Monday, May 8, 2017

Model Pembelajaran Mangga (Melipat gandakan angka)

adalah menambahkan angka jika mampu menjawab rahasia yang ada disalah satu anggota tubuh berikut : mata (kanan dan kiri), kepala, hidung (anan dan kiri), telinga (kanan dan kiri), mulut, tangan (kanan dan kiri), perut, dan kaki (kanan dan kiri

Langkah-langkah :
1. Media pembelajaran ditampilkan, kemudian siswa/i mengamati gambar dengan seksama
2. Siswa/i memilih salah satu bagian anggota tubuh (menemukan jawban dibalik rahasianya)
3. Jika rahasia itu dapat ditemukan jawabannya, maka angka akan dilipat gandakan, sebaliknya jika jawaban     tidak ditemukan, maka tidak akan memperoleh angka
4. Kemudian dilanjutkan kepada siswa/i berikutnya dan akhirnya siswa yang paling banyak mengetahui 
    jawabannya (paling banyak menggandakan angka) sebagai pemenangnya 

Tuan Saribu Raja, Siraja Lontung dan Siboru Pareme

Tuan Saribu Raja, Siraja Lontung dan Siboru Pareme

Pada masa itu di Sianjur Mulana di gunung pusuk bukit dekat pulau samosir sekarang masih sedikit sekali penduduknya, bahkan kalau sekedar menurut silsilah Siraja Batak baru ada pada taraf bilangan puluhan belaka.
Pada suatu ketika disaat Tuan Saribu Raja kembali kerumah orang tuanya setelah dari pertapaan, maka di rumah dijumpainya hanya adiknya Siboru Pareme yang sedang bertenun. Waktu itu Tuan Saribu Raja membuat sesuatu di dalam tabung bambu dan diletakkannya di sudut rumah agak tersembunyi. Tingkah laku Tuan Saribu Raja ini terus diawasi dan diperhatikan Siboru Pareme lantas bertanya : “Apakah isi tabung bamboo itu gerangan, abang Tuan Saribu Raja ?” dijawab oleh Tuan Saribu Raja, “Itu adalah mantera (dorma) pemikat hati perempuan, Raja saya ingin memantrai anak perempuan Dewata yang selalu mandi di tepian sungai Danau Toba ini, harap adik jangan melihat dan mencium isi tabung itu, sebab siapa yang melihat dan menciumnya, maka ketika itu juga akan terjadi perobahan pada dirinya, yaitu akan mencintai saya”.
Selesai Tuan Saribu Raja menjawab pertanyaan adiknya itu, lantas diapun pergi dari rumah itu. Adiknya Siboru Pareme merasa tertarik akan perkataan abangnya Tuan Saribu Raja dan sama sekali tidak percaya akan kekutan mantera itu. Siboru Pareme dengan cara main-main mengambil tabung dan melihat serta mencium isinya. Memang benar terjadi perubahan pada jiwa nuraninya.  Apabila Siboru Pareme tadinya menganggap Tuan Saribu Raja adalah abang kandungnya, kini di lubuk hatinya telah bersemi suatu cinta sejati terhadap Tuan Saribu Raja.
Setelah Tuan Saribu Raja kembali ke rumah lagi, lantas dia disambut Sibru Pareme dengan penuh gairah. Tuan Saribu Raja terus maklum dengan kejadian itu. Diapun tidak dapat mengelakkan takdir, terjadilah main-main jadi sungguhan.
Akibat dari perbuatan main-main jadi sungguhan ini, terjadilah perubahan pada badan Siboru Pareme, dia telah mengandung. Para Tuan Saribu Raja, yakni Tuan Limbong Mulana, Tuan Sagala Raja dan Tuan Malau Raja segera memanggil Siboru Pareme. Terjadilah pemeriksaan lisan, siapa gerangan yang membuat Siboru Pareme menjadi berbadan dua, Siboru Pareme menjelaskan semua kejadian dan menyatakan bahwa Tuan Saribu Rajalah yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu.
Mendengar berita kejadian itu, putus mufakat bagi Tuan Limbong Mulana, Tuan Sagala Raja, Tuan Malau Raja, dan keluarga lainnya, bahwa Tuan Saribu Raja harus dihukum buang, tak boleh kembali ke Sianjur Mulana dan sekitarnya, dan tidak boleh meneruskan perkawinannya dengan Siboru Pareme, juga Siboru Pareme dihukum Pareme dihukum buang.
Karena Tuan Saribu Raja menyadari perbuatannya yang sumbang dan terlarang itu, diapun menuruti putusan para adik dan keluarganya. Sebelum Tuan Saribu Raja berpisah dengan keluarga, maka Tuan Saribu Raja mengubur barang-barang pusakanya, terdiri dari gendang (ogung) bertuliskan huruf Batak dan lainnya di dalam satu lobang batu yang kemudian ditutup dengan batu pula. Lobang batu dan penutupnya ini, itulah yang disebut batu hobon.
Selain dari barang-barang pusaka yang dikuburnya di lobang batu itu, maka kepada Siboru Pareme diserahkan Tuan Saribu Raja barang-barang pusaka berupa :
1.Sada tintin tumbuk
2.Sabungan ni obuk
3.Bulu marsurat
4.Pangir sora malos didadang mata ni ari
5.Gala-gala sirondang ni bulan
Dengan maksud untuk diserahkan kelak kepada Siboru Pareme, bila telah lahir. Entah siapa sekarang dari keturunannya Tuan Saribu Raja yang berasal dari ibunda Siboru Pareme yang memegang barang pusaka tersebut tidak diketahui.
Terjadilah perpisahan akibat putusan musyawarah. Berangkatlah Tuan Saribu Raja menuju Barus dengan maksud mencari dan menjumpai abangnya R. Uti. Menurut cerita Tuan Saribu Raja kawin lagi dalam perjalanannya, yang dari perkawinannya dalam pengembaraannya ini, lahirlah seorang anak yang bernama Raja Borbor.
Siboru Pareme berangkat pula dari Sianjur Mulana mengikuti gerak kaki dan hatinya. Sampailah Siboru Pareme kesuatu hutan yang baginya asing sekali. Karena letihnya diapun beristirahatlah di tempat itu. Dia dalam keputus asaan melepaskan lelahnya, sambil menyerah diri kepada takdir.
Sebulan lamanya Siboru Pareme tinggal di Hutan itu dengan sekedar memakan buah-buahan yang ada disekitarnya. Dengan pertolongan Dewata lahirlah seorang anal laki-laki bernama Siraja Lontung. Lama-kelamaan tempat tinggal Siboru Pareme disebut Sibulan, nama tersebut ada sangkut pautnya dengan kehidupan Siboru Pareme pada masa itu, yaitu :
1.Bahwa setelah sebulan tinggal dihutan ini, maka lahirlah anaknya
2.Bahwa dia berjanji tidak akan kembali ke kampong halamannya lagi
Setelah Siraja Lontung besar dan menjadi seorang pemuda ganteng, dibarengi pintar berpencak karena diajar oleh seekor Harimau timpang yang pernah ditolong Siboru Pareme, maka pada suatu waktu Siraja Lontung disuruh ibunya Siboru Pareme agar kawin
Siraja Lontung berkata kepada ibunya, “Dengan siapakah aku kawin ?, karena hanya aku dan ibulah yang tinggal disini, aku tak pernah melihat orang lain, apalagi perempuan selain dari ibu sendiri. Dimanakah gerangan ayahanda, dan dimanakah kampong halaman paman (tulang) ?
Siboru pareme menjawab, “ayahmu bernama Tuan Saribu raja dan telah mengembara, entah kemana saya tidak tahu. Tentang pamanmu, tinggal disebelah selatan sana, sambil menunjuk kearah pegunungan jurusan dataran tinggi Sabulan. Siboru Pareme memberikan gambaran jalan yang berliku-liku arah ke tempat yang ditunjukkannya. Diberikan petunjuk seperlunya bahwa dalam perjalanan nanti ia akan berjumpa dengan seorang perempuan yang sedang mengambil kayu (soban). Itulah anak perempuan pamanmu itu. Pertanda bahwa ia anak pamanmu, engkau dapat mencocokkan “tintin tombuk” ini keseluruh jari tangannya. Kalau cocok, itulah dia anak pamanmu itu, diberikan Siboru Paremelah tintin tombuk itu kepada Siraja Lontung.
Seterusnya Siboru Pareme berkata lagi, “Bila telah bertemu dengan anak pamanmu yang cirri-cirinya seperti yang telah saya sebutkan tadi, maka jadikanlah dia menjadi istrimu, denga perjanjian kamu dan istrimu itu tidak boleh kembali lagi kesini, dan tidak boleh kembali ke rumah pamanmu itu, karena kalau kamu berjumpa dengan saya atau istrimu dengan pamanmu, maka akan terjadilah malapetaka besar. Kuatkan hatimu, pergilah anakku. Semoga engkau berbahagia, dan lupakanlah saya sebagai ibu kandungmu.
Dengan sangat berat hati, Siraja Lontung menuruti pesan dan petuah ibunya. Berangkatlah Siraja Lontung melalui jalan yang digambarkan ibunya. Pada saat Siraja Lontung sudah jauh dan tak tampak dilihat mata lagi, Siboru Paremepun berdoa kepada Dewata, memohon agar dia dapat berubah rupa, berganti tubuh (pauba rupa pagansi tompa). Doa Siboru Pareme dikabulkan.
Berangkatlah Siboru Pareme yang telah berubah rupa berganti bentuk badan itu ke tempat yang dituju Siraja Lontung melalui jalan terpendek. Singakt cerita, berjumpalah Siraja Lontung dengan seorang perempuan, terjadilah basa-basi, dicobakan Siraja Lontung cincin tombuk keseluruh jari tangan perempuan itu. Cock. Merekapun kawin dan tinggal di tempat itu sampai anak beranak. Sejak Siraja Lontung kawin dengan perempuan pilihan ibunya, dia tidak pernah mengetahui, bahwa yang dikawininya adalah ibu kandungnya sendiri, karena waktu kawin Siboru Pareme telah berubah rupa berganti bentuk badan. Dari hasil perkawinannya dengan istrinya ini, lahirlah anak mereka Sembilan orang, yakni tujuh orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.
Bahwa benar tujuh anak Siraja Lontung adan dua anaknya perempuan, ini jelas dituliskan dalam suatu buku risalah kecil halaman lima, tulisan Sutan Habiaran Siregar, yang jika diterjemahkan sebagai berikut :
“Nama nenek moyang kita itu adalah Siraja Lontung anak dari Tuan Saribu Raja yang memperistrikan Siboru Pareme. Nama golongan ini adalah Toga Lontung atau Lontung Sisia Marina, karena anaknya laki-laki tujuh orang dan dua orang ananya perempuan”.
Begitu pula buku, “Het Rechtsleven der Toba Bataks” Tulisan Tuan J.C. Vergoumen antara lain menerangkan :
“Siraja Lontung, de stamvader van de Lontungstam, is naar het algemen verhaal bekend de Vrucht van de bloed schande (marsumbang) gepleegd door Saribu Raja met zijne zuster Boru Pareme, een der dochteren van guru Tatea Bulan. Wegens dit feit uit Sianjur Mulana verjaagd, heft het paar zich naar Sabulan aan de oever van het Tobameer begeven, alwaar Siraja Lontung geboren werd enverbleef. Ok huij pleegde, hoevel aanvankelijk onwetend bloedschande met zidje moeder, en verwekte bij haar 7 zoneen die de stamvaderen der uit hem gesproten zeven marga`s moeten zijn geworden, zomede twee dochteren. Dan seterusnya.

Silsilah dari si Raja Batak hingga turunannya Toga Siregar

Terdahulu telah dipaparkan, bahwa Toga Siregar beserta abang dan saudara perempuannya adalah lahir disebuah di desa kecil disebelah pegunungan Sabulan sekarang, dahulu bernama Banua Raja. Untuk lebih jelasnya dibuatlah silsilah dari Si Raja Batak hingga turunan Toga Siregar sebagai berikut :
Juonggu Ni Huta gelar Si Raja Batak anaknya dua orang, yaitu :
1.Raja Ilontungan (Pusaha Laklak)
2.Raja Isumbaon (Pusaha Tumbaga)
Anak Raja Silontungan hanya seorang, yaitu :
1.R. Muntele
Anak R. Muntele hanya seorang, yaitu ::
1.Martua Raja Doli
Anak Martua Raja Doli hanya seorang, yaitu :
1.Toga Datu gelar O. Raja Bonang-bonang
Anak Toga Datu gelar O. Raja Bonang-bonang hanya seorang, yaitu :
1.Guru Tatea Bulan
Anak Guru Tatea Bulan adalah lima orang, yaitu :
1.Raja Uti
2.Tuan Saribu Raja
3.Tuan Limbong Mulana
4.Tuan Sagala Raja
5.Tuan Malau Raja
Anak Tuan Saribu Raja adalah dua orang, yaitu :
1.Siraja Lontung
2.Siraja Bor-bor
Anak Siraja Lontung adalah tujuh orang laki-laki dan dua perempuan, yaitu :
1.Toga Sinaga
2.Toga Situmorang
3.Toga Pandiangan
4.Toga Nainggolan
5.Toga Simatupang
6.Toga Aritonang
7.Toga Siregar
8.Siboru Tuangan gelar Siboru Panggabean yang kawin dengan Raja Sumba Paduahon
9.Siboru Menak gelar Siboru Anak Pandan yang kawin pertama kepada Togo Sihombing, yang kemudian di “happy” Toga Simamora
Kebenaran dari silsilah tersebut di atas, penilaiannya diserahkan kepada masing-masing turunan Toga Siregar khusunya dan kepada turunan R. Ilontungan umumnya. Tentang kedudukan anak laki-laki turunan Siraja Lontung tidak ada yang menjadi persoalan, hanya kadang-kadang yang menerik dalam hal ini adalah sehubungan dengan bait lagu yang berjudul “Lontung sisia marina” karangan almarhum Nahum Situmorang, yang antara lain diterjemahkan “Toga Siregarlah yang bungsu, namun Toga Siregarlah yang menjadi perintis jalan”
Satu hal yang dapat dicatat bahwa perasaan semarga di turunan Toga Siregar dimana saja mereka berada, terutama yang sudah merantau, perasaan itu semakin tebal sehingga ada pepatah Batak yan berbunyi : “Alkot aek, alkotan mudar”.

Silsilah Toga Siregar dan perkembangan Turunannya

Apabila disebut Toga Siregar, maka pertama-tama timbullah pertanyaan siapakah beliau ? Pertanyaan singkat ini sampai sekarang belum dapat diterangkan secara menyeluruh dan terperinci oleh pengetua dan cerdik pandai dari turunan Toga Siregar sendiri.
Saat ini dan dalam tulisan inipun, pertanyaan itu belum juga dapat dijawab secara menyeluruh, luas, teratur dan terperinci. Hal ini disebebabkan karena kurangnya bahan-bahan serta sangat terbatasnya buku-buku yang menerangkan tentang diri Toga Siregar dan perkembangan turunannya.
Pada umumnya bahan-bahan yang didapat dari pengetua-pengetua turunan Toga Siregar hanya bersifat cerita-cerita yang pernah didengar, hingga kadang-kadang nilai cerita ini tidak terlalu murni, karena yang memberi cerita kadang-kadang kelupaan dibagian yang lain karena dibumbui dengan hal-hal yang menakjubkan atau hal-hal yang menyedihkan. Yang demikian ini bukan saja terdapat digolongan turunan Siraja Batak.
Menurut bahan-bahan-bahan dan cerita-cerita yang dikumpulkan, ternyata Toga Siregar adalah semula dari nama kecil seorang lak-laki, nama ini kemudian berkembang yang oleh keturunannya menjadikan clan (marga). Dengan demikian arti daripada marga itu adalah kumpulan atau golongan. Toga Siregar adalah anak bungsu dari ayahnya bernama Siraja Lontung sedangkan ibunya bernama Siboru Pareme.
Toga siregar adalah Sembilan orang bersaudara, diantaranya tujuh laki-laki dan dua perempuan. Keenam saudara laki-laki Toga Siregar adalah :
1.Toga Sinaga
2.Toga Situmorang
3.Toga Pandiangan
4.Toga Nainggolan
5.Toga Simatupang
6.Toga Aritonang
Sedangkan kedua orang saudaranya yang perempuan adalah bernama :
1.Siboru Tuangan gelar Siboru Panggabean
2.Siboru Menak gelar Siboru Anak Pandan
Toga siregar bersama saudara-saudarinya dilahirkan di salah satu desa kecil bernama Banuaraja yang terletak di pegunungan kampong Sabulan di tepi danau Toba sekarang ini. Kejadian ini adalah lebih kurang 550 tahun yang lalu (perkiraan ini diperhitungkan menurut derajat atau grad dalam bahasa batak yang disebut dengan “Sundut”) dengan perhitungan satu derajat adalah 25 tahun lamanya, dan dari Toga Siregar hingga turunannya sampai sekarang telah ada sebagain sampai 22 derajat.
Istri Toga Siregar adalah berasal dari anak boru Puan Limbong Mulana, dimana istri pertamanya bernama Siboru Pandan Haomasan Boru Limbong, dan dari istrinya ini lahirlah anak Toga Siregar sebanyak dua orang yang bernama : 
1.Raja Silo
2.Raja Dongoran
Suatu ketika istri Toga Siregar yang pertama meninggal dunia, hingga dianya (Toga Siregar) kawin lagi dengan adik kandung istrinya yang pertama bernama Siboru Harungguan Boru Limbong, dan dari istrinya ini lahirlah anak Toga Siregar dua orang bernama :
1.Raja Silali
2.Raja Siagian
Tentang keempat orang anak laki-laki Toga Siregar ini berasal dari dua ibu yang berbed, sejak dahulu sampai sekarang selalu disebut-sebut dalam sebuah pantun bahas batak yang berbunyi :
Binuat hau silom bahen soban
Saina do silo dohot dongoran
Jala take di hatinggian
Saina do silali dohot siagian

Bahwa istri Toga Siregar adalah benar boru Limbong, karena pada pesta peletakan batu pertama tugu Toga Siregar di Muara pada tanggal 17 April 1964, dimana pada pesta itu berlangsung, pihak marga Limbonglah yang menjadi mertua (dalam bahasa batak disebut hula-hula).
Sebelum peletakan batu pertama Tugu Toga Siregar ini dilakukan, pihak pengetua dari turunan Toga Siregar secara adat batak telah “manulangi” hula-hula marga Limbong, dimana waktu itu turunan Toga Siregar diwakili para pengetua telah memberikan “batu ni sulang atau piso-piso” kepada hula-hula Limbong, dan sebaliknya rumpun hula-hula Limbong telah memberikan “pauseang” kepada turunan Toga Siregar. Pauseang adalah sebuah mata air (dalam bahasa batak disebut “Mual”) yang bernama “Mual sipitu dai atau mual parhutuan”” yang berada sekarang di kampong Limbong. Mata air ini dahulunya adalah milik Tuan Sari Buraja nenek kandung Toga Siregar dan para saudara sepupunya.
Tentang hula-hula dari Toga Siregar ini, memang ada segolongan dari turunan Toga Siregar yang sempat menyanggahnya, tetapi sanggahan ini tidak diladeni, hingga berlangsunglah keadaan itu seperti tersebut diatas.
Sepanjang yang diketahui selama ini, Toga Siregar hanya mempunyai empat anak laki-laki dan tidak ada anak perempuan.

Raja Silo dan turunannya

Abu Bakar menjadi Imam sholat

Hari itu penduduk muslim benar-benar berkabung. Waktu yang ditakuti, akhirnya datang juga. Saat subuh dini hari, tak seperti biasa. Di mimbar itu biasa Rasulullah berdiri, memimpin shalat subuh berjamaah. Namun kali ini, mimbar itu kosong. 
Mata teduh Rasulullah yang setiap kali menyapa wajah sahabat sebelum shalat, pagi itu tak ada. Rasulullah terserang demam yang sangat parah. Abu Bakar yang menjadi orang kedua setelah Rasulullah telah bersiap-siap menjadi imam pengganti dengan segala keberatan hati. 
Namun ketika hendak menunaikan shalat, terlihat Rasulullah menyibak tirai kamar Aisyah. Sebagian sahabat menangkap hal ini sebagai isyarat bahwa Rasulullah akan memimpin shalat seperti biasa. 
Abu Bakar mundur dari mimbar, masuk ke dalam shaf makmun di belakangnya. Tapi dugaan mereka salah. Dari dalam kamar Rasulullah melambaikan tangan, memberi isyarat agar shalat diteruskan dengan Abu Bakar menjadi imam. Dengan gerakan yang sangat lemah Rasulullah menutup kembali tirai jendela dan menghilang di baliknya. 
Seluruh jamaah seperti tercekam hati dan perasaannya. Sudahkah tiba waktunya? Demikian mereka bertanya-tanya dalam hati. Ketika hari beranjak siang, sakit Rasulullah pun bertambah berat. Di sisinya, Fatimah selalu menemani sampai detik-detik terakhir.
"Tak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini." Demikian kata-kata Rasulullah yang sempat dibisikkan pada Fatimah. Lalu pupuslah bunga hidup manusia mulia itu. 
Kabar sedih itu cepat sekali menyebar. Umar berdiri menancapkan pedangnya di tengah pasar. "Siapa saja yang berkata Rasulullah telah meninggal, akan aku potong tangan dan kakinya," teriak Umar. 
"Rasulullah tidak meninggal, beliau menemui Rabbnya seperti Musa bin Imran pula. Beliau akan kembali menemui kaumnya setelah dianggap meninggal dunia." Kematian Rasulullah seakan-akan tak bisa diterimanya. 
Di satu tempat, di sebuah dataran tinggi, tampak debu mengepul dengan dahsyatnya. Terlihat seekor kuda sedang dipacu dengan kerasnya, di atasnya Abu Bakar dengan wajah cemas tak tertahan. Ia berhenti tepat di depan masjid dan melompat turun masuk ke masjid seperti singa menerkam mangsanya. 
Tanpa berkata pada siapa-siapa ia masuk menemui Aisyah dan melihat tubuh yang terbujur di pembaringan dengan kain penutup berwarna hitam. Sebentar dibukanya kain penutup itu, dan ditubrukkan tubuhnya memeluk jasad Rasulullah. Tangisnya meledak. 
"Demi ayah ibuku sebagai tebusannya, Allah tidak akan menghimpun pada dirimu dua kematian. Jika saja kematian ini telah ditetapkan pada dirimu, berarti memang engkau sudah meninggal dunia." Abu Bakar berbisik lirih, seakan-akan berkata untuk menyakinkan dirinya sendiri. Kematian Rasulullah sudah digariskan, dan tak satupun mahluk mampu menghapus atau menunda garis itu. 
Kemudian Abu Bakar keluar rumah dan mendapati Umar masih seperti semula, sedang berbicara pada orang-orang di sekelilingnya. "Duduklah wahai Umar," kata Abu Bakar. Namun Umar tetap berdiri seperti karang, tak tergoyahkan. Dan orang-orang mulai menghadapkan wajahnya pada Abu Bakar. 
Setelah beberapa kali menarik napas panjang, Abu Bakar tampak bersiap-siap akan berkata. "Barang siapa diantara kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tapi jika kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tak pernah meninggal." 
Abu Bakar berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi. Kini ia melantunan satu ayat, "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlaku sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kalian akan berpaling ke belakang (menjadi murtad)? Barang siapa berpaling ke belakang, maka ia tidak mendatangkan mudharat sedikitpun pada Allah dan Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS Ali Imran: 44) 
Semua orang terpekur, menundukan kepala dalam-dalam. Andai saja bisa sepertinya mereka hendak membenamkan wajah pada padang pasir yang membantang. Ayat yang dibacakan Abu Bakar telah menyadarkan mereka. Padahal sebelumnya seakan-akan ayat ini tak pernah turun sebelum dibacakan Abu Bakar kembali. 
Umar terjatuh. Kedua kakinya seakan tak sanggup menyangga beban berat badannya. Lututnya tertekuk, tangannya menggapai pasir. Di kemudian hari Umar berkata lagi tentang hari ini, "Demi Allah, setelah mendengar Abu Bakar membaca ayat tersebut aku seperti limbung. Hingga aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah saat mendengarnya. Kini aku sudah tahu bahwa Rasulullah benar-benar sudah meninggal dunia." 
Demikian Abu Bakar, di saat banyak orang lemah ia berusaha menjadi tegar. Ia seperti sebuah oase bagi musafir di tengah sahara. Ia seperti embun yang mendinginkan saat dada dan kepala sedang terbakar. Abu Bakar adalah telaga kebijakan. 
Kisah hidup Rasulullah dan para sahabat memang telah banyak dituliskan. Namun entah kenapa, ia seperti mata air yang tak pernah kering. Setiap kali dituturkan, setiap kali pula memberikan nuansa baru. Benar-benar tak pernah kering. Begitu pula dengan kisah Abu Bakar. 
Abu Bakar termasuk pelopor muslim pertama. Ia adalah orang yang mempercayai Rasulullah di saat banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah. 
Nama awal Abu Bakar sebenarnya Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam literatur lain disebutkan nama Abu Quhafah ini pun bukan nama yang sebenarnya. Usman bin Amir demikian nama lain Abu Quhafah. 
Sebelum Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka'bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pada Ka'bah. Dan lahirlah Abu Bakar kecil. 
Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain yang Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka'bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah Islam Rasulullah memanggilnya menjadi Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal. 
Kelak sepeninggal Rasulullah, kaum muslimim mengangkatnya sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Tak mengherankan, karena sebelum Rasulullah mangkat pun Abu Bakar telah menjadi orang kedua setelah Rasulullah. 
Bukan sembarang Rasulullah secara tak langsung memilih Abu Bakar menjadi orang kedua beliau. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan sahabat sekaligus mertua beliau ini. "Tak seorangpun yang pernah kuajak masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu ketika kusampaikan hal ini," sabda Rasulullah. 
Hal ini pula yang akhirnya memberikan julukan As Sidiq di belakang nama Abu Bakar yang berarti selalu membenarkan. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah, tanpa sedikitpun keraguan. 
Ketika peristiwa Isra' mi'raj, Abu Bakar adalah orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu. Tanpa setitikpun keraguan. 
Abu Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Ia wafat dalam keadaan sakit. Meski banyak yang bilang kematiannya akibat diracun, namun hal itu tidak didukung data yang kuat. 
Pada detik-detik akhir hidupnya Abu Bakar menuliskan sebuah wasiat untuk semua yang ditinggalkan. Demikian isinya: 
"Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taati dia. Aku tidak akan mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku dan kepada kamu sekalian. 
Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang dzalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami. Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu." Semoga Allah merahmati dan menempatkan pada sisi yang terbaik.