashri menggetarkan hati, menggugah orang-orang yang lalai dan membuat air mata pendengarnya bercucuran. Dia pernah mengatakan, “Permisalan antara dunia dan akhirat adalah bagaikan timur dan barat. Apabila engkau bertambah dekat ke salah satu dua arah itu, berarti anda telah bertambah jauh dari akhirat. Dunia adalah kampung, permulaannya susah payah dan akhirnya kebinasaan. Dalam barang halalnya perhitungan, dan dalam barang haramnya siksaan. Barangsiapa merasa cukup dengannya, dia telah tertipu, barang siapa membutuhkannya, dia bersedih.”
Wafatnya: 
Hasan Al-Basri wafat pada tahun 110 H. Ketika itu penduduk Bashrah berbondong-bondong mengantar jenazahnya pada hari Jumat, awal Rajab. Semoga Allah memberinya kasih sayang yang luas.

Hasan Al-Bashri dan seorang gadis kecil

Sore itu Hasan al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Rupanya ia sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat jenazah dengan iring-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak. Rambutnya tampak kusut dan terurai, tak beraturan.
Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari rumahnya dan turut dalam iring-iringan. Ia berjalan di belakang gadis kecil itu.
Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-kata yang menggambarkan kesedihan hatinya.
"Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini."
Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, "Ayahmu juga sebelumnya tak mengalami peristiwa seperti ini."
Keesokan harinya, usai salat subuh, ketika matahari menampakkan dirinya di ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk di teras rumahnya. Sejurus kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makan ayahnya. "Gadis kecil yang bijak," gumam Al-Bashri.
"Aku akan ikuti gadis kecil itu."
Gadis kecil itu tiba di makan ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik pohon, mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di pinggir gundukan tanah makam. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan tanah itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali oleh Al-Bashri.
"Ayah, bagaimana keadaanmu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur? Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu? Kemarin masih kubentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah? Kemarin malam aku masih memijat kaki dan tanganmu, siapa yang memijatmu semalam, Ayah?
Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu minum tadi malam? Kemarin malam aku membalikkan badanmu dari sisi yang satu ke sisi yang lain agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah?"
"Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapakah yang menyelimuti engkau semalam, ayah? Ayah, kemarin malam kuperhatikan wajahmu, siapakah yang memperhatikan tadi malam Ayah? Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut penggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam Ayah? Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang
menyuapimu semalam, Ayah? kemarin malam aku memasakkan aneka macam makanan untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu?"
Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan al-Bashri tak tahan menahan tangisnya. Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut kata-kata gadis kecil itu.
"Hai, gadis kecil! jangan berkata seperti itu. Tetapi, ucapkanlah, "Ayah, kuhadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah? Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan kain kafan itu, atau telah tercabik-cabik, Ayah? Kuletakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh, apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, Ayah?"
"Ulama mengatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang menjawab dan ada juga yang tidak menjawab. Bagaimana dengan engkau, Ayah? Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah? Ataukah, engkau tidak berdaya?"
"Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan kain kafan dari sorga atau dari neraka. Engkau mendapat kain kafan dari mana, Ayah?"
"Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga atau jurang menuju neraka. Kubur kadang membelai orang mati seperti kasih ibu, atau terkadang menghimpitnya sebagai tulang-belulang berserakan. Apakah engkau dibelai atau dimarahi, Ayah?"
"Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah karena amal baikmu yang sedikit, Ayah?"
"Jika kupanggil, engkau selalu menyahut. Kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu, lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah?"
"Ayah, engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah Kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti."
Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya berkata, "Betapa indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah kuterima. Engkau ingatkan aku dari lelap lalai."
Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka pulang sembari berderai tangis.

Hamzah Bin Abdul Mutholib

Pernah mendengar sahabat yang dibunuh dan dimakan hatinya oleh seorang perempuan? Beliaulah Hamzah bin Abdul muthalib paman nabi Muhammad.
Sangat panjang perjalanan Hamzah hingga gugur di medan uhud. Tentunya menarik kisah hidup beliau, namun bagaimana mula beliau masuk Islam.
Pada suatu hari Abu Jahal berjalan melewati Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di sebuah tempat yaitu Safa. Seperti kebiasaannya ia pun mengganggu Rasulullah, mencaci, memaki dan melampiaskan dendamnya karena dianggap menghina agamanya. Rasulullah tidak menanggapi ucapan Abu Jahl. Pelecehan yang dilakukan oleh Abu Jahl terdengar oleh seorang wanita budak Jud'an bin Amir. Selesai mengumpat, abu Jahl pun pergi ke balai pertemuan orang-orang Qurays yang ada di sebelah Ka'bah. Duduklah ia bersama para pembesar Qurays.
Tidak lama berselang, Hamzah bin Abdul Muthalib datang sambil menghunus pedangnya menuju ke arah Ka'bah. Ini kebiasaannya apabila sehabis berburu, karena memang berburu merupakan kegemarannya. Selepas berburu, ia biasanya tak langsung pulang ke rumah namun terlebih dulu thawaaf di Baitullah. Hari-hari sebelumnya pabila telah selesai melakukan thawaf dan melewati balai pertemuan orang Qurays maka ia mengucapkan salam dan ngobrol bersama mereka. Memang Hamzah adalah anak muda yang disegani di kalangan orang Qurays. Ketika Hamzah berjalan menuju Ka'bah dan melintasi seorang budak wanita Jud'an maka budak itu berkata mengadu: "Wahai Abu Umarah (sebutan bagi Hamzah), seandainya saja engkau tadi melihat apa yang diperbuat oleh Abul hakam (sebutan Abu Jahal) terhadap keponakanmu Muhammad! Abu Jahl bertemu beliau di Shafa kemudian ia mengganggu, mencaci makinya dan melakukan hal-hal yang tidak beliau sukai. Setelah itu ia pergi dan Muhammad tidak menyahuti omongannya sedikit pun".
Hamzah mendengar laporan budak wanita tadi marah terhadap Abu Jahl. Ia pun segera pergi mencari Abu Jahl tanpa menggubris orang-orang lain. Ia berniatan bila bertemu dengan Abu Jahal akan mehajar dan memberinya pelajaran.
Ketika Hamzah masuk masjid, ia melihat Abu Jahl sedang duduk bersama orang-orang Qurays. Hamzah pun berjalan ke arahnya. Ketika ia telah berada di depannya, ia mengangkat pedangnya kemudian menghajar Abu Jahal hingga mengalami luka parah. Ia berkata: "Apakah Engkau mencaci maki keponakanku padahal aku seagama dengannya, dan aku berkata seperti yang ia katakan? Silakan balas jika engkau sanggup!
Melihat kondisi ini beberapa orang dari bani Makhzum mendekat kepada Hamzah untuk menolong Abu jahal. Namun Abu Jahal berkata: " biarkanlah Abu Umarah." Demi Allah, aku telah menghina keponakannya dengan penghinaan yang buruk."
Perbuatan yang dilakukan Hamzah ini sekaligus sebagai pernyataan tentang masuk Islamnya beliau dan mengikuti Rasulullah.
Masuknya Hamzah ke dalam Islam ini menyadarkan orang Qurays bahwa Rasulullah Muhammad telah kuat, terjaga, dan Hamzah akan melindunginya. Oleh sebab itu maka orang Qurays pun mulai mengurangi gangguannya kepada Rasullullah.


Hakim Bin Hazam

Hari itu Ka'bah dibuka untuk umum sesuai ketentuan. Serombongan ibu-ibu masuk ke dalam Ka'bah untuk melihat-lihat tempat suci itu. Di antara rombongan itu ada seorang ibu yang tengah hamil tua. Ia amat gembira bisa mengunjungi bangunan yang dimuliakan itu. Beberapa saat setelah berjalan-jalan, tiba-tiba perut si ibu terasa mules hendak melahirkan. Ia tak sanggup lagi berjalan keluar Ka'bah. Diberikannya tikar kulit kepadanya, maka lahirlah bayi itu.
Bayi itu diberi nama Hakim, lengkapnya Hakim bin Hazam bin Khuwailid. Hazam adalah kakak laki-laki Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid.
Hakim kecil dibesarkan dalam lingkungan keluarga bangsawan. Karenanya tak heran kalau Hakim kemudian tumbuh menjadi anak yang pandai. Setelah menginjak dewasa, Hakim diangkat menjadi kepala suku dan diserahi tugas mengurus rifadah (lembaga yang memberi bantuan kepada jama'ah haji yang kehabisan bekal) di masa jahiliyah. Tak jarang Hakim harus mengeluarkan uang dari koceknya sendiri untuk urusan yang satu ini.
Hakim juga dikenal ramah. Dia dekat dengan siapa saja, termasuk dengan Rasulullah Saw., meski usianya lebih tua lima tahun. Hubungan itu makin dekat, ketika Rasulullah menikahi bibinya, Khadijah binti Khuwailid.
Meski hubungan Hakim dengan Rasulullah begitu dekat, tapi Hakim tidak juga tergerak masuk Islam. Ia masuk Islam setelah penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah), kira-kira 20 tahun setelah Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul. Itulah takdir Allah. Bukan hanya Hakim yang heran terhadap nasib dirinya, Rasulullah Saw. pun heran dengan keterlambatan Hakim masuk Islam.
Setelah menjadi muslim dan merasakan nikmatnya iman, Hakim merasa menyesal karena sebagian besar umurnya dihabiskan dalam kemusyrikan dan mendustakan Nabi Saw. Salah seorang putranya pernah melihat Hakim menangis. Ketika ditanya, apa yang menyebabkannya menangis?, Hakim menjawab, banyak sekali penyebabnya. Ia pun menjelaskan kepada anaknya.
"Pertama, keterlambatan masuk Islam menyebabkan aku tertinggal merebut banyak kebajikan. Seandainya saat ini aku menafkahkan emas sepenuh bumi, pahalanya belum sebanding dengan kebajikan yang mungkin aku peroleh dengan Islam.
Kedua, sesungguhnya Allah telah menyelamatkn dalam perang Badar dan Uhud. Waktu itu aku berjanji dalam hati tak kan lagi membantu kaum Quraisy memerangi Muhammad, dan tidak akan keluar dari kota Mekkah. Tapi, aku senantiasa ditarik-tarik kaum Quraisy untum membantu mereka.
Ketiga, setiap aku mau masuk Islam, aku lihat pemimpin-pemimpin Quraisy yang lebih tua tetap berpegang pada kebiasaan-kebiasaan jahiliyah. Lalu aku ikuti mereka secara membabi-buta. Kini aku menyesal, mengapa aku tidak masuk Islam sejak dulu. Itulah yang menyebabkan aku menangis."
Hakim bin Hazam tidak menyia-nyiakan sisa umurnya untuk beribadah kepada Allah. Ia dermakan hartanya untuk fi sabilillah. Pernah pada suatu musim haji, Hakim membawa seratus ekor unta lalu disembelihnya sebagaaai kurban untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Pada musim haji berikutnya, Hakim membawa seratus hamba sahaya (budak). Di masing-masing leher budak itu tergantung kalung perak yang bertuliskan "bebas karena Allah 'Azza wa Jalla, dari Hakiam bin Hazam". Setelah menunaikan ibadah haji, budak-budak itu dibebaskan.
Selesai perang Hunain, Hakim bin Hazam meminta harta rampasan kepada Rasulullah. Rasulullah memberinya. Hakim minta lagi dan diberi lagi oleh Rasulullah. Setelah dikumpulkan jumlahnya setara dengan 100 ekor unta. Melihat hal itu, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya harta itu manis. Siapa yang mengambilnya dengan rasa syukur dan rasa cukup, dia akan diberi barakah dengan harta itu. Dan siapa yang mengambilnya dengan nafsu serakah, dia tidak amendapat barakah. Bahkan dia seperti orang makan yang tak pernah kenyang. Tangan di atas (memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (meminta)."
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Hakim bin Hazam bersumpah, "Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutus engkau dengan agama yang hak, aku berjanji tidak akan meminta-minta apapun kepada siapa saja sesudah ini. Dan aku berjanji tidak akan mengambil sesuatu dari orang lain sampai aku berpisah dengan dunia."
Sumpah itu dipenuhi Hakim. Pada masa Abu Bakar, Hakim menolak mengambil gajinya dari baitul maal. Begitupun pada masa Umar bin Khattab. Sikap ini tetap dipegang teguh hingga ia menemui Rabbnya.

Fatimah Binti Muhammad SAW

Fatimah adalah "ibu dari ayahnya." Dia adalah puteri yang mulia dari dua pihak, yaitu puteri pemimpin para makhluq Rasulullah SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin abdul Muththalib bin Hasyim. Dia juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan nasab.
Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi' dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :"Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku." [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]
Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil'aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata :"Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya berkata: "Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya." ["Siyar A'laamin Nubala', juz 2, halaman 88]
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: "Datang Fatimah kepada Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : "Ucapkanlah :"Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkau-lah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawah-Mu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan." (HR. Tirmidzi)
Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya dengan air, sehingga darah semakin banyak yang keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar." (HR. Syaikha dan Tirmidzi) Dalam kancah pertarungan yang dialami ut kita, tampaklah peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini.
Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra', puteri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman-tikaman tombak dan pukulan-pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit. Inilah gambaran lain dari pute sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepadada para pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat dipenuhi.
Ali r.a. berkata :"Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari. Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu." Ketika Rasulullah SAW menikahkannya (Fatimah), belmengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi. Fatimah menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra', ibu kedua cucu Rasulullah SAW :Al-Hasan dan Al-Husein.
Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, "ibu ayahnya, Muhammad", Al-
Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra' (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah' r.a. dia berkata :
"Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya
berkata :"Selamat datang, puteriku." Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata kepada Fatimah :Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!" Ketika Nabi SAW pergi, aku bertanya kepadanya :"Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu ?" Fatimah menjawab :"Aku tidak akan menyiarkan rahasia Rasul Allah SAW." Aisyah berkata :"Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya :"Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?" Fatimah pun menjawab :"Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa
bacaannya terhadap Al Qur'an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memerika bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahului-
mu." Fatimah berkata :"Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata :"Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu'min atau ummat ini ?" Fatimah berkata :"Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat."
Inilah dia, Fatimah Az-Zahra'. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingg berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingg berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia berkata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim :"Bantulah pekerjaan puteri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia akan mencupimu bekerja di dalam rumah :yaitu membuat adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum."
Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, "Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya." Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya :"Apa sebabnya engkau datang, wahai anakku ?" Fatimah menjawab :"Aku datang
untuk memberi salam kepadamu." Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya : "Apakah keperluanmu ?" Fatimah diam.
Ali r.a. lalu berkata :"Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya."
Kemudian Nabi SAW bersabda :"Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka."
Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menuti kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda :"Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada
apa yang kalian minta dariku ?" Keduanya menjawab :"Iya." Nabi SAW bersabda:
"Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali."
Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan :"Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali."
Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata : "Aduh, susahnya Ayah !" Nabi SAW menjawab :"Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari ini." Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata :"Wahai, Ayah, dia telah memenuhi panggilang Tuhannya. Wahai, Ayah, di surfa Firdaus tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya."
Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Ibnul Jauzi berkata :"Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain Fatimah."
Fatimah pernah mengeluh kepada Asma' binti Umais tentang tubuh yang kurus. Dia berkata :"Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?" Asma' menjawab :"Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan." Maka Fatimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda itu, maka dia berkata :"Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi aurat kalian." [Imam Adz-Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin Nubala'. Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said ...dari Ummi Ja'far]
Ibnu Abdil Barr berkata :"Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam." Dia dimandikan oleh Ali dan Asma', sedang Asma' tidak mengizinkan seorang pun masuk. Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata :
"Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu tidak kekal."
Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah 'ibu dari ayahnya', orang yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fatimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya.
Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan-akan kulihat Az-Zahra' a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra', puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu'minin r.a. dan mengangkut air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum Mu'minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.
Semoga kita semua, kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia tersebut.
Amiin yaa Robbal'aalamiin.

Fatimah Putri Kesayangan Rosul

Pada suatu hari di Madinah, ketika Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat, tiba-tiba anaknya tercinta Fatimah, yang telah menikah dengan Ali prajurit umat Islam yang terkenal datang pada Nabi. Dia meminta dengan sangat kepada ayahnya untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang ceking dan kesehatannya yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jau h letaknya, di samping juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi tampak terharu mendengar permohonan si anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Tetapi dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang anak dengan sinis, "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka ya ng terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa. Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat pahalanya di akhirat nanti." Anak itu mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Nabi, dan selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelayan selama hidupnya.
Fatima Az-Zahra si cantik dilahirkan delapan tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi yang pertama. Fatima ialah anak yang ke empat, sedang yang lainnya: Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum.
Fatimah dibesarkan di bawah asuhan ayahnya, guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak-anak lainnya, Fatima mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai yang agak melankolis. Badannya yang lemah, dan kesahatannya yang buruk menyebabkan ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi ayahnya yag agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar.
Fatimah, yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling disayangi ayahnya dan sangat berbakti terhadap Nabi setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian, dialah yang sangat besar jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.
Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatimah. Suatu saat Beliau berkata, "O... Fatima, Allah tidak suka orang yang membuat kamu tidak senang, dan Allah akan senang kepada orang yang kau senangi."
Juga Nabi dikabarkan telah berucap: "Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga."
Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada Fatimah, kecuali kepribadian ayahnya."
Atas suatu pertanyaan, Aisyah menjawab, "Fatimahlah yang paling disayang oleh Nabi."
Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah denga Fatimah, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh keberanian, kesalehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk dapat meminang Fatimah. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatimah, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) miliknya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan, dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara yang amat sederhana. Agaknya, maksud utama yang mendasari perayaan it u dengan kesederhanaa, ialah untuk mencontohkan kepada para Musllim dan Musllimah perlunya merayakan pernikahan tanpa jor-joran dan serba pamer.
Fatima hampir berumur delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu, ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung.
Kepada putrinya Nabi berkata, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Kehidupan perkawinan Fatimah berjalan lancar dalam bentuknya yang sangat sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatimah di rumah melaksanakan tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari sumur. Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai, meskipun mereka sendiri masih lapar.
Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan sejarah manusia, Fatima Zahrah terkenal karena kemurahan hatinya.
Pada suatu waktu, seorang dari suku Bani Salim yang terkenal kamipun dalam praktek sihir datang kepada Nabi, melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab dengan lemah-lembut. Ahli sihir itu begitu heran menghadapi sikap luar biasa ini, hingga ia memeluk agama Islam. Nabi lalu bertanya: "Apakah Anda berbekal makanan?" Jawab orang itu: "Tidak." Maka, Nabi menanyai Muslimin yang hadir di situ: "Adakah orang yang mau menghadiahkan seekor unta tamu kita ini?" Mu'ad ibn Ibad menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan melanjutkan: "Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain u ntuk penutup kepala saudara seagama Islam?" Kepala orang itu tidak memaki tutup sama sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di a tas kepala orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena dia lapar.
Salman membawa orang yang baru masuk Islam itu mengunjungi beberapa rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya makan, kearna waktu itu bukan waktu orang makan.
Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang."
Fatimah lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Slaman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
Salman balik ke rumah Fatima dengan membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung itu, dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan beberapa buah buat roti intuk anak-anaknya yang kelaparan, tapi dijawab bahwa dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain kerudungnya untuk kepentinga Allah.
Fatimah dianugerahi lima orang anak, tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum. Hasan lahir pada tahun kegia dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatimah merawat luka Nabi sepulangnya dari Perang Uhud. Fatima juga ikut bersama Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Waqad, apda akhir tahun 11 Hijrah.
Dalam perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatimah tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke kuping Fatimah yang membuat Fatimah menangis, dan kemudian Nabi membisikkan sesuatu lagi yang membuat Fatimah tersenyum. Setelah nabi wafat, Fatimah menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Ayahnya membisikkan berita kematianya, itulah yang menyebabkan Fatimah menangis, tapi waktu Nabi mengatakan bahwa Fatimalah orang pertama yang akan berkumpul dengannya di alam baka, maka Fatimah menjadi bahagia.
Tidak lama setelah Nabi wafat, Fatimah meninggal dunia, dalam tahun itu juga, enam bulan setelah nabi wafat. Waktu itu Fatimah berumur 28 tahun dan dimakamkan oleh Ali di Jaatul Baqih (Madinah), diantar dengan dukacita masyarakat luas.
Fatimah telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusa yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatima akan menjadi "Ratu segenap wanita yang berada di Surga."