Monday, September 18, 2017

Ar-Razi

Bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. (251-313 H/ 865–936 M)
Lahir di kota Ray di kawasan Khurasan (sebelah timur kota Taheran sekarang). Pada awal hidupnya, dia banyak memperhatikan studi filsafat, bahasa dan matematika. Pada usianya yang ke tiga puluh tahun dia pindah ke kota Bagdad dan mulai giat mempelajari ilmu kedokteran. Tidak lama setelah itu dia pulang lagi ke Ray dan menduduki jabatan kepala dokter di rumah sakit kerajaan bernama ‘Adhadiah di kota Bagdad. Namanya semakin terkenal luas di seluruh negeri. Beliau berhasil menenemukan beberapa penemuan ilmiah di bidang kedokteran dan kimia, di antaranya:
Pembuatan benang operasi dari usus kucing
Yang pertama-tama menyembuhkan luka dengan jahit
Yang pertama kali membedakan antara penyakit cacar dengan cacar air
Membuat salep dari air raksa
Mengobati TBC dengan susu dicampur gula
Yang pertama-tama memisahkan farmasi dari kedokteran
Yang pertama kali menjadikan ilmu kimia sebagai pembantu ilmu kedokteran
Perintis farmasi kimia, hasilnya:
Yang pertama kali menghasilkan alkohol dari perasan zat-zat yang mengandung gula
Yang pertama kali menghasilkan zat asam belerang dengan mengkristalkan belerang besi.
 Di hari-hari senjanya, Ar-Razi kehilangan daya penglihatan karena terlalu banyak membaca pada waktu malam.
Ada cerita menarik tentang dirinya. Pada suatu hari seorang dokter datang untuk mengobati matanya. Sebelum memulai ditanya oleh Ar-Razi tentang jumlah jaringan mata. Seketika itu dokter tersebut gemetar dan diam tidak bisa menjawab, maka Ar-Razi pun menyela, “Barang siapa yang tidak bisa menjawab pertanyaan ini, tidak sepantasnya memegang peralatan dan memain-mainkannya di mata saya.”
Ar-Razi meninggalkan banyak karangan dalam berbagai disiplin ilmu. Jumlahnya mencapai 230 judul.
Bukunya yang paling terkenal adalah: Al-Hawi dalam kedokteran, Al-Mansuri dalam kedokteran, Al-Judari dan Hashbah (cacar dan cacar air), Bar’u Sa‘ah (sembuh seketika), Sirrul Asrar (rahasia dari rahasia) dalam kimia, dan Tadbir (pengaturan) juga dalam kimia.
Pesan-pesannya:
“Obatilah penyakit pada saat muncul gejala awalnya dengan sesuatu yang tidak menghilangkan energi pasien. Hal ini disepakati oleh para dokter, telah terbukti secara empiris dan agar berada di depanmu!”
“Apabila seorang dokter mampu mengobati dengan makanan tanpa obat, maka hal itu sejalan dengan prinsip kebahagiaan.”
“Sebaiknya seorang pasien hanya berobat kepada satu orang dokter saja. Kemungkinan kelirunya akan lebih kecil.”
“Umur tidak cukup untuk mengetahui khasiat setiap tumbuhan yang yang ada di muka bumi. Dari itu pilihlah yang sudah terkenal. Hal inipun telah disepakati oleh para dokter dan terbukti secara empiris!”
“Kebenaran dalam kedokteran adalah suatu tujuan yang tidak mungkin dicapai, mengobati dengan hanya bersandarkan kepada buku tanpa kemahiran seorang ahli adalah tindakan yang berbahaya.”

Model Pembelajaran Numbers Door

Adalah model pembelajaran menghitung secara berurutan mulai dari angka yang terkecil ampai kepada angka yang ditentukan oleh si pemateri

Langkah-langkah
1. Si pemateri menunjuk salah satu peserta untuk menghitung sampai tujuh, ketika hitungan ketujuh, peserta mengatakan door. Artinya angka tujuh digantikan oleh kata door
2. Begitu seterusnya hingga kembali ke angka satu atau bisa juga lanjut dan berlaku dalam kelipatan angka tujuh
3. Si pemateri boleh menunjuk peserta secara acak untu meningkatkan konsentrasi peserta
4. Peserta harus menjawab dengan cepat, jia salah akan mendapat tugas menghibur teman lainnya

Friday, September 8, 2017

Model Pembelajaran Pagi, Siang ,dan Malam

Adalah menyabutkan waktu pagi siang dan malam kepada peserta dengan acak atau bisa juga diselingi dengan cerita

Langkah-langkah
1.Si pemateri menyebutkan waktu pagi, siang dan malam kepada peserta sambil menunjuk
   mereka satu persatu
2.Bagi siswa yang terkena tunjuk supaya menepuk tangan, apabila :
  Pagi : tepuk tangan 3 kali
  Siang : tepuk tangan 2 kali
  Malam : tepuk tangan 1 kali
3.Si pemateri boleh menyebutkan waktu secara berturut-turut atau acak
4.Semua peserta akan bertepuk tangan, jika tidak akan diberi sangsi

Model Pembelajaran Martabak

Adalah memberikan pertanyaan tebak-tebakan kepada peserta didik disaat siswa sudah lelah dan cape ketika pelajaran berlangsung

Langkah-langkah :
1.Si pemateri memberikan pertanyaan di luar nalar logika
2.Bisa bertukar pertanyaan dan jawaban oleh peserta lainnya
3.Siapa yang menjawab dan mempunyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dialah
   pemenangnya

Monday, September 4, 2017

Aminah Binti Wahab

Kurun kurang lebih 650 tahun kemudian, di bumi Hijaz muncul rangkaian wanita mulia selanjutnya, yakni ibunda Muhammad Rasulullah Saw, Siti Aminah binti Wahb. Ia adalah wanita suci yang berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya. Keterangan mengenahi hal ini dapat disimak dalam hadits Nabi sebagai beriut, "Dan selanjutnya Allah memindahkan aku dari tulang sulbi yang baik ke dalam rahim yang suci, jernih dan terpelihara. Tiap tulang sulbi itu bercabang menjadi dua. Aku berada dalam yang terbaik dari keduanya itu." (hadits syarif). Menurut Al Hamid Al-Hamidi dalam Baitun Nubuwwah-nya mengatakan, makna umum dari hadits tersebut ialah bahwa dari silsilah pihak ayah, Rasulullah saw berasal dari keturunan yang suci dan bersih dari perbuatan tercela. Demikian pula dilihat dari silsilah ibunya, beliaupun berasal dari keturunan yang tidak pernah ternoda kehormatannya. Aminah binti Wahb lahir dari silsilah tua pasangan suami istri bernama Wahb dan Barrah. Yang satu berasal dari Bani Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab dan yang lain berasal dari bani Abdul Manaf bin Quraisy bin Kilab. Jadi, pada Kilab-lah akar silsilah ayah dan ibu Aminah binti Wahb. Suami Aminah binti Wahb, Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pria dari Quraisy yang berbudi luhur. Ayah Abdullah, Abdul Muthalib adalah pria yang disegani. Bahkan kedudukannya sangat dihormati dan dicintai oleh semua penduduk Makkah, baik yang berasal dari kabilah Quraisy maupun dari kabilah lain. Beberapa minggu setelah pernikahan Aminah dengan Abdullah, pada suatu malam ia bermimpi ada cahaya yang menerangi dirinya. Sungguh terangnya cahaya itu, hingga seolah-olah Aminah dapat melihat istana-istana di Bushara dan di negeri Syam. Tidak berapa lama sesudah itu, ia mendengar suara yang berkata. "Engkau telah hamil dan akan melahirkan seorang termulia di kalangan ummat ini." Dengan gembira Aminah menceritakan mimpinya itu kepada suaminya. Betapa gembiranya Abdullah mendengar kabar tersebut. Akan tetapi rasa gembira itu hanya berlangsung sejenak, yang disusul dengan kesedihan, karena ia harus bergabung dengan kafilah dagang Quraisy. Tidak diketahui entah untuk berapa lama perpisahan itu harus terjadi. Bahkan ketika sebulan sudah berlalu Abdullah belum juga pulang. Hari berganti hari dan minggu berganti bulan, Aminah tetap tinggal di rumah, bahkan lebih sering di tempat tidur. Satu-satunya yang menghibur adalah keluarga Abdul Muthalib yang bertutur kata manis dan meriangkan. Sebagaimana lazimnya wanita yag mengandung, Aminah juga mengidam. Namun keidaman yang dirasakannya itu tidak seberat yang dirasakan wanita lain. Dengan kehamilannya itu Aminah makin merindukan suaminya yang sedang bepergian jauh. Pada suatu pagi, rombongan kafilah berjalan memasuki kota Makkah. Betapa senangnya Aminah karena beberapa saat lagi ia akan bertemu kembali dengan suami terkasihnya. Tapi hingga rombongan terakhir ia tidak mendapati Abdullah. Setengah berputus ada, ia masuk ke dalam kamar dan berbaring. Baru beberapa saat ia merebahkan diri, tiba-tiba ia mendengar suara pintu diketuk orang. Adakah yang datang suaminya? Ia pun segera bangun membuka pintu, ternyata yang datang bukan Abdullah, melainkan mertuanya, Abdul Muthalib bin Hasyim, ditemani ayahnya sendiri, Wahb, dan beberapa orang dari bani Hasyim. Dengan penuh perhatian Aminah mendengarkan kata-kata ayahnya. "Aminah, tabahkan hatimu menghadapi soal-soal yang mencemaskan. Kafilah yang kita nantikan kedatangannya telah tiba kembali di Makkah. Ketika kami tanyakan kepada mereka tentang keberadaan suamimu, mereka memberitahu, bahwa suamimu mendadak sakit dalam perjalanan pulang. Setelah sembuh ia akan segera kembali dengan selamat..." hiburnya. Dua bulan Aminah menunggu, diutuslah Al-Harits oleh Abdul Muthalib untuk menyusul Abdullah ke Yatsrib (Madinah) yang sedang sakit. Akan tetapi kedatangan Al-Harits dari Yatsrib (Madinah) disambut duka cita yang mendalam setelah mengabarkan, bahwa Abdullah telah wafat, di tengah kaum kerabatnya, Bani Makhzum. Betapa hancur hati Aminah mendengar berita yang sangat menyedihkan itu. Dua bulan ia menunggu kedatangan suaminya yang meninggalkan rumah dalam keadaan pengantin baru, tetapi yang datang bukan Abdullah, melainkan berita wafatnya. Akan tetapi akhirnya Aminah menyadari setelah ia memahami hikmah kejadian yang memilukan itu. Pada waktu masih jejaka, Abdullah nyaris dikorbankan nyawanya untuk memenuhi nadzar ayahnya, Abdul Muthalib. Ia selamat berkat perubahan sikap ayahnya yang bersedia menebus nadzarnya dengan menyembelih seratus ekor unta. Tampaknya Allah memberi kesempatan hidup sementara kepada Abdullah hingga ia meninggalkan janin dalam kandungan istrinya. Beberapa minggu menjelang kelahiran Muhammad, kota Makkah akan diserbu oleh Abrahah, penguasa dari Yaman yang akan menghancurkan Ka'bah. Akan tetapi sebagaimana diketahui, sebelum niatnya terwujud, Abrahah beserta beserta seluruh bala tentaranya dihancurkan oleh Allah swt. Aminah melahirkan puteranya menjelang fajar hari Senin bulan Rabi'ul Awwal tahun Gajah. Saat itu ia berada seorang diri di dalam rumah, hanya ditemani seorang pembantunya, Barakah Ummu Aiman. Karena kondisi kesehatnnya yang memburuk, Aminah tidak dapat mengeluarkan air susu. Penyusuan bayi yang oleh kakeknya diberi nama Muhammad diserahkan kepada Tsuaibah Al-Aslamiyah. Selanjutnya penyusuan berpindah kepada Halimah as- Sa'diyah, seorang wanita yang berasal dari Bani Sa'ad bin Bakr. Setelah mencapai usia lima tahun Muhammad dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Pada kesempatan itu Aminah bermaksud mengajak buah hatinya berziarah ke makam ayahnya, Abdullah. Akan tetapi sungguh malang, dalam perjalanan pulang dari Madinah ke Makkah, bunda Muhammad saw, ini wafat di sebuah pedusunan bernama Abwa, terletak di antara Madinah dan Makkah. Selamat jalan ibu dari manusia termulia Muhammad saw.

Al-Imam Ibnu Al-Jauzi



Nasabnya:
Beliau adalah Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Ja'far Al-Jauzi: Abu Al-Farj, Al-Quraisy At-Taimiy Al-Bahiriy. Nasabnya bersambung dengan Abubakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Kelahirannya:
Beliau dikenal juga dengan sebutan Al-Baghdadi karena beliau dilahirkan dan tinggal di sana. (508 - 597 H / 1114 - 1201 M)
Pertumbuhannya:
Ibnu Al-Jauzi dibesarkan di Baghdad, beliau menuntut ilmu sejak kecil dan sejak itu pula beliau telah hafal Al-Qur'an dan mempelajari hadits dari Abu Al-Fadhl Ibnu Nashir Al-Hanbali, seorang hafidz yang kuat. Beliau menimba berbagai macam ilmu yang cukup banyak dari Nashiruddin Az-Zaghuni Al-Hanbali khususnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits, fiqh dan ilmu pendidikan.
Beliau seringkali mengadakan safar dalam rangka menuntut ilmu, membaca buku-buku fiqh dan masalah-masalah khilafiyah, serta buku yang berkaitan dengan dasar-dasar ilmu fiqh yang dikarang oleh Abubakar Ad-Daenuri dan Al-Qodhi Abu Yu'laa Al-Fara' dan masih banyak lagi yang lain sampai beliau menetap di Baghdad. Waktu muda beliau terkenal sebagai pengembara guna menuntut ilmu. Sejak itu pula beliau meninggalkan senda gurau dan permainan. Di samping itu beliau terkenal pula sebagai orang yang kritis dan cepat dewasa.
Al-Hafidz Ibnu Al-Jauzi pada masanya terkenal sebagai tokoh ilmu. Beliau banyak menerjuni bidang pendidikan dan karang-mengarang. Beliau terkenal lantaran majlis nasehatnya dan karena gaya bicara beliau yang bagus dalam majelis tersebut, beliau tergolong sebagai tokoh dalam bidang ini. Kemudian tersebarlah kabar ini hingga tenarlah nama baik beliau. Peserta majelisnya beribu-ribu sehingga beliau tidak mampu menyampaikan pesan-pesannya kepada mereka kecuali dengan mengangkat beberapa mubaligh.
Beliau mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Al-Abasyi (yang menjabat sebagai khalifah pada tahun 566-575 H) dan dengan khalifah An-Nashir (yang menjabat sebagai khalifah pada tahun 575-662 H). Kedua tokoh khalifah tersebut mengijinkan kepada seluruh rakyatnya untuk memasuki istana dalam rangka mendengarkan nasehat Ibnu Al-Jauzi.
Beliau juga terkenal membidangi dalam hal hadits dan ilmunya, mampu menyusun, mengumpulkan dan menelitinya. Beliau telah menyiapkan sebuah naskah yang diambil dari kitab Imam Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin dan beliau membersihkannya dari hadits-hadits yang dha'if.
Dan beliau tidak pernah mengabaikan ilmu apapun, akan tetapi beliau selalu menulisnya dalam sebuah buku. Kami tidak bisa menyebutkan nam buku-buku beliau yang masyhur secara satu persatu, karena jumlahnya mencapai berpuluh-puluh. Dalam hal ini Al-Hafidz Adz-Dzahabi mengatakan: 'Belum pernah saya mengetahui seseorang dari kalangan ulama yang banyak menyusun buku kecuali orang ini.' Sebagaimana pula yang dikisahkan oleh Ibnu Rajab dalam bukunya yang mengupas tentang ihwal Hanbali yang didapatkan dari Ibnu Taimiyah, beliau berkata: 'Saya mengoleksi lebih dari seribu penyusun buku, lalu aku dapati seorang penyusun yang sangat istimewa dan belum pernah aku dapati sebelumnya.'
Wafatnya
Al-Imam Abu Al-Farj rahimahullah Ta'ala, wafat pada malam Jum'at yanggal 12 Ramadhan 597 H / 1201 M pada usia beliau hampir mencapai 90 tahun, dimakamkan di Babul Harb, Baghdad dekat dengan makam Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mempunyai lima putera dan lima puteri.Setelah beliau meninggal, dilanjutkan oleh putra laki-lakinya yang bernama Abu Al-Qasim yang lahir pada tahun 580 H dan beliau mati syahid ketika negeri Tartar mengadakan serangan ke Baghdad pada tahun 656 H. Semoga Allah memberikan balasan atas berbagai ilmu yang beliau tinggalkan dan dapat bermanfaat  bagi kaum muslimin dengan balasan yang sebaik-baiknya. Semoga pula menjadi amal beliau yang tak terputus.

Al-Idrisi



Nama lengkapnya Abu Abdillah, Muhammad bin Idris Al-Hammudi Al-Hasani Al-Qurthubi. Lahir di pesisir Sibtah, Maroko Utara, kawasan selat Gibraltar. (495-560 H./1099-1165 M). Memperoleh ilmunya di Kordova, Andalusia, tempat dia pindah setelah itu. Dia banyak mempelajari geografi. Pada bidang ini dia banyak menghasilkan penemuan baru. Beliau berkelana di negara-negara Afrika utara. Dari situ dia banyak mengenali desa-desa dan kota-kota yang ada di sana. Beliau mengunjungi beberapa kota pesisir laut Tengah Prancis dan Inggris, malah pernah pergi ke negeri-negeri timur, yaitu, Mesir, Syiria, dan Asia Kecil (Turki sekarang). Dengan kecerdasan yang luar biasa, sifat rendah hati yang jarang ada duanya dan pengetahuannya yang luas, Al-Idrisi banyak menguasai berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti; matematika, geografi, ilmu falak, fisika, politik, kedokteran dan kegunaan jenis-jenis rumput, beserta bentuk dan tempatnya. Al-Idrisi pindah ke Sisilia atas undangan dari rajanya, Roger. Saat itu Sicilia adalah pusat perdagangan, pertukaran budaya dan pertemuan pemikiran-pemikiran dunia.
Mengetahui kecerdesannya.
Raja Sicilia meminta Al-Idrisi untuk menyusun sebuah buku yang mencakup semua pengetahuan dasar tentang geografi. Dia pun menulis bukunya Nuzhatul Musytaq fi ikhtiraqil Afaq (Jalan-jalan perindu dalam menjelajah negeri-negeri). Buku ini mempunyai banyak kelebihan dalam bidangnya. Di dalamnya tercantum 70 peta tempat-tempat di dunia yang menurut ukuran zamannya sangat teliti. Hal penting lagi, yaitu Al-Idrisi berpendapat bahwa bumi ini bulat. Melawan arus konsep bumi datar yang berlaku saat itu. Banyak mengkritik, mengomentari dan menjelaskan kata-kata sulit yang ada dalam literatur-literatur yang ditulis oleh para pendahulunya. Juga menulis tentang riwayat perjalannya yang mencakup keterangan tentang tempat-tempat mata air sungai Nil dan binatang-binatang yang ada di daerah-daerah itu, serta menentukan batas-batas laut khatuliswa yang sampai saat itu para ilmuwan gagal melakukannya. Al-Idrisi juga telah melakukan pengukuran garis lingkar bumi. Hasilnya; 22.900 mil = 42185 km. Tidak jauh berbeda dengan panjang lingkar yang sebenarnya, yaitu; 40068 km.
Hasil karyanya yang paling terkenal :
·         Nuzhatul Musytaq fi Ikhtiraqil Afaq
·         Al-Jami‘ li shifat asytatin nabat (Kumpulan sifat-sifat tumbuhan)
·         Al-Adwiyah al-Mufradah (obat-obat yang berdiri sendiri).
·         Al-Masalik wal Mamalik (jalur dan kerajaan).
·         Kebahagiaan manusia dan jiwa

Al Ustadz Ahmad Izzah Al - Andalusy

Suatu petang, di Tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto,   pemimpin  penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap banduan penjara membongkokkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu melintasi di hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu 'boot keras' milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseoran g  mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci. "Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia alu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana 'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustaz...InsyaALlah tempatmu di Syurga." Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerembab di lantai. Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami."
Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, "Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ALlah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh." Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars   seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah...seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah mengenal buku ini." Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol. Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang   itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak kanak comel itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan kanak - kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sambil menggayuti abinya. Sang anak itu berkata dengan suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi..." Budak kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi...Abi...Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam. "Hai...siapa kamu?!" jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawabnya memohon belas kasih. "Hah...siapa namamu budak, cuba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka. "Saya Ahmad Izzah..." dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba "Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. "Hai budak...! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'...Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu." Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya budak tampan itu hidup bersama mereka. Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeria, "Abi...Abi...Abi..." Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusat. Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..." Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya. Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suara Roberto meminta belas. Sang ustaz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah. Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu," Setelah selesai berpesan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyahadu anla IllaahailALlah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah...'. Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.
Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya..." Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy. Benarlah firman Allah... "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah ALlah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS   30:30) Syeikh Al-Islam Turki yang terakhir iaitu As-Syeikh Mustafa Al Basri telah menegaskan dalam bukunya ... Sekularisma yang memisahkan ajaran agama dengan kehidupan dunia merupakan jalan paling mudah untuk menjadi murtad.

Khatim bin Alwan (Al-Asham si Tuli)

Di khurasan ada seorang ulama besar bernama Khatim bin Alwan. Muridnya banyak, pengaruhnya luas dan ilmunya tinggi. Tetapi, di tengah masyarakat ia memperoleh julukan Al-Asham atau si tuli. Anehnya, julukan yg biasanya utk merendahkan itu buat Imam Khatim bin Alwan justru merupakan gelar kehormatan
yg mengabdikan akhlak terpujinya shg ia dihargai oleh umat manusia sepanjang masa. Gelar buruk namun terhormat itu didapatkan oleh beliau ketika pada suatu saat seorang gadis cantik keturunan bangsawan datang ke tempat ia biasa memberikan pelajaran yg juga merupakan tempat penyimpanan ratusan kitab-kitabnya. Gadis itu bermaksud menyakan suatu masalah yg dibutuhkan jawabannya dengan segera. Ketika sudah dipersilakan masuk, tiba-tiba gadis itu terlepas kentutnya, walaupun pelan tp terdengar nyaring. Imam Khatim terkejut. Baru sekali ini ia mendengar orang kentut di mukanya, apalagi seorang gadis. Si gadis,begitu mendengar kentutnya sendiri, betapapun pelan suaranya, mendadak merah padam wajahnya lantaran malu sekali. Apalagi yg dihadapinya seorang ulama besar yg dihormati oleh segenap lapisan masyarakat, termasuk raja & pembesar kerajaan. Namun, alangkah leganya gadis itu tatkala Imam Khatim bertanya dng suara keras. "Coba ulangi, apa keperluanmu?" Dengan lantang gadis itu menyakan suatu masalah yang sedang dialaminya.Sudah keras sekali suaranya. Imam Khatim sebenarnya bukan tdk mendengar. Bunyi jarum jatuhpun telinganya masih dpt menangkap. Tetapi Imam Khatim masih juga berteriak nyaring, "Lebih keras
lagi suaramu. Aku tdk mendengar. Apa kamu tdk tahu, aku ini sejak seminggu yg lalu menjadi budek, pekak, akibat demam panas?" Mendengar pengkuan Imam Khatim tsb, si gadis makin bersinar wajahnya. Sebab ia berpikir, kalau suaranya yg sudah amat keras saja Imam Khatim tdk bisa mendengarnya, apalagi bunyi kentutnya yg halus sekali, pasti Imam Khatim juga tdk mendengarnya. Maka sejak itu Imam Khatim terpaksa bersandiwara pura-pura tuli selama si gadis masih hidup dan tinggal di kota yg sama. Itulah sebabnya ia tersohor dengan gelar kebesaran, Al-Asham atau si tuli.