Monday, October 31, 2016

Gambaran Umum Rokan Hulu

Kabupaten Rokan Hulu, merupakan kabupaten pemekaran di Provinsi Riau pada tahun 1999 (UU No.53 tahun 1999) yang memiliki potensi baik itu potensi Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusianya dilihat dari variabel lingkungan yang menunjuk kepada lingkungan natural (Physical Environment) yang mencakup geografi dan geologi, cuaca, flora dan fauna di wilayah Kabupaten Rokan Hulu yaitu :
1.Geografi dan Geologi
Lingkungan yang menunjuk kepada lingkungan natural (physical Environment) secara geografis Kabupaten Rokan Hulu terletak pada posisi 00 25` 20` Lintang Utara dan 1000 02` 56 – 100 56` 59 Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 7.449.85 Km2. Kabupaten ini memiliki batasan wilayah sebagai berikut :
•Sebelah Utara  dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
•Sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Provinsi Riau
•Sebelah Barat Provinsi Sebelah Timur dengan Kabupaten Kampar
Keadaan topografinya sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai berbukit dan sedikit pegunungan. Bagian Barat kemiringan lebih 40% dengan luas sekitar 99.135 Ha seluas 53.578 Ha dengan kemiringan 15-40% sedangkan kemiringan antara 2-15% seluas 13.266 Ha selebihnya 360.943 Ha dengan kemiringan 0-2%.
2.Cuaca
Kabupaten Rokan Hulu umumnya beriklim tropis dengan 31 C-22 C. Berdasarkan klasifikasi iklim yang dikeluarkan oleh Oldeman et 1979, iklim daerah Kabupaten Rokan Hulu tergolong ke dalam zona agrolimat B1 dengan bulan basah berturut-turut 7-9 bulan dan bulan kering berturut-turut kecil dari 2 bulan. Sedangkan Schimidt & Ferguson 1951 tergolong iklim tipe A, menurut sistem kopper termasuk tipe iklim Alfa.
3.Flora dan Fauna
Beberapa jenis flora yang mempunyai potensi ekologi yaitu Rangas, Ara, Simpur, Kasai, Sungkai, Sungkik, Bintungan, dan vegetari herba serta liana yang dominan adalah gelegah, rotan, mimosa sp, Akar Kekait, jenis paku-pakuan sedangkan jenis tumbuh-tumbuhan hutan buah seperti Bacang, Durian, Cino Mati, Mato Koliang, Berangan, Nyatoh, Ramba, Tampui, Ridan, dan tumbuh-tumbuhan perkebunan dan tanaman pangan dan hotikultura. Sedangkan fauna yang terdapat di Rokan Hulu yaitu Harimau Sumatera, Gajah, Siamang, dan jenis-jenis lainnya terutama kelompok hewan menyusui dan jenis-jenis unggas masih terdapat di kawasan Rokan Hulu.
Mata pencaharian utama mayoritas penduduk Rokan Hulu adalah disektor pertanian. Pada akhir pelita keempat penduduk Rokan Hulu yang bekerja di sektor pertanian (meliputi pertanian tanaman, perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan) tercatat 76.323 orang (42 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 180.496 orang. Tingginya persentase pendudukan yang bekerja di sektor-sektor lain belum berkembang. Kabupaten Rokan Hulu memiliki lahan sawah seluas 3.503 hektar (0.47 persen) dan lahan kering yang dapat digunaka untuk kegiatan pertanian 741.442 hektar (99.53 persen). Lahan tersebut tersebar di semua daerah. Sementara yang berusaha di perkebunan, ada pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat, tanaman tersebut berupa : Karet, Kelapa Sawit, Kopi, Coklat, Nilam, Enau dan Pinang. Areal perkebunan yang diusahakan sebesar 264.753 hektar (35.54) persen dari luas wilayahnya. Usaha perkebunan rakyat yang dikelola petani perorangan dan badan hukum atas tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU).
Penduduk yang mengusahakan ternak seperti Sapi, Kerbau, Kambing dan Unggas pada umumnya merupakan pekerjaan sambilan. Sedangkan luas areal hutan di Rokan Hulu tercatat (214.415,99) hektar atau (28.91) persen dari total luas wilayah. Dari luas wilayah tersebut yang termasuk kawasan hutan produksi adalah (42.735,95) hektar. Perkembangan produksi hasil hutan di Rokan Hulu menunjukkan kecendrungan menggembirakan. Dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor Industri Hasil Pertania dan Kehutanan (IHPK) adalah 5.803 orang (59.12) persen. Aneka industri menyerap (8.25) persen dan industri dasar Mesin dan Kimia menampung (32.43) persen dari total tenaga kerja sektor industri.
4.Sistem Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, di daerah Rokan Hulu terdapat lima kerajaan yang menguasai daerahnya masing-masing yaitu : Kerajaan Tambusai, Kerajaan Rambah, Kerajaan Kepenuhan, Kerajaan Rokan, Kerajaan Kunto Darussalam. Secara administratif pengaturan kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang kountreleur yang berkedudukan di Pasir Pengaraian. Selanjutnya pada masa pemerintahan Jepang Gun Pasie Pengaraian terdiri dari lima Kunco yaitu Rambah Ku, Kepenuhan Ku, Rokan Ku, dan Kunto Ku kemudian ditambah dengan Tandun Ku sehingga menjadi enam Kunco. Pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia masing-masing daerah Kerajaan di atas disebut Luhak. Kelima Luhak tersebut selanjutnya ditingkatkan menjadi kecamatan yang pada waktu itu pemerintahnya diatur melalui seorang Wedana yang berkedudukan di Pasir Pengaraian.
Tahun 1987 dibentuklah pembantu Bupati Kampar Wilayah 1 yang wilayahnya sama dengan wilayah Kewedanaan Pasir pengaraian yang membawahi enam kecamatan : Kecamatan Tambusai, Rambah, Kepenuhan, Kunto Darussalam, Rokan IV Koto dan Tandun, dan pada akhirnya pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya UU No. 53 tahun 1999 yang dalam perjalannnya terjadi perubahan dalam pembentukannya Kabupaten Rokan Hulu yang ditetapkan sesuai dengan UU No. 11 tahun 2003.
Sejak ditetapkannya menjadi Kabupaten secara defenitif, Rokan Hulu telah banyak mengalami kemajuan baik pembangunan maupun administrasi pemerintahan. Jumlah kecamatan di kabupaten Rokan Hulu terdiri empat belas kecamatan yaitu :
1.Kecamatan Rambah
2.Kecamatan Rambah Samo
3.Kecamatan Rambah Hilir
4.Kecamatan Tambusai
5.Kecamatan Tambusai Utara
6.Kecamatan Kepenuhan
7.Kecamatan Bangun Purba
8.Kecamatan Ujung Batu
9.Kecamatan Tandun
10.Kecamatan Kabun
11.Kecamatan Rokan IV Koto
12.Kecamatan Kunto Darussalam
13.Kecamatan Pagaran Tapah
14.Kecamatan Bonai Darussalam






Syair Ayun Budak Melayu

                                                 Syair Lagu Ayun Budak
Dengan bismillah kami mulai
Alhamdulillah solawatkan nabi
Sudahlah takdir Tuhan yang ghoni
Tercapailah maksud yang dicintai


Seorang anak cinta yang lama
Sekarang sudah kami terima
Dipanggil kami kaum semua
Kami ayunkan bersama-sama
Dipanggil kami orang sekalian
Ibu bapakmu minta di ayunkan
Jauh dan dekat berkawan-kawan
Hendak mendoakan kepada Tuhan

Tuhan berbuat sekehendaknya
Memberi anak pada hambanya
Akan mendoakan ibu bapaknya
Serta semua kawan karibnya

Kami meminta kepada Tuhan
Anak mendapat ilmu pengetahuan
Ayah dan bunda sangat mendoakan
Menjadi pandu dihari kemudian

Wahailah anak muda bangsawan
Engkau ini jangan melawan
Kepada ibu bapak kamu sekalian
Supaya selamat dihari kemudian

Engkau menjadi anak budiman
Menjadi pandu kepada sekalian
Suka mengikuti perintah Tuhan
Harap doakan kami sekalian

Wahailah anak muda berseri
Balaslah jasa ayah dan ummi
Perintahnya jangan digagahi
Selama hidupmu jangan sekali

Melahirkan engkau sangatlah susah
Hilanglah akal badanpun lelah
Golek dan duduk sangatlah payah
Keringat mengalir adanpun basah

Setelah engkau jatuh kelantai
Segeralah bidan serta menjumpai
Lalu membasuh berkali-kali
Diberi pakaian berganti-ganti

Tinggallah ibumu bertirai kain
Badanpun lemah ingatannya lain
Mukanya pucat berlain-lain
Tuhan diingat tiada yang lain

Diberi obat bermacam-macam
Muka yang jernih semakin padam
Harapan tidak sampai bermalam
Akan melepaskan nafas penghabisan

Aduhai anak muda cemerlang
Siang dan malam bunda menggendong
Tingallah kerja tinggal sembahyang
Malam ditinggal berganti siang

Wahailah anak buah hati ayah
Hendak ikuti perintah Allah
Siapa melawan mendapat susah
Malaikat maut akan berziarah

Perintah baik hendak ikuti
Nafsunya setan jangan diikut
Diakhirat nanti akan merugi
Tempat neraka akan dimasuki

Jikala engkau sudah dewasa
Carilah ilmu nahi dan amar
Carilah guru yang alaim benar
Supaya lepas dari soal munkar

Wahailah anak hendak pikirkan
Ilmu akhirat hendak gurukan
Jangan tingalkan adat bertuhan
Ke ibu bapakpun demikian

Hidup di dunia tidak lama
Akhirat menanti isi dunia
Tempat bernafsi kita semua
Dosa pahala nyata semua

Kalau menghadap ke hasrat Tuhan
Semuanya takut tiada bandingan
Alim dan jahil tiada berkawan
Sekalian mendapat hukuman Tuhan
Quran di baca nabi Muhammad
Makhluk mendengar sampailah tammat
Banyak menangis mendengar surat
Amal ibadat sudah teringat

MARHABAN

Guru semangat putra kutuan
Jangan tergamang dalam ayunan
Kami membuat menjadi nyata
Sambil memohon kepada Tuhan

Anak menjadi harapan bangsa
Memperjuangkan agama kita
Berkorban jiwa dengan harta
Serta mementingkan milik bersama

Wahailah anak mudaku sayang
Nasehat kami janganlah buang
Siang bertongkat malam berkalang
Jangan lupakan pagi dan petang

Perangai yang baik dibiasakan
Jangan melanggar pada aturan
Selalu ingat pada Tuhan
Setiap waktu janganlah bosan

Dari kecil sampailah ajalmu
Tuntutah ilmu kepada guru
Serta amalkan bersungguh-sungguh
Kepada Tuhan yang hatimu

Ilmu bertambah senantiasa
Setiap hari sepanjang masa
Jangan seperti orang biasa
Tiada peduli kepada dosa

Hadis dan firman hendaklah turut
Supaya jangan berkalang kabut
Kepada guru hendaklah takut
Apa perintah semua diturut



Ayah dan bunda jangan gagahi
Selam hidupmu jangan bantah
Jikala engkau tiada peduli
Akan menyesal di akhirat nanti

Orang durhaka mendapat siksa
Amalnya hapus berganti dosa
Apa kerjanya semua binasa
Begitulah tetap sepanjang masa

Bunda mengasuh tiap hari
Selama hidup tiada berganti
Ayahpun juga berganti-ganti
Sambil mencari gulai dan nasi

Kalau engkau besarkan nanti
Harapan ayah menjadi ganti
Mencari nafkah malam dan hari
Dunia akhirat pembela diri

Wahailah anak muda bangsawan
Dunia di kiri akhirat di kanan
Kuat berbakti kepada Tuhan
Supaya jangan ada sesalan

Jangan seperti orang jahiliah
Kerja itu tidak dipikirkan
Baik dan jahat tiada peduli
Asalkan senang diri sendiri

Tuhan berkata dalam alquran
Orang jahil mendapat siksa
Di padang mahsar mendapat hisapan
Neraka ia ditempatkan

Siksa neraka sangatlah panas
Mendengar suaranya sampailah lemas
Malaikat Zabaniah akan merampas
Masuk ke dalam berlekas-lekas


Wahailah anak hendaklah dengarkan
Engkaulah ini kami doakan
Kepada Tuhan kami doakan
Kepada Tuhan kami mohonkan
Minta selamat di hari kemudian
Wahai ya Allah ya Tuhan kami
Kami meminta sekalian ini
Mendoakan anak si..........ini
Serta sekalian yang hadir ini

Ya Allah malikul rohman
Anak ini tetapkan iman
Serta menjadi kepercayaan
Di atas dunia menjadi ikutan

Ya allah azizul ghofur
Anak ini panjangkan umur
Di atas dunia mendapat makmur
Dunia akhirat mengucap syukur

Tetapkan iman sepanjang masa
Menyembah Allah Tuhan yang esa
Serta jauhkan dari pada dosa
Dunia akhirat dapat sentosa

WILIDAN

Ya Allah malikul jabbar
Anak ini mengikuti amar
Mengadap guru janganlah gentar
Agama Allah janganlah dilanggar

Ya Alah robbi izzati
Anak mendapat ilmu sejati
Dari hidupmu sampailah mati
Jangan mendapat kesusahan hati

Ya Allah Tuhan pemurah
Berikan anak rezeki murah
Lalu membantu bunda dan ayah
Sambil menyembah kepada Allah

Anak menjadi kekasih Allah
Di hari kemudian pengganti ayah
Kepada mukmin hatinya murah
Ilmu yang baik bertambah


Ya Allah ya Tuhan kami
Kami mendoakan kami sekalian ini
Perkenanlah permintaan kami
Segala yang hadir di tempat ini

Wahailah anak dengarkan kata
Engkau di ayun dari semula
Ambil nasehat jadi pelita
Sampai menerangi di alam dunia

Turut olehmu aliran masa
Turut pembela nusa dan bangsa
Serta perjuangkan agama kita
Begitu perintah pemimpin kita

Jangan nafsu penjajah
Walaupun begitu perintah ayah
Maksudnya hendak berpecah belah
Supaya mudah mendapat kalah

Jikalau engkau mencari kawan
Hendaklah dipilih anak pahlawan
Orang yang jahil jangan ditawan
Walaupun ayah menjadi lawan

Alam berputar seperti roda
Lalu meningkat berganda-ganda
Bulan seperti zaman jahiliah
Siapa cepat mendapat denda

Jangan seperti orang biasa
Tahu memandang kulitnya muka
Tiada memilih ilmu yang ada
Hanya melihat di luar saja

Jikalau engkau tiada peduli
Diakhirat nanti menyesal diri
Dunia taklama akan ditinggali
Ke alam akhirat akan ditempati

Ya Allah Tuhan yang kaya
Jadikan akhlak orang mulia
Selama ada daya upaya
Mau membantu ayah dan bunda

Amin-amin Allahurobbi
Anak di ayun berganti-ganti
Sambil mendoa pada ilahi
Minta selamat sekalian ini

Amin ya Allah robbi Alamin
Kabulkan doa sekalian Muslim
Kami meminta dengan yakin
Minta selamat kaya dan miskin

Kami mendoa bersama-sama
Minta selamat muslim semua
Mendapat rezeki berganda-ganda
Dunia akhirat selamat pula

Wahailah anak dengarkan kata
Janganlah lupa dari semula
Syair disusun bersifat lupa
Harap maafkan dari semula

YADANI-YADAN

Ya Alah Tuhan yang esa
Jauhkan anak dari pada dosa
Tetapkan iman sepanjang masa
Serta sehat dapat sentosa

Ya Allah azizul Ghofur
Jadikan anak orang yang makmur
Di atas dunia hidupnya syukur
Di alam akhirat mengucap syukur

Jikalau engkau sudah dewasa
Harap tinggalkan segala dosa
Jangan lupakan rukun yang lima
Tetap kerjakan setiap masa

Selama hidup dikandung badan
Ilmu akhirat jangan lupakan
Di atas dunia banyak godaan
Di hari kemudian dapat insapan


Hidup di dunia banyak umpama
Ada yang miskin ada yang kaya
Yatim piatu harap dibela
Begitu perintah agama kita

Jikalau engkau jadi hartawan
Harta yang banyak dipergunakan
Di dalam kubur banyak siksaan
Orang yang kikir banyak hisapan

Harta yang banyak tetap tinggalkan
Amal ibadah menjadi kawan
Hancurlah badan di balik papan
Menunggu perintah dari Tuhan

Tammatlah syair anak di ayaun
Sanak saudara kami mengayun
Kami meminta serta amalkan
Segala perkataan harap maafkan

Wahailah anak muda sekuntum
Rupamu cantik baumu harum
Kami berjalan sambil mencium

Alhamdulilah Asalamu`alaikum

Syair Ayun Budak Suku Mandailing


Solatullah solamullah
Solamulah ala toha Rosulillah
Solatullah solamullah
Ala yasin habibillah

Di ayun-ayun ho amang di ayun
Dianggun dibue-bue
Hado amang si ubat lungun
Jadi maho anak na soleh

Di ayun ho amang di ayun
Sareta mai doa syukur tu Tuhan
Malum nyae sombu lungun
Horas torkis markasehatan

Solawat salam tu Rosulullah
Mangharop syafaat ni ibana
Di anggun ho amang anggunan martua
Patidaon holong amaina

Anggunan namar bunga-bunga da amang
Dihiasi nauli bulung
Suang de ma anggunan syurga da amang
Riang sude kaum namar kunjung

 Horas ma tondi madingin
Jona sayur martua bulung
Jadi maho anak na mukmin do amang
Cita-cita nian marujung

Di ayun ho amang di anggun
Di ayun di bue-bue
Nauli bulung riang manganggun
Horas torkis markasehatan

Tu anak songa pe boru
Sude naon maroban gabe
Sagalo koum mandoaon homu
Jadi mahomu anak na soleh

Simbur ho amang lao magodang
Pek-pek (pade) muse lau martua
Ringas mangarejoon sumbayang
Sareto mandoaon ama ina

Hodo jagar-jagar ama ina da amang
Mayam-mayam disi mangido
Marlagut kahanggi anak boru mora da amang
Sapangida homu anak par agama

Marluhut kaum sisolkot
Nasian jae nasian julu
Nidaon amang sudeon accogot do amang
Holong nia ulang lupa homunyu
Hodo uduk ni tangan na pondok

Tambah ni gogo naso sadia
Nadung lanon amang ulang gabe lotok
On ma doa nami kaum keluarga
Bege tondimu anso matogo

Di pasahat baga-baga
Niat ni ama ina di palalu
Maroban sehat maroban tua

Muda dung maginjang mangodang
Pagogo do amang marsikola
Haru sibukmu menjeng marnyiang
Digogoi manjalaki nasuada

Poken diaek nabara da amang
Namadundung tusi pagabu
Dao nian sagalo mara da amang
Nazar ni amaina di palalu

Sae horasma tondi nadingin
Jana sayur matua bulung
Tutut doa allahumma amin
Riang sude koum namarkunjung

Solatullah solamullah
Solamulah ala toha Rosulillah
Solatullah solamullah
Ala yasin habibillah

Ayun Budak

Ayun budak adalah Suatu bentuk tradisi yang dilakukan ibu-ibu ketika akan menidurkan anaknya dalam sebuah ayunan disertai lagu-lagu berisi nasehat, petuah dan doa. Melalui tradisi ini masyarakat dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada anaknya yang masih bayi, dan doa kepada Allah SWT berupa harapan kepada anaknya semoga kelak anaknya berbakti kepada orangtua, masyarakat, bangsa, dan agama.
Pelaksanaan tradisi ayun budak secara umum diperuntukkan pada anak yang berusia kurang dari satu tahun, oleh karena pelaksanaan ini ada yang berupa niat dan nazar maka pelaksanaan ayun budak ini harus dilaksanakan, tidak tergantung kepada waktu, tetapi tergantung kesempatan dan kemampuan orang tua.
Ayunan terbuat dari rotan dan dibalut dengan selendang sadun (selendang batik), tali digelembungkan dengan kain selendang biasa dan diberi pita yang beraneka warna. Untuk ruangan tempat berlangsungnya upacara di dekorasi oleh  naposo nauli bulung (pemuda dan pemudi). Sementara itu anaknya yang sudah diayun ia mengaku sering sakit-sakitan, kemudian sang anak diperlihatkan kepada mak Sapur bahwa anak ini minta diayun.”
pada zaman dahulu sistem pertanian masyarakat Bangun Purba berpindah-pindah, di ladang dibuatlah rumah kecil (sopo-sopo) sebagai tempat beristirahat sementara, sebelum turun ke ladang untuk bekerja anak ditidurkan terlebih dahulu di rumah mungil tersebut. Di dalam ayunan sambil ditimang-timang dengan kalimat yang membisikkan kasih sayang dan harapan kepada anak kelak sesudah dewasa. Cara ini dilaksanakan oleh seorang ibu selama turun ke ladang. Setelah usai panen tanda kesyukuran kepada Allah SWT dipanggillah kaum keluarga sambil makan bersama sekaligus mengayun anak seperti halnya di ladang diulang kembali. Kebiasan seperti ini sering dilakukan oleh seorang petani padi yang penennya hanya satu kali dalam satu tahun, belumlah merasa puas bagi seorang petani yang berhasil panennya tidak melaksanakan hal seperti ini. Jika anaknya tidak ada yang yang kecil lagi, maka yang dilaksanakan mereka hanyalah berupa sedekah yang bersifat syukuran biasa. Pada akhirnya pelaksanaan seperti ini bukan saja dilaksanakan oleh para petani, tetapi juga dilaksanakan oleh masyarakat yang bukan petani.

Kerajaan Kepenuhan

Berdirinya Kerajaan Luhak Kepenuhan Kota Tengah
            Berdirinya kerajaan kepenuhan tidak lepas dari kerajaan Tambusai Yang bernaung di bawah yang di pertuan tua dan memerintah di daerah Rokan. Beliau keturunan raja pagaruyung yang terkenal dari daerah Sumatera, memiliki tiga putra yaitu Siti Daulay, Duli yang di pertuan akhir zaman dan Tengku Raja Muda.
            Dari tiga anak yang di pertuan tua ini, keberadaan Kerajaan Kepenuhan Ini Mulai ada yaitu tepatnya pada masa pemerintahan sultan Abdullah. Beliau menjadikan pemerintahan ketatanegaraan sangatlah adil dan bijaksana. Untuk lebih memperjelas tentang berdirinya kerajaan kepenuhan maka penulis telah mencari data dan fakta dari hasil pengkajian Tombo Adat Luhak Kepenuhan.
            Sejarah ini di mulai pecahnya perang di daerah johor Malaysia. Perang tersebut merupakan perang saudara yang tidak berkesudahan, oleh sebab itu maka Raja Purba dengan membawa sebelas anaknya yang baik pergi ke daerah johor untuk mengungsi. Kepergian mereka melalui jalur air atau sungai, karena pada waktu itu transportasi darat jarang di dapatkan, Dengan menggunakan perahu layar, mereka masuk ke daerah Rokan tepatnya di Perca, maka timbul mufakat di antatra mereka untuk menghadap kepada raja yang memiliki tanah beserta sungai yang mereka tempati. Selanjutnya mereka mudik ke hulu, hingga mendekati daerah kualo batang sosah tepatnya sebelah kanan mudik.
            Ketika sampai di daerah tersebut, mereka beristirahat untuk melepaskan lelah, Dalam suasana istirahat tersebut Raja Johor yang bernama Raja purba berkata “ Apabila kita dapat menepati daerah ini, adalah merupakan suatu kebahagiaan yang tiada tara kita bersyukur kehadiratnya “, Karena suda menjadi suatu kesepakatan maka mereka mudik ke Hulu menghadap kepada Raja Tambusai.
            Pada masa itu kerajaan Tambusai di pimpin oleh seorang raja dengan gelar Sultan Abdullah. Raja Johor Beserta rombongan memberi sembah kepada Raja Tambusai untuk memohon menepati tanah guna untuk bertempat tinggal, pada saat datang utusan Raja Tambusai untuk memberi tanah itu hanya sebagai tempat tinggal saja. Sebagai permintaan kedua Raja purba beserta rombongan meminta ata`aturkan sebagaimana orang mendirikan sebuah negeri kepada Raja Tambusai.
            Permintaan Raja johor yang ke dua juga di penuhi oleh Raja Tambusai yaitu mengata`aturkan kepada rombongan Raja Johor sebagaimana orang mendirikan negeri, Dalam pertemuan itu juga, Raja Tambusai membagi rombongan menjadi tujuh suku, tetapi Raja Purba belum menyetujui usulan dari Raja Tambusai karena alasan bahwa Raja Purba Sangat sayang kepada sebelas anak yang di bawanya, serta akan membesarkan mereka setelah menempati daerah yang telah di tentukan oleh Raja Tambusai.
            Atas alasan yang telah di berikan oleh raja Purba, Akhirnya Raja Tambusai memahami keberatan Raja Purba dan menuruti kehendak Raja Purba agar Raja Tambusai membagi mereka menjadi 11 suku.
            Dari hasil pertemuan itu pula di buat suatu padan janji ikat karangan sumpah setia   Supaya jangan terjadi suatu pergaduhan oleh anak keturunan kedua bela pihak  pada masa-masa yang akan datang  Tawaran ini di usulkan oleh Raja Tambusai serta Raja Purba Menyambut baik atas tawaran Raja Sultan Abdullah, Dengan demikian maka kedua bela pihak mengatur hari yang tepat untuk menyelenggarakan acara guna membuat sumpah setia tersebut.
            Sampai pada saat di tentukan, maka yang pertama mengucap sumpah adalah Raja Johor beserta orang - orang nya:
Dan barang siapa kami sebelas pihak  serta kami segala raja - raja mengubah ata`atur adat dan pusaka yang datang dari Raja Tambusai, dan lagi jikalau ada perkara yang di dalam kami tiada terselesaikan, melainkan hendak kami kabarkan kepada raja tambusai, Dan jikalau tidak kami kabarkan maka kena hukumanlah kami dari raja Tambusai serta akan sumpah setia yang di perbuat ini hingga sampai kepada anak cucu, dan lagi tiadalah kami mengubah segala perkataan terombo besar pegangan Raja Tambusai, Dan jikalau barang siapa di antara kami yang mungkir dari pada segala padan janji ikat karangan yang di ikrarkan, melaikan karena untuk seribu siang dan seribu malam serta di timpa daulat sultan Iskandar Zurkarnain dan tiada selamat selama – lamanya “,
            Dengan sumpah Raja Johor tersebut, Raja Tambusai membuat padan janji ikat karangan sumpah setia dengan Raja Johor serta kerapatan orang besarnya. Perjanjian ini terjadi pada tarich 2745 Sanat tahun Zai, tepatnya dua belas hari bulan Jumadil awal hari kamis waktu tengah hari dalam Negri Tanjung kapur .
            Dengan adanya kesepakatan bersama antara dua kerajaan dengan kedua bela pihak mematuhi dari segala yang dapat di pegabg bersama, maka Raja Purba bemohon kepada Raja Tambusai serta kepada kerapatan suku nan Sembilan ( Ketika itu suku yang ada di Tambusai adalah Sembilan dan sampai sekarang suku yang ada tetap Sembilan ) untuk kembali ke kualo batang sosah, sesampainya mereka di kualo batang sosah, maka raja purba berniat untuk mendirikan negri di wilayah itu, Niat Raja tersandung karena ada empat orang anak di antara sebelas orang tadi tidak setuju kalau kualo batang sosah untuk di jadikan suatu negri.
Dengan adanya perselisihan itu, Maka dengan sendirinya mereka suda melanggar ata`atur yang telah Raja Tambusai pesan kan, Atas perselisihan di antara keduanya, Akhirnya di cari jalan keluarnya dengan berbagai upaya dan ikhtiar, bersamaan dengan upaya menentukan tempat untuk pusat kerajaan , perselisihan pendapat itu memakan waktu yang lama,  pada saat itu seorang kerapatan di antara mereka memiliki pemikiran yang baik dan menyampai kan kepada Raja Johor yaitu dengan berucap :
            “Jikalau tiada dapat sepakat di antara kita, pikiran patik sebaiknya kita kembali menghadap Raja Tambusai, karna Raja Tambusai yang memegang aturan serta adat dan pusaka lagi pula ia adalah yang menaruh teromboh sirih keturunan yang sudah menyebar kabarnya dalam luhak rokan ini yang tiada dapat kita lagi mencari jalan keluarnya, sepatutnya kita menyembah permasalahan kita ini kepada beliau. Dan sekiranya tidak kita sampaikan akan permasalahan ini , maka pecahla kita , Jadi sebaiknya kita menghadap beliau.
            Apa yang di sampaikan oleh seorang kerapatan dari Raja Purba, Sesungguhnya Raja Purba dapat memahami maksud dan tujuan dari orang pembesarnya, Dengan kesepakatan bersama, berangkatla Raja dengan sebelas sukunya ke Tambusai,  dan setelah sampai di Tambusai, Raja Purba menceritakan hal yang menjadi perselisihan di antara mereka kepada Raja Tambusai.
            Di antara sebelas suku yang ada maka tuju suku yang mendukung ide pemikiran Raja untuk menjadikan Kuala Batang sosah sebagai pusat pemerintahan, sedangkan yang empat suku tetap pada pendiriannya, Menurut sejarah mereka yang empat pihak ini hilir ke Kuala Rokan.
            Setelah mendengar perihal dari Raja Purba dan perangkatnya, Maka Raja Tambusai membuat suatu mufakat dengan sukunya yang Sembilan yaitu:
            “  Apabila tidak ada kesepakatan dari rombongan tersebut, kita jadikan menjadi dua pihak, yang satu pihak tuju suku dan yang satu lagi pihak empat sukunya, yang tujuh selalu mengikuti titiah rajanya sedangkan yang empat suku tetappada pendirian mereka, yaitu tidak mematuhi titah rajanya “.
            Memperhatikan hal tersebut Raja Tambusai mengambil suatu kebijaksanaan yang dapat menengahi kedua bela pihak yaitu bersama - sama untuk mengantar empat pihak tersebut sampai ke Hilir, Gagasan Raja Tambusai ini di dukung oleh Raja Purba dan suku tujuhnya serta suku nan Sembilan. Tujuan dari raja tambusai adalah agar di kemudian hari pada kedua bela pihak agar tidak jadi perselisihan yang dapat mengakibatkan hal - hal yang fatal.
            Kepergian empat bela pihak berlangsung secara damai tidak ada silang sengketa di antaranya keduanya. Sebelum Raja Purba dan rombongan kembali ke tempat mereka, Raja Purba Berkata :
            “Jikalau ada orang yang berladang atau berkebundi hilir tempat kami menetap apakah mereka bersama kami atau bukan ”
            Raja Tambusai menjawab : “ Mereka Yang berladang dan yang berkebun  dapat kita beri izin  dan keberadaan mereka harus di bela dan di pelihara. “
Mendengar titah Raja yang sangat bijak yang memuaskan itu Raja Purba dan rombongan kembali ke Kualo Batang Sosah untuk membuat tempat tinggal, sedangkan tempat empat bela pihak  tadi dinamakan dengan pulau Antar, Karna di Titah Raja Tambusai untuk mengantar mereka.
            Di kualo batang sosah mereka membuat istana untuk Raja, Balai dan rumah-rumah penduduk sampai pada akhirnya mereka memiliki tata aturan yang dapat di pakai sebagai pegangan dalam kehidupan mereka.
            Ada Sesuatu yang lain, bahwa Raja Purba tidak mau menempati istana yang telah di buat oleh para pengikutnya, sampai beberapa kali mereka meminta raja untuk menempati istana yang telah mereka sediakan. Dalam catatan sejarah tidak di sebutkan alasan yang jelas  mengapa Raja Tambusai tidak mau menempati istana tersebut, Sampai pada akhirnya Raja Purba menitahkan kepada pengikutnya untuk membuat rakit besar untuk  di jadikan istana dan sebagai tempat tinggalnya.
            Keinginan Raja dapat mereka penuhi, Rakit itu terlihat begitu indah bermega-mega ukuran serta tulisannya, berdinding belantaikan papan, memiliki jendela di sekelilingnya serta memiliki beberapa tingkat tempat orang-orang yang  berpangkat, beberapa bilik yang indah, ayunan papan-papan, bunyi-bunyian seperti gong dan gendang serawa adam dan bangsa  juga melengkapi rakit.
            Setelah cukup dengan perlengkapan yang ada dalam istana, maka para penggawa kerajaan tidak menduga bahwa sikap raja purba berubah, yaitu menggunakan fasilitas istana untuk memuaskan nafsu angkara murkanya dan wanita muda yang cantik dan elok, anak tunangan orang lain dan semua wanita di pandang oleh raja elok, Mereka harus menemani Raja Purba atas titah nya untuk memuaskan nafsu birahi, tanpa memperhatikan lagi dengan cara apa ia harus mendapatkan, Hal itu di lakukannya mulai dari petang hari sampai waktu sahur atau menjelang pagi.
            Melihat sikap Raja, memang sudah melewati batas, tetapi tiada berani para penggawa kerajaan untuk menegur apalagi melarang perbuatan Raja Burba. Hal itu beberapa tahun lamanya sampai akhirnya suku nan tujuh mencoba menganbil sikap atas tingkah laku Raja.
            Salah seorang di antara mereka berujar :  Baiklah kita membuat suatu  kesepakatan dengan suku yang empat di pulau Antar untuk menentukan sikap hukuman apa yang semestinya di timpakan kepada Raja” Kemudia mereka menyuruh utusan untuk pergi ke Hilir yaitu pulau Antar untuk menjemput Suku nan Empat. Beberapa hari kemudian mudiklah suku yang empat pihak sampai akhirnya mereka berkumpul kembali.
            Adapun kesepakatan di antara keduanya adalah mereka ini tidak memiliki daya dan upaya untuk memberikan hukuman kepada Raja Purba, Sampai akhirnya salah seeorang yang bijaksana di antara mereka berujar :
            “ Baiklah kita akan ke mudik guna menghadap Raja Tambusai untuk menceritakan perihal persoalan yang kita hadapi, dan meminta di caritakan pusaka yang sesuai dengan adat istiadat di Tambusai.”
            Sesampainya di Tambusai, mereka menceritakan perihal yang di hadapi yaitu sikap Raja Purba yang sudah kelewatan batas. Setelah mendengar perihal yang di hadapi rombongan,, Maka bertitahla Raja Tambusai kepada orang-orang besar dan segala punggawanya, mentrinya serta keserapatan suku nan kesembilan, juga kepada orang nan sebelas pihak itu, yaitu :
            “ Carilah mufakat yang mendatangkan kebaikan “
            Kemudian di tanggapi oleh suku nan Sembilan yaitu
            “ Tiadalah dapat kami perbuat hal yang demikian karena tidak ada dalam adat istiadat juga dalam suku serta dalam pusaka”
            Rupanya kedatangan sebelas pihak ke Tambusai tanpa membuahkan hasil. Kemudian mereka mohon diri kepada Raja Tambusai untuk kembali ke negeri mereka yaitu pulau Antar.
            Dalam perjalanan pulang, sebelas pihak membuat suatu kesepakatan pergi ke mudik yakni ke Rokan Kiri guna menghadap Raja Kunto dengan harapan Raja kunto dapat memenuhi keinginan mereka. Setelah mereka masuk Rokan Kiri dan dapat bertemu dengan Raja Kunto kemudian mereka menceritakan hal ikhwal segala melakukan Raja Purba, Raja kunto dapat memahami maksud kedatangan rombongan ini dan berucap:
            “  Jikalau demikian perbuatan Raja Purba tiadalah patut dan ini tidak sesuai dengan adat pusaka raja bahwa seorang raja berbuat sedimikian rupa”
            Pertemuan sebelas fihak dengan Raja Kunto membuahkan kesepakatan pada janji di antara keduanya yaitu :
            Raja Kunto menyanggupi untuk memberi hukuman kepada Raja Purba yaitu dengan jalan membunuh Raja Purba, untuk mengatur strategi pelaksanaan hukuman tersebut di serahkan kepada Raja Kunto, Apabila Raja purba mati atau wafat maka seluruh seisi kapal milik Raja Kunto, Untuk para wanita yang ada dalam rakit istana Raja Purba, adalah menjadi hak atas segala pihak, yang slanjutnya untuk di kembalikan ke rumah mereka masing – masing.
            Itulah tiga kesepakatan yang mereka buat bersama, Rencana mereka yang mereka buat berhasil utuk melaksanakan tanpa mengalami hambatan, Setelah segala kesepakatan dapat mereka penuhi segala pihak, tentunya merupakan suatu kebahagian yang tiada tara. Bagi rakyat tujuh pihak atas hukuman yang di terima oleh Raja Purba.
            Perjuangan dari sebelas pihak ini pun belumlah usai, berikutnya adalah mencari siapa pengganti Raja Purba yang telah wafat. Mereka menghadap kembali kepada Raja Tambusai.
            Kedatangan mereka menghadap Raja Tambusai memiliki dua misi, Yang pertama minta Ma`af atas segala sikap mereka yang mereka lakukan terhadap Raja Purba, dan yang kedua adalah mohon memberikan raja pengganti Raja Purba.
            Misi pertama dari sebelas pihak dapat di pahami dan di mengerti oleh Raja Tambusai, Sedangkan untuk misi yang ke dua Raja Tambusai memberikan gambaran tentang perihal perihal keinginan yang sebelas. Bahwa Raja Tambusai hanya memiliki dua bersaudara yaitu seorang laki -laki dan seorang perempuan, yang laki -laki ialah Raja di Kerajaan Luhak Rokan -Tambusai dan yang perempuan itu ialah Permaisuri gelarnya.
            Adapun yang memimpin kerajaan tambuasai itu adalah yang di pertuan tua, setelah melakukan kesepakatan dengan suku nan Sembilan juga kepada suku nan tujuh yaitu dengan keputusan bahwa yang di pertuan tua menitahkan kepada saudara perempuan Tua` Permaisuri untuk menjadi Raja di daerah Kepenuhan.  


Tepung Tawar dan Prosesinya Dalam Adat Melayu

Upacara Tepung Tawar, Bolehkah?

  1. Apa hukum dari upacara Tepung Tawar ? Apakah Nabi Muhammad SAW pernah melakukan hal yang demikian?
  2. Dan bagaimana kalau kita menganggap itu hukumnya sunat karena dalam adat istiadat seolah-olah merupakan keharusan yang tidak boleh ditinggalkan?
  3. Apa saja hal yang dibolehkan dalam hal tepung tawar dan yang tidak dibolehkan?
Latar Belakang
Upacara Tepung Tawar sebagaimana dikenal masyarakat Indonesia dan Malaysia diadopsi dari ritual agama Hindu yang sudah lebih dulu dianut masyarakatnya. Ketika para pedagang dari Gujarat dan Hadramaut membawa ajaran Islam ke kawasan ini sejak abad ke-7 Masehi, mereka berhadapan dengan kebiasaan animisme (kepercayaan pada kehidupan roh) dan dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib benda-benda) yang direstui agama Hindu yang sangat kuat di setiap lapisan masyarakat. Salah satunya adalah upacara Tepung Tawar (disebut juga Tepuk Tepung Tawar). Upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat, seperti kelahiran, perkawinan, pindah rumah, pembukaan lahan baru, jemput semangat bagi orang yang baru luput dari mara bahaya, dan sebagainya. Dalam perkawinan, misalnya, Tepung Tawar adalah simbol pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, di samping sebagai penolakan terhadap bala dan gangguan.
Tepung tawar yakni sejenis ramuan yang sebagian terdiri dari bedak selo, beras basuh, beras kunyit, inai, bunga rampai dan daun setawar dan sedingin. Dengan menyiramkan tepung ini, diharapkan keadaan orang yang kena tepung ini menjadi tawar, tidak terjadi apa-apa yang dapat mendatangkan malapetaka. Begitu juga ramuan yang bernama sedingin telah tersisip harapan, agar sesuatu yang panas menjadi dingin, sedangkan setawar diharapkan kembali seperti sediakala.
Hampir seluruh kegiatan dalam upacara perkawinan secara adat di daerah ini mempergunakan tepung tawar. Unsurnya adalah sama, hanya cara dalam melakukannya berbeda, begitu juga sebutannya beraneka ragam antara lain : tepuk tepung tawar, tepung tawar, menepung tawari.
Alat dan kelengkapan disebut :
  1. Bedak dingin, tepung beras dilarutkan ke dalam air mawar atau air pacung atau air rebusan dan daun-daunan yang wangi serta limau purut. Melambangkan kesejukan hati, peneduh kalbu, memberikan kesabaran, kesucian hati bagi yang ditepung tawari.
  2. Beras basuh maknanya mensucikan lahir dan bathin, membasuh segala yang kotor, dan membuang segala yang busuk
  3. Beras kunyit, beras yang direndam dengan air kunyit, sehingga kuning lalu dikeringkan. Melambangkan kemurahan rezeki, subur bermarwah, rezeki takkan putus, keturunan tak habis serta bermarwah tak punah
  4. Daun inai, kerukunan, kesetiaan hidup berumah tangga, jauh dari bencana
  5. Bunga rampai, kesucian lahir dan bathin, keharuman tuah dan marwah, nama baik keluarga dan dirinya
  6. Daun perenjis terdiri dari :
    1. daun setawar, menawar segala berbisa, buang yang jahat
    2. daun sedinginan, mendinginkan hati dan pikiran, nafsu yang menyalah
    3. daun gandarusa, menjauhkan penyakit dari dalam dan luar
    4. daun kalinjuang, penolak bala, hantu, setan serta iblis
    5. daun sembau dengan akrnya sekalian, mengokohkan iman, menguatkan hati, mengeraskan semangat, serta percaya dengan agamanya
    6. daun bunga cina/daun kaca piring dengan kuntumnya, menjemput kebahagiaan hidup berumah tangga
    7. daun si pulih, memulihkan yang sakit, mengembalikan yang hilang, membaikkan yang buruk, dan memagar diri
    8. daun ati-ati, supaya hidup berhati-hati, pikiran panjang, pandangan luas, buang sakit hati, penyakit dengki dan iri, loba serta tamak, dendam kesumat
  7. Air pecung, membawa harum dunia akhirat, mengharumkan nama dan mewangikan marwah
  8. benang tujuh warna, daun pengikat daun perenjis, hidup dalam tujuh petala bumi dan tujuh petala langit, penolak bala dan sial, pengikat kasih sayang berumah tangga sampai ke tujuh turunan.

Cara melakukann tepung tawar :
  1. Usapkan daun perenjis pada tangan, bahu kiri dan kanan, kepala dan pangkuan dengan niat dan doa
  2. ambil serba sedikit beras basuh, beras kunyit, bersih serta bunga rampai lalu taburkan pada yang ditepung tawari. Menaburnya sama pula dengan merenjis, ini tergantung pada status sosialnya. Juga pada waktu menabur membaca doa dalam hati supaya Allah melimpahkan kurnia dan rahmat bagi yang ditepung tawari dan sekalian yang hadir
  3. Ambil sedikit inai kemudian oleskan ke telelapak tangan seraya berdoa agar dijauhkan dari bencana semoga dapat dikabulkan, lalu merenjiskan dengan air pecung, terakhir yang di tepung tawari mengangkat tangan memberi salam sembah kepada yang menepung tawari.
Secara umum urutannya adalah :Keluarga terdekat yang dituakan
  1. Ulama
  2. pejabat pemerintahan setempat
  3. orang patut, patut dan layak oleh keluarga belah pihak
  4. pemangku adat
Tepung Tepung Tawar dalam adat Melayu
Dalam upacara ini, penepung tawar menggunakan seikat dedaunan tertentu untuk memercikkan air terhadap orang yang ditepungtawari. Air tersebut terlebih dahulu diberikan wewangian seperti jeruk purut, dicelupkan emas ke dalamnya, dan sebagainya. Selanjutnya, mereka menaburkan beras dan padi yang sudah dicampuri garam dan kunyit ke atas orang yang ditepungtawari. Akhirnya, mereka menyuapkan santapan pulut (atau lainnya) ke mulutnya. Ada anggapan bahwa setiap jenis daun dan benda-benda yang digunakan mempunyai atau merepresentasi kekuatan gaib tertentu yang berfungsi menyelamatkan, menyejukkan, menjaga, dan sebagainya. Terdapat beberapa varian upacara ini untuk daerah yang berbeda (seperti Aceh, Melayu, Sambas dan lain-lain), tetapi sumber dan tujuannya sama.
Demikianlah yang dilakukan masyarakat sebelum Islam datang di nusantara dan demikian pulalah ritual yang sampai sekarang masih berlangsung dalam agama Hindu. Lihat saja baik secara langsung atau lewat televisi ritual orang-orang Hindu India atau Hindu Indonesia saat upacara keagamaan mereka.
Distorsi Pesan Agama
Karena tidak mampu menghapuskan kebiasaan tersebut, para pembawa Islam yang terdahulu berusaha memasukkan nilai-nilai Islami ke dalamnya. Misalnya, acara Tepung Tawar diisi dengan pembacaan doa kepada Allah SWT. Mereka menggiring masyarakat untuk menganggap bahwa Tepung Tawar itu hanya sebatas adat istiadat, penyedap setiap acara, bukan lagi ritual. Tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Upacara Tepung Tawar terus berlanjut dalam masyarakat yang takut untuk meninggalkannya. Berhubung para ulama kalah oleh tradisi (tidak berhasil menghilangkan kebiasaan tersebut), akhirnya masyarakat menganggap bahwa para ulama pun telah membenarkan mereka.
Sebagian kalangan bahkan beranggapan bahwa praktik Tepung Tawar memiliki sandaran agama. Beredar anggapan di tengah masyarakat bahwa praktik semacam ini dijalankan juga oleh para nabi dan keluarganya, termasuk istri Nabi Imran a.s. yang menggunakan atau melemparkan suatu benda saat menazarkan kelahiran anaknya Maryam dan Nabi Muhammad SAW yang “menepungtawari” perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Sebagian orang (termasuk oknum guru agama di kampung-kampung) mengatakan upacara Tepung Tawar adalah sunat berdasarkan riwayat di atas. Tetapi setahu saya, tidak ada ayat atau Hadis yang shahih tentang riwayat-riwayat semacam itu. Bahkan, cerita-cerita tersebut kalau kurang hati-hati cenderung kepada dosa besar karena mendustakan para nabi yang mulia. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah Hadis shahih bahwa barangsiapa sengaja meriwayatkan darinya sesuatu yang tidak pernah beliau lakukan atau katakan maka orang itu tempatnya di dalam neraka.

Adat versus Ritualisme
Selanjutnya, di antara pemuka adat atau masyarakat awam ada yang mengatakan bahwa Tepung Tawar hanya adat istiadat, dan sejalan dengan kemajuan peradaban masyarakat, tidak memiliki nilai ritualisme lagi. Namun harapan memperoleh berkah dan keselamatan lewat Tepung Tawar tetap saja banyak ditemukan dalam masyarakat, terutama di kalangan tradisional dan generasi tua. Mitos masih mendominasi upacara-upacara tersebut sampai saat ini. Di daerah tertentu, ada anggapan Tepung Tawar itu seolah-olah merupakan keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Masyarakat cemas akan datangnya mara bahaya bila adat ini ditiadakan. Paling kurang, mereka menganggap ada keberkahan dari perbuatan tersebut.

Kesimpulan
Sejujurnya dan dengan rasa takut kepada Allah, saya menghimbau umat Islam untuk tidak mengamalkan upacara Tepung Tawar. Sebaliknya, biasakan diri untuk mengamalkan yang sudah pasti dibolehkan dalam agama. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis shahih, ”Tinggalkan yang ragu, ambil yang pasti.” Sebagai penutup, apakah tetap haram hukumnya kalau mengadakannya tapi tidak meyakini sama sekali pada kekuatan atau keberkahannya? Hukumnya tetap haram menurut kaedah Ushul Fiqh yang sering disebut dengan sad adz-dzari’ah. Ini sebagai pencegahan timbulnya penyimpangan akidah di tengah masyarakat yang cenderung belum bisa memisahkan antara adat istiadat dan kepercayaan-kepercayaan lama. Wallahu Ta’ala a’lam. 

Perumpamaan-perumpamaan Suku Mandailing

Ulos Na Sora Buruk
maknanya adat yang tak pernah punah. Adat dilambangkan dengan ulos yang tidak akan pernah rusak sampai kapanpun
Mudah-mudahan nian, talak tangan muyu manarimona songoni muse dohot marbontar niate-ate
Mudah-mudahan kalian ringan tangan dan memiliki keikhlasan hati menerimanya. Marbontar ni ate-ate tidak dapat dilihat bentuknya oleh panca indera manusia tetapi secara konvensional dapat dipahami maknanya. Ia merupakan lambang kias yang harus diinterpretasikan maknanya. Apabila dikaitkan dengan dengan konteks kalimatnya metafora tersebut diucapkan oleh pihak anak boru kepada pihak mora pada waktu meminang. Dalam tuturan ini anak boru meminta kepada mora agar menerima mereka dengan senang hati dan rela. Dengan kata lain, tindak ilokusi yang terjadi adalah memberi kesan atau pengaruh agar mora sebagai lawan tutur mau mendengarkan sekaligus menerima anak boru dengan hati yang ikhlas. Dari metafora ini diketahui bahwa keikhlasan itu ada meskipun tidak dapat dilihat oleh panca indera manusia.
Horas tondi madingin pir tondi matogu
Selamat, semoga semangatya sejuk dan keras semangat
Manusia dalam pandangan masyarakat Mandailing terdiri dari tiga bagian yaitu, badan, jiwa (roh), dan tondi. Badan adalah jasad yang kasar dan nyata, jiwa atau roh adalah benda abstrak yang menggerakkan badan kasar dan tondi benda abstrak yang mengisi dan menuntun badan kasar dan jiwa dengan tuah sehingga seseorang kelihatan berwibawa dan bermarwah. Tondi adalah kekuatan, tenaga, semangat jiwa yang memelihara ketegaran rohani dan jasmani agar tetap seimbang dan kukuh dan menjaga harmoni kehidupan setiap individu. Tondi merupakan zat yang berdiri sendiri. Dalam keadaan tidak sadar tondi seseorang berada di luar badan dan jiwanya.
Dalam budaya Mandailing metafora ini bermakna seseorang akan sanggup menghadapi setiap ancaman dari luar. Orang yang tidak mempunyai tondi mukanya akan pucat dan tidak bergairah. Walaupu kadar tondi berbeda untuk setiap orang, tetapi setiap orang memiliki tondi tersebut. Tondi itu dapat berpisah dari badan seeorang karena sesuatu hal, Namun tondi yang telah hilang dari badan dapat dipanggil kembali melalui acara adat yang disebut mengupa. Apabila kita cermati, situasi tuturan terjadi pada saat pengetua adat atau raja memberi nasehat kepada kedua mempelai dan ilokusinya adalah agar keduanya dapat melaksanakan nasehat tersebut nantinya.
Anso ulang on manjadi ngot-ngot i bagasa ipon sagatungkol i bagasa ngadol
Supaya janga lagi terasa sakit di dalam gigi atau sakit di dalam graham
Maknanya cita-cita yang telah berhasil dilaksanakan oleh anak boru yang telah lama tertanam di dalam hatinya dan sekarag tidak lagi menjadi pikirannya.
Metafora ini disampaikan oleh suhut da anak boru kepada hatobangan pada waktu diadakan musyawarah sebelum acara perkawinan karena cita-citanya akan menunjukkan kasih sayangnya kepada anak laki-lakiya dengan membuat acara adat yang besar (marhorja) telah dapat dilaksanakan. Dalam budaya ini ketika seorang anak laki-laki lahir kedua orang tuanya merasa bangga dan bercita-cita akan membuat adat yang besar apabila anaknya nanti berumah tangga. Metafora ini juga bermakna pentingnya anak laki-laki karena ia akan meneruskan garis keturunan ayahnya. Dampak psikologisnya sangat berat apabila seseorang tidak mempunyai anak laki-laki karena ia akan kehilangan keturunan untuk seterusnya.
Mora mataniari so gokgohon, dapdap na so dahapon
Kita tidak dapat menantang matahari da pohon dapdap yag tidak dapat dipeluk
Mataniari `matahari` adalah benda angkasa yang mendatankan terang dan panas pada bumi di siang hari. Setiap orang tidak akan dapat menantang matahari karena panasnya. Metafora ini dikiaskan kepada pihak mora yang tidak boleh ditantang atau dilawan karena apabila dilawan akan menimbulkan bencana dan pihak ini dianggap melupakan dirinya sendiri sebagai manusia. Tuturan dari pihak anak boru ini secara lokusi menginformasikan keadaan dan secara ilokusi meminta da sekaligus menegaskan bahwa mora tidak boleh dilawan, hal ii senada dengan metafora dialo tondi, buruk pamatang Melawan diri sendiri badan jaualah yag menaggung akaibatnya.
Harana ditatap langit dao, ditombom tono pir, pirando pe na so ada
Kita melihat langit sangat jauh, kalau dipijakkan ke tanah keras, lebih keras lagi yang tidak ada.
Sebelum melaksanakan acara pernikahan pihak anak bor menyampoaikan maksudnya kepada mora sehubungan dengan beban yang harus ditanggulanginya. Karena keterbatasan kemampuan baik moril maupun materil aak boru menggunakan kata-kata yang mengandung makna merendahkan diri dengan maksud agar mora memaklumi keberadaannya, sehingga apa yang diinginkan kedua belah pihak tercapai. Tuturan aak boru ini secara lokusi memiliki makna menyatakan keadaan dan ilokusinya mengharapkan agar pihak mora mengerti akan kondisi anak boru dan tindak tutur porlukusinya adalah mora dapat memakluminya.
Di jolo muyu adong aek si tio-tio
Dihadapan kalian ada air sitio-tio
Bahwa air adalah sumber kehidupan. Semua kegiatan manusia tidak terlepas dari air. Tuturan ii bermakna agar kedua mempelai jangan memikirkan diri sendiri tetapi juga harus memikirkan orang lain. Tuturan ii disampaikan oleh orang tua kepada kedua mempelai. Tindak tutur ini disamping memberi informasi juga memiliki ilokusi agar kedua mempelai melaksanakan nasehat tersebut.
Ison adong santan pamorgo-morgoi, ibo rohan nian mago ma na milas
Disini ada santan yang dapat mendiginkan, yang dapat menghilangkan panas
Santan pamorgo-morgoi adalah santan yang dicampur dengan tepung dan gula disebut dengan itak, yang disediakan kepada tamu pada waktu memasuki acara memasuki rumah baru. Sebelum itak ini dimakan ada pihak yang memberikan kata nasehat kepada pemilik rumah. Mendirikan sebuah rumah dalam masyarakat Mandailing merupakan suatu prestasi yang harus dicapai. Kayu ayang akan digunakan untuk membangun rumah itu dikumpul satu demi satu sehingga berlangsung dalam waktu yang relatif lama karena mereka memperoleh kayu tersebut dari hutan. Suatu ketika bila bahan kayu yang dibutuhkan untuk mendirikan rumah telah mencukupi maka didirikanlah rumah tersebut. Metafora ini dituturkan oleh mora kepada anak boru yang telah berhasil mendirikan rumahnya dan dapat diinterpretasikan bahwa rumah yang akan ditempati ini hendaknya menjadi rumah yang aman dan tenteram bagi penghuninya dan rezeki yang datang akan berlimpah ruah. Dengan kata lain, rumah tersebut bertuah dan bertondi. Ilokusi dari tuturan ini selain memberi informasi sekaligus menyatakan bahwa rumah tersebut boleh dipakai oleh para tetangga untuk menampung tamu-tamu yang datang baik digunakan untuk tempat makan, tidur dan shalat selama horja yang ada di kampung itu dilaksanakan karena adat di Mandailing sifatnya kolektif. Orang yang sudah dapat mendirikan rumah dianggap sebagai orang yang sudah menerima tuah.
Ngada tola on jagar-jagar nami on mayup tu jae, angkon mayup tu julu do.
‘Anak gadis kami ini tidak boleh hanyut ke hilir, tetapi harus hanyut ke hulu’.
Metafora pada contoh ini adalah mayup tu julu ‘hanyut ke hulu’. Julu adalah hulu sungai merupakan bagian dari belahan bumi yang memiliki makna tidak langsug bila dikaitkan dengan konteks kalimat tersebut. Metafora ini memiliki makna orang yang berada, bangsawan dan tahu adat. Interpretasinya adalah bahwa pengantin laki-laki harus orang yang berada dan beradat sehingga kondisi ekonomi kedua mempelai tidak diragukan lagi setelah mereka memasuki hidup baru. Tuturan ini disampaikan oleh pihak suhut kepada pihak mora pada waktu meminang. Ilokusinya adalah meminta kepada pihak mora agar anak gadis mereka nantinya terpenuhi kebutuhannya. Contoh metafora lainnya adalah:
Tor marsitatapan, rura manjalahi pardomuan.
‘Dua bukit yang tingginya sama, dua sungai mencari tempat bersatu’
Metafora pada contoh di atas ini dilambangkan dengan tor masitatapan yang interpretasinya adalah bahwa dua keluarga yang akan bersatu berasal dari keluarga yang setara, sama-sama memiliki adat dan berasal dari keturunan yang baik-baik.
Laklak i ginjang pintu singkoru i golam-golom, maranak sapulu pitu marboru sapulu onom.
‘Laklak di atas pintu dan manik-manik yang dirangkai-rangkai, berputera 17 orang dan berputeri16’
Laklak adalah kulit kayu yang berupa pembungkus yang membuat tanaman tersebut dapat tumbuh dan  hidup. Bila kulit kayu dikupas, maka tanamannya akan layu dan mati. Dalam metafora ini laklak letaknya di atas pintu yang mempunyai makna sebagai pelindung keluarga. Posisi laklak yang berada di atas pintu sebagai jalan masuk ke rumah diinterpretasikan dengan pentingnya orangtua menanamkan prinsip melindungi dan bertanggung jawab bagi anak laki-laki meski dalam jumlah yang banyak.
Metafora Singkoru ‘manik-manik’ merupakan biji-bijian yang diikat dengan benang dan biasanya digunakan untuk hiasan. Dianalogikannya singkoru dengan anak perempuan memberi makna bahwa anak perempuan harus selalu kelihatan cantik dan metafora ini juga diinterpretasikan agar orangtua mampu mempersatukan keinginan anak perempuan yang beragam-ragam agar memiliki kepribadian yang menyatu sebagaimana bersatunya rangkaian manik-manik dalam jumlah yang banyak. Selain sifat-sifat yang telah disebutkan di atas, laklak dan singkoru juga memiliki sifat yang mudah terkelupas dan terputus. Dengan demikian metafora ini juga mengingatkan kedua mempelai yang bakal menjadi orangtua untuk tetap menjaga keutuhan agar dapat melindungi dan membimbing anak maupun borunya. Metafora maranak sapulu pitu marboru sapulu onom menunjukkan bahwa anak laki-laki itu lebih diutamakan daripada anak perempuan. Satu keluarga selalu mengharapkan anak pertamanya adalah anak laki-laki. Adapun anak yang berjumlah 33 orang dalam budaya Madailing menggambarkan peranan dalihan natolu yang menganggap anak saudara kita juga harus dianggap sebagai anak kita sendiri, sehingga setiap orang harus bertanggung jawab kepada kemanakannya. Dengan demikian timbul falsafah amak do rere, anak do babere ‘tikar itu adalah tikar, anak saudara perempuan kita adalah juga anak kita’ Tuturan ini disampaikan oleh hatobangon dalam membekali kedua mempelai agar menjadi orangtua yang mampu mendidik dan melindungi anak-anaknya di kemudian hari. Tindak tutur yang dsampaikan selain untuk mengingatkan juga mengharapkan agar nasihat yang disampaikan dilaksanakan oleh kedua mempelai. Metafora lainnya adalah:
Ulos na so ra buruk, gobak-gobak i ngali ni ari, hundung-hundung ni milas ni ari.
‘Selimut yang tidak pernah usang yang digunakan sebagai selimut di hari dingin dan pelindung di hari panas’
Konsep metafora ulos dianalogikan dengan adat. Dalam metafora ini adat dianggap dapat mendatangkan kehangatan dan menimbulkan keakraban kalau seseorang sedang berduka dan dapat dijadikan pelindung dalam suasana suka karena orang yang beradat akan merasa sempurna jasmani dan rohaninya.
Adat yang dikiaskan dengan ulos diberikan oleh pihak mora kepada anak boru dalam acara marbokkot bagas (memasuki rumah baru) karena anak borunya telah berhasil mendirikan rumah dan diharapkan rumah tersebut akan bertuah. Contoh lainnya adalah:
Titian batu na so ra buruk.
‘Titi batu yang tidak pernah lapuk’
Metafora titian batu na so ra buruk ini disampaikan oleh anak boru kepada suhut yang interpretasinya adalah bahwa kalau selama ini hubungan kekeluargaan antara kedua belah pihak belum begitu jelas, maka dengan terlaksananya pernikahan ini menjadi jelaslah hubungan kekeluargaan mereka dan diharapkan hubungan tersebut akan langgeng selamanya. Dengan demikian tindak tutur dalam ujaran ini adalah mempertegas keinginan anak boru dan mengharapkan adanya kebersamaan.
Napuran nami na opat ganjil lima gonop.
‘Sirih kami yang empat ganjil lima genap’
Metafora dengan lambang kias opat ganjil lima gonop maksudnya adalah apabila seseorang makan sirih biasanya sirih tersebut harus dicampur dengan kapur, gambir dan pinang sehingga jumlahnya empat macam. Campuran sirih tersebut belum dikatakan sempurna apabila belum disertai dengan tembakau sebagai unsur yang ke lima.
Metafora di atas ini dapat diinterpretasikan apabila seseorang melakukan suatu pekerjaan haruslah dipikirkan matang-matang dan dipersiapkan segala sesuatunya dengan bersungguh-sungguh sehingga menimbulkan hasil yang maksimal. Apabila dikaitkan dengan konteks DNT, setiap acara adat di Mandailing dapat dikatakan sah secara hukum adat apabila dihadiri oleh kelompok yang lima yaitu suhut, kahanggi, anak boru, mora dan harajaon. Contoh lainnya adalah:
I son tarida do i ibana ayu ara nagodang, batangna pade parsisandean, torjangna parsigantungan, banirna parholipan, bulungna parsilaungan.
`Di sini terlihat ada pohon kayu yang besar, batangnya tempat bersandar, akarnya tempat bergantung, akar besarnya tempat bersemubunyi, dan daunnya tempat berlindung’ Lambang kias pada metafora di atas adalah ayu ara na godang yang dikiaskan kepada seorang raja yang kuat, yang punya hukum adat, punya serdadu yang kuat (anak boru), punya istana, bersifat adil dan suka membantu orang yang susah. Tuturan ini disampaikan oleh pihak anak boru kepada suhut. Secara implisit tindak tutur dalam ujaran ini adalah meminta pihak suhut agar mau mewujudkan keinginan anak boru.
dapdap na so dahapon.
‘… pohon dapdap yang tidak bisa dipeluk’
Metafora pada contoh ini terdapat pada kata dapdap. Dapdap adalah sejenis pohon yang batangnya berduri dan biasanya tumbuh di kebun-kebun yang digunakan untuk melindungi tanaman coklat. Pohon ini tidak bisa dipeluk karena akan melukai diri kita sendiri. Untuk memahami makna metafora ini harus dikaitkan dengan budaya Mandailing dalam konsep dalihan na tolu yaitu pihak anak boru harus menjaga hubungan baik dengan mora. Apabila timbul salah paham dapat menyebabkan terjadinya malapetaka. Dengan demikian anak boru harus berhati-hati dan penuh pertimbangan apabila bergaul dengan mora.
na mangido ma mada hami on lopok ni tobu suanon.
‘… ami meminta stek tebu untuk bibit’
Metafora lopok ni tobu ‘stek tebu’ beranalogi dengan punya keturunan. Untuk memahami interpretasi metafora ini harus dikaitkan dengan konteks budaya Mandailing bahwa anak boru berharap agar anak gadis dari mora yang akan mereka pinang dan jadi isteri anak laki-laki mereka akan memiliki keturunan yang baik-baik.
Habang ninna lanok i laut siborang binoto do dia jantan sanga boru-boru.
‘Ia tahu lalat yang terbang di seberang lautan mana yang jantan dan mana yang betina’
Metafora dengan lambang kias lanok i laut siborang berasosiasi dengan kemampuan luar biasa yang dimiliki seseorang yang tidak dimiliki oleh orang yang biasa. Metafora ini dapat diinterpretasikan apabila mengacu kepada keseluruhan konteks kalimatnya yakni menggambarkan seorang raja dalam sistem dalihan na tolu harus memiliki kemampuan dan kebijaksanaan yang lebih dari masyarakat biasa untuk kepentingan bersama. Metafora ini disampaikan oleh panusunan bulung (raja) kepada kedua mempelai dan ilokusinya kedua mempelai menjadi orang yang bijaksana nantinya. Metafora lainnya adalah:
… rap kita tandai, na margading do on marbulele I Mandailing Godang.
‘… sudah kita ketahui bahwa mereka yang datang sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di Mandailing’ Bulele dan gading biasanya dimiliki oleh seekor gajah. Metafora Margading do on marbulele bermakna bahwa pihak pengantin laki-laki yang datang adalah orang yang mempunyai kampung (bonabulu), memiliki keturunan (raja), adat istiadat dan kaya. Metafora ini juga memuat pesan bagi orang Mandailing agar berusaha lebih keras mencari nafkah dan tidak menjadi orang yang miskin. Tuturan ini disampaikan oleh pihak anak boru kepada suhut dan ilokusinya adalah meminta agar pihak suhut mau menerima pihak anak boru dengan baik.
Songon langkitang di batang aek, bope inda marsitandaan tai
marsihaholongan, muda ro musu marsijagoan.
‘Seperti siput di dalam air, walaupun tidak saling kenal tetapi mereka saling menghargai, kalau musuh datang mereka saling menjaga’ Langkitang adalah sejenis siput yang memiliki sifat kompak walaupun tidak saling kenal. Metafora ini bermakna agar kedua mempelai selalu memiliki kebersamaan dan suka tolong menolong untuk tujuan yang baik. Metafora ini disampaikan oleh raja kepada kedua mempelai. Tindak tuturnya berupa nasihat sekaligus mengharapkan agar kedua mempelai melaksanakan. Biasanya metafora ini selalu dikaitkan dengan metafora lain seperti:
Ulang iba songon gunting bola-bola, tai jadi ma antong iba songon jait domu-domu.
‘Jangan kita seperti gunting yang selalu memotong, tetapi jadilah seperti jarum yang selalu menyatukan dua benda’
i jolo muyu sada pangupa anak ni manuk pangupa ni tondi dohot badan
 di depan kamu upah-upah berupa ayam sebagai pembangkit semangat di dalam badan ….’
Metafora pada pangupa ini dilambangkan dengan manuk ‘ayam’ karena sifat ayam sangat bagus di dalam merawat anak-anaknya. Kalau ia mengais-ngais dan mendapatkan makanan makanan itu pertama-tama akan diberikan kepada anak-anaknya. Dalam budaya Mandailing  metafora ini bermakna anak perempuan harus tinggaldi rumah karena anak perempuan dapat merawat keluarga dengan baik. Metafora ini senada dengan metafora berikut ini:
♦ Parsonduk ni raja haposan.
‘Isteri raja haposan’
Makna tersirat dari metafora ini adalah seorang isteri harus berada di rumah’
Angkon adong on na manapor-napor on.
‘Harus ada yang memecah-mecahkan’
Metafora dengan lambang kias na manapor-napor bermakna pengantin hendaknya mendapat keturunan secepatnya. Situasi tutur adalah pada waktu pemberangkatan pengantin dari pihak perempuan ke pihak pngantin laki-laki dan anak boru dalam tuturannya mengharap agar kedua pengantin cepat memperoleh keturunan.
Muda dung pade pangalaho dapot hami on nian manggolom-golom tangan si amun, dohot manogu-nogu tangan siambirang.
‘Keinginan kami sudah tiba saatnya tangan kanan mampu tangan kiri menatah’